TintaSiyasi.com -- Di tengah maraknya kasus-kasus LGBT yang kian mengkhawatirkan, terakhir kasus mutilasi, pelakunya adalah seorang gay. Di Kabupaten Bandung sendiri setelah adanya temuan di beberapa kecamatan komunitas remaja LGBT, dengan slogan 4G (gak gay gak gaul).
Jumlah pelaku LGBT di Jawa Barat berada di titik rawan khususnya kota Bandung tertinggi di Jabar. Bagi kabupaten Bandung tentu hal ini menjadi "warning", adanya wacana Raperda Anti LGBT di Kab. Bandung diharapkan bisa menjadi solusi. Namun Raperda LGBT bila dianalogikan sebuah pisau tentu tak cukup tajam untuk memotong arus LGBT.
Maka berangkat dari keprihatinan inilah, di pertengahan Agustus 2023 lalu, sejumlah tokoh Muslimah Kabupaten Bandung "ngariung" (berkumpul). Hadir para tokoh dari berbagai organisasi dan komunitas di kabupaten Bandung. Tentu dengan niat kuat dan ghirah selain membangun ukhuwwah dan sinergi antara simpul umat juga membulatkan tekad melawan LGBT. Simpul umat sudah saatnya "speak up" mengaruskan solusi ke tengah masyarakat minimal di komunitas dan organisasinya masing-masing. Sebab disadari bahwa Raperda anti LGBT belumlah cukup, lantas bagaimana solusi konkritnya?
Tanpa Dakwah Raperda Anti LGBT Tumpul
Pisau Raperda LGBT belum cukup tajam untuk memotong arus LGBT. Belajar dari pengalaman di Bogor atas terbitnya perda P4S (Pencegahan Penanggulangan Penyakit Penyimpangan Seksual) yang mendapat penentangan keras dari koalisi "kami berani" yang didalamnya terdapat beberapa organisasi diantaranya YLBHI. Oleh karena itu sebetulnya kesadaran publiklah yang menjadi kunci efektif dalam melawan arus LGBT.
Kesadaran publik yang masif bisa di bangun melalui upaya dakwah. Rasulullah saw. ketika menyampaikan Islam di tengah masyarakat jahiliyah adalah dengan dakwah, sehingga terbukalah kesadaran masyarakat.
Perjalanan Raperda anti LGBT ini, sebagaimana diberitakan Kompas.com, bahwa Pemkab. Bandung tengah membuat rancangan Perda, bupati Dadang Supriatna menyatakan sudah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian dikutib dari Republika.com pada senin (31/7/2023) menurunkan warta bahwa, Fatwa MUI ini akan dijadikan rujukan dalam pembuatan Perda larangan LGBT di Kabupaten Bandung. Wakil ketua MUI pun mengapresiasi dan mendukung langkah pemkab. Bandung tersebut.
MUI sendiri sebagai organisasi nya para ulama dan menghimpun berbagai ormas Islam di bawahnya, sejatinya menjadikan dakwah amar makruf nahi munkar sebagai basis geraknya.
Sudah seharusnya MUI menjadi motor penggerak seluruh kelompok/organisasi Islam untuk bersinergi menyelamatkan umat dari LGBT dengan dakwah. Tanpa dakwah yang membuka kesadaran umat terhadap bahaya LGBT, maka perda anti LGBT akan tumpul dan bisa jadi malah ditentang oleh umat islam sendiri.
Dakwah Islam Kafah Adalah Solusi Efektif
Bagaimana dakwah yang harus dilakukan? Tentu rujukan utama seorang muslim adalah uswah (contoh) dan qudwah (teladan) kita yaitu Rasulullah saw (QS Al Anbiya 21) beliaulah sebaik-baik contoh. Dakwah yang beliau lakukan komprehensif mencakup segala aspek, selain itu beliau memberi gambaran Islam yang utuh menyeluruh (kafah). Tidak hanya sekedar melakukan perubahan individu tapi juga perubahan masyarakat. Dakwahpun menyentuh peran negara. Sebab negara pemilik kekuatan politik, sebagai regulator. Sebuah tanda tangan penguasa atau pejabat negara mampu merubah masyarakat luas secara serentak.
Maka dakwah selain harus kafah harus politis menyentuh pengurusan umat oleh negara. Seperti perda anti LGBT ini, negara harus tegas jangan abu-abu. Kebijakan negara tentu sesuai warna sistem atau ideologi apa yang dianut, saat ini negara faktanya menganut kapitalisme sekuler yang bercorak liberal. Agama bukan rujukan tapi kebebasan atas nama HAM. Maka sulit berharap hanya pada perda yang berada dibawah aturan pusat dan terikat HAM. Hakekatnya LGBT adalah penyimpangan seksual yang keluar dari fitrah insani. Rusaknya fitrah akibat mengikuti syahwat hawa nafsu yang pasti menyesatkan (QS
Ash Shaad ayat 26). Islam hadir dengan hukum syariatnya yang menyeluruh (kafah), yaitu dari mulai membangun aqidah dan ketakwaan individu, kemudian tegaknya aturan pergaulan islam di masyarakat, kemudian dikunci dengan aturan tegas negara yang menjaga jiwa, fitrah dan nasab manusia, betapa sempurnanya Islam. Wallahu'alam bishowab
Oleh: Rengganis Santika A, S.Tp.
Aktivis Muslimah
0 Comments