Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rantai Peredaran Narkoba Masih Merebak, Adakah Solusi Bijak?

Tintasiyasi.com -- Penemuan narkoba di lapas kembali terjadi. Miris, peredaran seolah semakin mudah dijalankan dan semakin sulit dihentikan. Apa penyebabnya?. Dan, adakah solusi bijak yang mampu menghentikannya?

Melalui Penggelaran Operasi Tumpas Narkoba Semeru 2023 yang dilakukan serentak di Jawa Timur, Polres Pelabuhan Tanjung Perak beserta polsek jajaran berhasil mengungkap 13 kasus dan menggagalkan perederan sabu-sabu sebanyak 35,43 gram dan 6.516 butir pil LL. Juga, berhasil menangkap 16 tersangka selama operasi 14-25 Agustus lalu. Mirisnya, dikabarkan bahwa dua di antara 16 tersangka tersebut adalah wanita (RadarSurabaya, 03-09-2023).

Selain itu, di Demak, telah ditemukan peredaran narkoba yang diduga peredarannya dikendalikan dari tahanan di lapas Semarang. Dari tangan tersangka yang berinisial FW (25) selaku pengedar dan pengguna, polisi berhasil mengamankan sabu sekitar 15,3 gram.

Akibatnya, FW mendapatkan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara berdasarkan pasal 114 ayat (2) subsidair pasal 112 ayat (2) UU RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika. Sementara itu, motif tersangka melakukan hal ini ialah untuk membantu temannya di tahanan Semarang.

Selain menangkap pengguna dan pengedar sabu, polisi juga berhasil menangkap penjual pil anjing. Pelaku yang berinisial AJ, mengedarkan obat-obat tersebut selama 6 bulan di sejumlah kecamatan Karangawen, Mranggen, dan sekitarnya. Parahnya lagi, AJ menjadikan remaja anak sekolah sebagai sasaran.

Oleh karena itu, pelaku mendapatkan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal 5 miliar, karena melanggar UU Kesehatan No. 17 tahun 2023. Adapun motif pelaku melakukan pengederan pil anjing tersebut lantaran kebutuhan ekonom (detik.com, 31-8-2023).

Sungguh, fenomena ini tidak boleh dibiarkan. Sebagaimana yang diketahui, narkoba membawa efek berbahaya bagi tubuh, yaitu dapat menimbulkan dehidrasi, penyebaran virus, kecanduan dan sebagainya. Sayangnya, semua ini tidak lagi dipedulikan oleh masyarakat yang pola pikirnya dikendalikan oleh sekularisme kapitalisme.

Sekularisme adalah paham yang menegasikan agama dari kehidupan yang nantinya akan melahirkan ideologi kapitalisme yang sangat mengagungkan kenikmatan duniawi. Dengan pola pikir seperti ini, masyarakat akan tetap mengonsumsi benda berbahaya seperti narkoba, demi kepuasan semata tanpa memperdulikan bahaya yang akan ditimbulkan.

Sementara itu, para pengedar narkoba memanfaatkan fenomena ini sebagai ladang mencari keuntungan. Maka, tidak heran jika para pengedar tetap bisa mengendalikan bisnis narkoba dari lapas.
Terungkapnya pengedaran narkoba dari lapas adalah bukti lemahnya hukum peradilan saat ini.

Fakta ini jelas menggambarkan penjagaan lapas yang longgar. Dan, kongkalikong tentu ada dibalik fakta ini. Selain itu, hukum yang berlaku saat ini tidak menjerakan para pelaku, sehingga mereka meremehkan sanksi narkoba.

Berdasarkan fakta yang demikian, mustahil narkoba dapat diselesaikan dalam sistem sekularisme demokrasi. Satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan hanyalah sistem Islam.
Terkait masalah narkoba, Islam menghukumi benda tersebut dengan status haram.

Sebagian ulama mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain memandang bahwa narkoba haram karena mufattir, yaitu sesuatu yang dapat melemahkan akal dan jiwa. Sebagaimana hadist dengan sanad shahih dari Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Rasulullah SAW, melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”

Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqoha’, hal.342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang atau rileks (istirkha’) dan malas (tastaqul) pada tubuh manusia.

Ketika syariah telah menekankan keharaman atas sebuah benda, maka hukum ini akan menjadi paradigma umat Islam. Alhasil, individu mulim akan menjauhi narkoba karena keharamannya. Masyarakat Islam tidak akan menjadi tempat katalisator pengedaran narkoba karena sikap apatis sebagian masyarakat kapitalisme saat ini.

Justru, masyarakat Islam akan senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada pelaku kemaksiatan. Sehingga, baik pengedar maupun pemakai tidak memiliki celah untu bergerak.

Sementara, Khilafah (negara Islam) akan menjadi negara yang adil, negara yang tidak akan berkompromi sedikitpun dengan para pengedar, negara yang mencegah peredaran narkoba dengan melakukan edukasi kepada masyarakat, dan menerapkan sistem sanksi (uqubat) kepada para pelaku. Karena secara fakta penggunaan narkoba dapat merusak tubuh dan juga akal, maka sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir.

Hukuman ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim) dalam sistem pemerintahan Islam, misalnya dipenjara, dicambuk, dan lain-lain. Syeikh Abdurrahman Maliki dalam kitabnya Nizhamul Uqubat dan Syaikh Saud Al Utaibi dalam kitabnya Al Mausu’ah Al Jina’iyah Al Islamiyah, menjelaskan bahwa sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya.

Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Hukuman itu juga berbeda bagi pengedar narkoba, atau bahkan bagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.

Penerapan sanksi Khilafah akan menimbulkan dua efek sekaligus, yakni jawazir dan jawabir. Efek jawazir adalah efek pencegah karena hukuman akan dilakukan di khalayak umum, sehingga masyarakat merasa ngeri atas hukuman dan tidak ingin melakukan kemaksiatan yang serupa. Sedangkan, efek jawabir adalah efek penebus dosa bagi si pelaku dan mampu memberi efek jera kepadanya.

Dengan edukasi dari negara dan penerapan sanksi yang tegas, maka akan terbentuk masyarakat dan individu yang terbebas dari narkoba. Seperti inilah ketika Islam diambil sebagai ideologi. Islam memiliki solusi bijak yang mampu memberikan kebaikan dan penjagaan bagi akal manusia.[]

Oleh: Sabila Herianti
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments