Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Digitalisasi ala Kapitalisme, Orientasi Raup Keuntungan

TintaSiyasi.com -- Beberapa waktu yang lalu, masyarakat dihebohkan dengan pemblokiran yang dilakukan oleh lembaga Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo. Pemblokiran yang menuai banyak penolakan dari masyarakat ini sampai menjadi trending di Twitter dengan mengangkat #BlokirKominfo. Pasalnya, Kominfo memblokir delapan platform digital yaitu Yahoo, Steam, Dota, Counter-Strike, Epic Games, Origin.com, Xandr.com, dan PayPal. Kominfo mengungkapkan alasan pemblokiran karena delapan platform digital tersebut belum terdaftar dalam Penyelenggaran Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Sehingga dilakukan pemblokiran untuk menjaga privasi konsumen pengguna platform digital tersebut.

Hal ini menuai kontroversi di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, platform digital yang dilihat memudahkan aktivitas masyarakat, seperti platform layanan mesin pencari digital dan platform layanan transaksi keuangan digital harus mengalami pemblokiran, sedangkan platform game online bertema judi dibiarkan diakses bebas karena telah terdaftar di PSE. Tentu menjadi pertanyaan, sebenarnya apa alasan Kominfo dalam melakukan pemblokiran platform digital tersebut?

Tidak dapat dipungkiri, kehidupan saat ini sudah merupakan zaman digitalisasi, di mana kondisi kehidupan yang seperti ini tentu membutuhkan pengaturan dalam aktivitas penggunaan alat atau platform digital dan adanya lembaga tertentu yang berperan dalam mengontrol aktivitas digitalisasi. Dalam konteks ini, dilihat bahwa pengaturan digitalisasi yang digunakan memakai konsep sekularisme kapitalisme yang berlandaskan keuntungan materi belaka. Dapat kita perhatikan, bahwa industri digital yang terdaftar di PSE memiliki kewajiban patuh pajak kepada negara. Disebutkan oleh We Are Social pada tahun 2021, data pengguna game online di Indonesia sebanyak 60% dan didominasi oleh game produksi luar negeri. Dari game online saja bisa menjadi sumber pendapatan pajak yang besar bagi negara jika platform-platform tersebut terdaftar di PSE. Belum lagi, platform layanan transaksi keuangan, platform marketplace yang juga diminati sebagai ladang bisnis, dan berbagai jenis platform lainnya, akan menambah pendapatan pajak negara dalam jumlah yang besar. Sehingga terjadilah pemblokiran bagi platform digital yang tidak terdaftar di PSE karena tidak menghasilkan keuntungan bagi negara, terlepas apakah platform tersebut berguna atau merugikan bahkan merusak masyarakat.

Islam mengatur aktivitas digitalisasi, termasuk penggunaan platform digital. Negara, di sini berarti pemimpin, memiliki tugas mengurusi urusan rakyatnya. Termasuk digitalisasi, negara akan mengatur regulasi yang dapat memudahkan sekaligus menjaga rakyatnya dari akses informasi digital yang merusak. Pengaturan negara tidak akan berkonsep pada mencari keuntungan negara, karena negara dalam Islam sendiri tidak menjadikan pajak sebagai sumber keuangan negara. Negara mengatur platform digital yang memudahkan aktivitas masyarakat seperti platform layanan-layanan digital dan memblokir platform yang merusak rakyat dengan tujuan melindungi masyarakat. Peran digitalisasi termasuk di dalamnya platform digital dan media adalah untuk menguatkan masyarakat dengan Islam, mencerdaskan masyarakat dengan pengetahuan politik, sains, teknologi dan sebagainya, meningkatkan kepekaan dan wawasan dengan update informasi sehari-hari, dan yang paling utama untuk membranding kemuliaan Islam baik di dalam atau luar negeri.

Maka, sebagai Muslim, Islam menawarkan solusi kehidupan yang saat ini tidak bisa terlepas dari digitalisasi agar tetap berjalan sesuai syariat Islam dan mengundang keridhaan dari Allah SWT. Selayaknya sebagai Muslim, kita menjadikan aktivitas digital kita sebagai ladang pahala, baik dalam skala individu, masyarakat, sampai negara. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Fadhila Rohmah
Mahasiswa
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments