Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pupuk Langka, Petani Merana



News.Tintasiyasi.com -- Sebagai negara agraria, Indonesia memiliki hampir 33,7%  lahan pertanian dari luas keseluruhan wilayah Indonesia. Bercampaur antara lahan pertanian kering, lahan pertanian kering campur semak, dan lahan perkebunan. Ibarat makanan pokok, pupuk dalam hal ini merupakan kebutuhan pokok bagi para petani. Baik untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk pertanian.

Pupuk subsidi yang biasa diterima petani kembali mengalami nasib yang buruk. Dimana terjadinya kelangkaan yaitu petani kesulitan mendapat pupuk bersubsidi di pasaran. Kelangkaan pupuk ini tentu membuat petani semakin merana. Kondisi ini bukan sekali ini saja terjadi, tetapi sudah pernah terjadi. Jika demikian, seharusnya sudah bisa diantisipasi. Namun, lagi-lagi tampaknya pihak tidak belajar dari pengalaman yang sudah-sudah.

Kisruh Pupuk Langka

Subsisi pupuk bagi para petani sudah dimulai sejak rezim Orde Baru. Ketika Presiden Soeharto memutuskan subsidi pupuk dengan tujuan swasembada pangan. Tujuan ini tercapai tahun 1984, dan beberapa tahun kemudian hingga Indonesia bebas dari ketergantungan impor pangan pokok. (www.dpr.go.id 02/08/2021)

Hingga saat ini kebijakan pemberian pupuk bersubsidi masih diberikan bagi para petani. Namun, di pasar kelangkaan pupuk subsidi sering terjadi dan meresahkan para petani. Bagaimana tidak, saat ekonomi yang sulit, petani justru kesulitan mendapatkan pupuk. Petani harus membayar pupuk dengan harga yang mahal jika ingin mendapatkan pupuk. Namun saat panen, harga komoditi justru anjlok. Jangankan meraup untung, bahkan petani merugi berkali lipat.

Dewan Perwakilan Rakyat sebagai penerus aspirasi rakyat, melalui ketua komisi IV DPR RI menyoroti perbedaan alokasi dan realisasi kontrak pupuk subsisidi antara Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia. Ia menduga kondisi itu menjadi penyebab kelangkaan pupuk subsidi. Sudin mengatakan, Kementan mengalokasikan pupuk subsidi sebanyak 7,85 juta ton pada 2023. Namun, dalam kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan Pupuk Indonesia, realisasinya hanya hanya 6,68 juta ton. Ini selisihnya kurang lebih 1,17 juta ton. Mau diapakan? Apa di pending atau dijual non subsidi? Atau apa? Jangan digantung masalah ini. Tegas Sudin. (www.cnnindonesia.com Rabu 30/08/2023)

Liberalisai Pupuk

Sesunguhnya masalah kelangkaan pupuk bukan sekadar ketidaksesuaian alokasi dengan realisasi. Kemudian diangkat isu ketidakmampuan PT Pupuk Indonesia selaku pihak yang dipercayakan menyediakan pupuk subsidi bagi petani. Pola ini sudah sering terjadi dan berulang. Harusnya masyarakat semakin jeli memahami pola yang sama. 
Dimana BUMN atau perusahaan negara dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemudian mulai digadang-gadang kemungkinan diambila alih oleh perusahaan swasta, baik swasta dalam negeri maupun swasta Asing. Dalam hal ini dikorbankan dulu kebutuhan masyarakat untuk mendukung isu yang bekembang.
PLN, Pertamina, dan Indosat sudah terlebih dahulu lengser melalui pola-pola kotor para kapitalis ini. Jika kemudian peluang pengadaan pupuk untuk kebutuhan para petani diserahkan kepada pihak swasta, bukankah harga kemudian menjadi naik. Tentu para kapitalis tidak mau rugi, keuntungan dengan mengorbankan perusahaan negara dan membawa nasib petani di ujung tanduk.

Kewajiban Negara Menjamin Kebutuhan Petani

Penerapan sistem batil kapitalis sekuler saat ini semakin membawa pada kemudaratan dalam semua aspek kehidupan. Perkara yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara kemudian diserahkan kepada pihak swasta. Dengan dalih kebutuhan rakyat meningkat dan negara tidak mampu memenuhinya. Bukankah seharusnya negara malu? Bukan kemudian mendapat keuntungan dari deal-deal di belakang layar.

Dalam sistem pemerintahan Islam, jelas bahwa seorang pemimpin atau imam wajib mengurusi dan bertanggungjawab terhadap seluruh rakyat di bawah kepemimpinannya. "Imam atau khalifah adalah pengurus, dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya” (HR. Muslim dan Ahmad).

Maka, dengan dorongan iman dan takwa setiap pemimpin akan berusaha secara maksimal memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan dukungan seluruh sistem yang ada, perkara pengadaan pupuk bukanlah hal yang sulit. Khalifah mendorong dan menyokong para intelektual untuk melakukan pengembangan teknologi pertanian. Jika pun dibutuhkan pabrik untuk pengadaan pupuk akan diwujudkan. Dengan pendanaan yang diperoleh dari pengelolaan seluruh sumber daya alam yang ada di wilayah. Dan tidak akan pernah diberikan kesempatan kepada pihak Asing untuk mengelola dan mengambil alih tugas negara.

Wallahu ‘alam.

Oleh: Ika Juita
(Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments