TintaSiyasi.com -- Sejarawan Institut Literasi Khilafah Indonesia (ILKI), Septian AW mengungkapkan aktivitas Syekh Taqiyuddin An-Nabhani saat peristiwa Nakba terjadi, yaitu fokus dengan proyek kebangkitan Islam.
“Ketika peristiwa Nakba terjadi, beliau mulai fokus dengan proyek kebangkitan Islam. Situasi politik saat itu menuntut umat Islam agar memiliki suatu gerakan politik yang bisa membalikkan keadaan,” ungkapnya dalam Kelas Ngaji Buku Super Intensif sesi-4 berjudul Intensitas Politik Setelah Nakba, Senin (6/6/2022) lalu.
Septian mengungkapkan bahwa terjadinya peristiwa Nakba juga dilatarbelakangi oleh runtuhnya khilafah dan pembagian tanah kaum Muslim. Sehingga saat itu muncul gerakan perlawanan yang berdasarkan Arabisme dan yang berlandaskan Islam.
“Syekh Taqiyuddin An-Nabhani melihat runtuhnya khilafah dan pembagian tanah kaum Muslim telah melahirkan seruan untuk bersatu. Seruan itu terpecah antara mereka yang mendukung persatuan berdasarkan Arabisme dan yang mendukung berlandaskan Islam,” jelasnya.
Namun Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, ungkap Septian, sama sekali tidak memihak terhadap kedua kubu tersebut. Untuk gerakan Arabisme sendiri, Syekh Taqiyuddin mengkiritiknya sebagai suatu ikatan yang lemah.
“Terhadap Arabisme sendiri beliau mengkiritik, karena Arabisme ini suatu ikatan yang lemah dan reaksonik” tegasnya.
Septian juga menjelaskan bahwa Syekh Taqiyuddin An-Nabhani juga tidak memihak kepada partai yang menginginkan persatuan berdasarkan Islam saat itu. Sebab partai-partai tersebut dinilai tidak solutif terhadap permasalahan yang ada.
“Sedangkan yang dilakukan gerakan Islam tidak solutif terhadap permasalahan saat itu. Inilah yang membuat Syekh Taqiyuddin An-Nabhani mulai berpikir bagaimana mendirikan sebuah partai demi kebangkitan Islam dan kebebasan Palestina,” pungkasnya. []Nurichsan
0 Comments