TintaSiyasi.com -- Transportasi adalah kebutuhan sehari-hari masyarakat modern dan keselamatan dalam bertransportasi adalah keharusan mutlak. Namun sayangnya, Indonesia memiliki masalah serius dengan kecelakaan lalu lintas. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari tahun 2019 hingga 2021, Indonesia mengalami peningkatan kecelakaan lalu lintas hingga menyentuh angka 103.645 kejadian pada tahun 2021. Indonesia termasuk salah satu negara ASEAN yang memiliki tingkat kematian yang tinggi akibat kecelakaan berkendara di jalan. Sepeda motor adalah kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun berdasarkan data Korlantas Polri (cakrawala.co, 01/09/23)
Ada banyak faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, di antaranya adalah kurangnya ketaatan pengendara terhadap aturan lalu lintas, kurangnya uji KIR (Kendaraan Bermotor yang Layak), dan kondisi jalan yang buruk. Microsleep atau hilangnya kesadaran seseorang karena merasa lelah atau mengantuk saat mengemudi juga menjadi penyebab utama sejumlah kecelakaan. Tak sedikit dari penyebab kecelakaan lalu lintas di atas yang mengakibatkan adanya korban jiwa. Mirisnya, insiden kecelakaan lalu lintas yang terus berulang dan menelan korban jiwa belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Sampai saat ini, belum ada solusi komprehensif untuk mengatasi masalah kecelakaan lalu lintas.
Penyebab yang telah disebutkan hanyalah hasil dari masalahyang telah mengakar. Akar permasalahan sebenarnya adalah penerapan tata kelola transportasi publik yang berbasis kapitalissekuler. Sistem kapitalis sekuler ini telah membuat negara kehilangan fokus pada pelayanan masyarakat, khususnya dalam menjamin keselamatan transportasi publik. Konsep goodgovernance yang berasal dari sistem ini mengharuskan negara melepaskan tanggung jawabnya dalam melayani publik dan menjadikan negara berperan sebagai regulator yang melayani korporasi, bukan masyarakat.
Memang kecelakaan lalu lintas sering kali dianggap sebagai musibah. Namun, ketika fakta di lapangan berbicara bahwa sebagian besar kecelakaan ini terjadi pada pengendara sepeda motor, maka hal ini perlu dievaluasi dengan kritis. Berdasarkan laporan CNBC Indonesia yang diterbitkan pada tanggal 14 Juli 2023, terjadi peningkatan signifikan dalam penjualan sepeda motor selama semester pertama tahun 2023. Menurut data yang dirilis oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, penjualan total mencapai 3.201.930 unit. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 42,5% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022, di mana penjualan mencapai 2.246.627 unit.
Penjualan sepeda motor yang tinggi di Indonesia serta didukung oleh tawaran cicilan dengan suku bunga rendah menunjukkan bahwa sepeda motor dapat dimiliki oleh banyak orang dengan mudah. Tentu setidaknya setiap pemilik sepeda motor seharusnya memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sekalipun membeli motor dengan cicilan riba. Kondisi tersebut menunjukkan masyarakat masih banyak yang lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi daripada kendaraan umum. Hal ini karena belum tersedia kendaraan umum yang murah dan nyaman dengan jumlah cukup sehingga tidak lama menunggu, serta tersedia untuk semua rute. Walhasil masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi dan murah yakni motor, meskipun tingkat keamanannya sangat rendah. Hal ini mencerminkan maraknya kapitalisasi dan rusaknya manajemen lalu lintas.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengaturan di jalan raya maupun administratif di aparat pemerintahan dinilai buruk. Korps Lalu Lintas (Korlantas) sering kali dikenal sebagai lembaga yang rentan terhadap praktik pungli dan bahkan korupsi. Sebagai contoh, proses pengurusan SIM sering digunakan sebagai cara untuk memeras uang dari rakyat, bahkan diakui sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Kementerian Keuangan. Padahal seharusnya SIM dapat dimiliki secara gratis oleh rakyat dengan syarat pemahaman lalu lintas dan kompetensi berkendara yang memadai. Jika harus membayar untuk hal semacam ini, maka integritas aparat pemerintahan perlu dipertanyakan. Praktik pungutan liar juga mengakibatkan kurangnya profesionalisme dalam mengurus urusan publik. Tidak heran bila transportasi aman dan nyaman tanpa kecelakaan lalu lintas masih menjadi impian.
Ketika sistem menjadi akar masalah, maka solusinya adalah sistem juga. Sistem kapitalis yang telah menempatkan negara sekedar regulator saja, bukan penanggung jawab penuh, adalah masalah besarnya. Karena itu solusinya adalah kembali kepada Islam yang menempatkan negara sebagai raa’in (penanggung jawab) bagi rakyatnya sebagaimana orang tua kepada anak-anaknya. Keselamatan rakyat menjadi prioritas utama. Negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan terbaik kepada rakyatnya, termasuk dalam hal menyediakan moda transportasi yang aman dan kondisi jalan yang baik. Islam mengajarkan pentingnya kesadaran dalam taat pada aturan, termasuk aturan lalu lintas. Masyarakat akan dibina dengan pengetahuan yang cukup tentang aturan lalu lintas dan kesadaran akan pentingnya keselamatan dalam berkendara. Petugas yang bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban lalu lintas juga harus dilengkapi dengan pengetahuan dan amanah dalam menjalankan tugas mereka. Tidak diperbolehkan adanya suap atau pungli dari petugas untuk para pengendara seperti dalam praktik pembuatan SIM hari ini.
Selain itu, perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan. Hal ini akan mengurangi risiko kecelakaan akibat kendaraan yang tidak layak operasi. Pemerintah juga harus terus berupaya memperbaiki infrastruktur transportasi dan kondisi jalan. Pembangunan jalan yang baik dan perawatan berkala terhadap infrastruktur transportasi sangatlah penting untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pengguna jalan. Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam dengan benar sesuai dengan prinsip syariat, sehingga negara memiliki keuangan yang berlimpah untuk menyediakan transportasi yang aman dan nyaman. Dalam sistem Islam ini, negara menjalankan pengelolaan institusi moda transportasi publik dengan prinsip pelayanan (riayah), bukan prinsip keuntungan semata. Dengan demikian, minimnya angka kecelakaan lalu lintas dan hadirnya pelayanan transportasi yang baik tidak hanya menjadi impian belaka.
Oleh: Rifda Qurrotul ‘Ain
Aktivis Muslimah
0 Comments