Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miris, Pemilu 2024 Banyak Bacaleg Mantan Napi Koruptor

NewTintaSiyasi.com -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 19 Agustus 2023 bahwa telah menemukan data nama sebanyak kurang lebih 15 mantan narapidana kasus korupsi dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif. Daftar bacaleg mantan napi koruptor tersebut akan mencalonkan diri pada pemilu 2024 di tingkat DPR, DPD, dan DPRD. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ICW, dapat dibuktikan bahwa hingga saat ini partai politik di Indonesia masih memberikan peluang kepada mantan narapidana kasus korupsi. Bahkan sangat disayangkan yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pihak KPU yang menutupi status hukum mereka (voaindonesia.com, 26/08/2023).

Media sosial pun tak kalah ramainya membahas permasalahan ini, apalagi pemilu 2024 semakin mendekati hari. Banyak pertanyaan yang muncul di jagat media sosial, salah satunya adalah perihal kegunaan dari SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Seperti yang diketahui bahwasannya izin narapidana untuk mencalonkan diri bakal caleg sudah diatur pada UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, pasal 240 ayat 1 huruf g, yang memperbolehkan mantan napi korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai bakal caleg DPR dan DPRD, tetapi dengan syarat harus mengumumkan kepada khalayak umum bahwa dirinya pernah mendapatkan sanksi hukum serta sudah selesai menjalani masa hukuman (cnnindonesia.com, 22/08/2023).

Problematika banyaknya mantan narapidana korupsi yang mendaftarkan diri sebagai bakal caleg di pemilu 2024 merupakan sebuah hipokrisi demokrasi. Karena berdasarkan teorinya bahwa demokrasi merupakan pemerintahan yang bersih dan transparan, pemimpinnya dipilih langsung oleh rakyat, dan merupakan pemimpin pilihan Tuhan. Namun, pada faktanya bahwa justru demokrasi begitu melindungi mantan napi koruptor. Narasi tentang pemberantasan korupsi terus disebarluaskan kepada rakyat, tetapi pada praktiknya justru sangat berkebalikan. Narapidana kasus korupsi diringankan hukumannya, bahkan setelah masa hukumannya selesai diperbolehkan lagi untuk mendaftarkan diri sebagai caleg.

Hukum yang telah dibuat oleh manusia memang sejatinya sangat penuh dengan kekurangan, jika terdapat kepentingan di dalamnya, maka dengan mudah mengubah bahkan menghapus. Karena kebenaran dan kesalahan dapat bersifat ambigu jika memakai hukum manusia, benar bisa jadi salah begitupun sebaliknya. Maka tidak mengherankan jika pada sistem saat ini pemberantasan korupsi hanyalah sebatas ilusi belaka. Sehingga sangatlah mustahil terdapat pemerintahan yang bersih saat ini.

Islam telah mengatur ketentuan akan konsep keadilan, bahwasannya khalifah atau pemimpin haruslah memiliki salah satu syarat dari pemimpin yaitu adil, karena keadilan dari penguasa merupakan hal yang sangat penting. Adil dalam islam diartikan sebagai orang yang menegakkan hukum dari Allah, baik untuk dirinya sendiri dan juga seluruh masyarakat. Agar bisa menciptakan pemerintahan yang bersih tidaklah cukup hanya dengan memilih seorang pemimpin dengan track record yang bersih, bertakwa, dan beriman. Karena sebersih apa pun kalau masuk ke dalam sistem yang kotor, maka akan menjadi kotor juga akhirnya. Sehingga,  hal yang utama adalah dengan membersihkan sistem pemerintahannya dulu yaitu dengan mengganti sistem motor tersebut.

Sistem Islam merupakan sistem pemerintahan yang bersih dan adil. Mekanisme untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih telah diatur langsung oleh Allah SWT. Pada sistem islam, orang yang bersih, jujur, dan adil yang diperbolehkan mendapatkan kedudukan sebagai penguasa, pejabat, dan pegawai. Apabila terbukti melakukan tindakan korupsi atau kriminal lainnya maka tidak diperbolehkan, bahkan dilarang menjabat dalam pemerintahan. Seluruh anggaran masuk dan keluar pejabat juga dalam pengawasan seorang khalifah/pemimpin. Apabila terbukti melakukan korupsi, maka akan diumumkan kepada khalayak umum, hartanya di sita dan hukuman takzir akan diberikan. Takzir dapat berupa hukuman penjara, pengasingan bahkan hukuman mati. Dengan adanya sanksi hukum yang tegas akan melahirkan efek jera dan sebagai bentuk penebus dosa. Mekanisme sistem ini tidak dapat dijalankan dengan menggunakan sistem lain kecuali sistem Islam.

Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Sri Murwati 
(Pegiat Pena Banua)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments