Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal UHC Award




TintaSiyasi.com -- Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang mendasar yang wajib diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Karena itu Pemkab Bandung berkomitmen dan menaruh perhatian besar kepada sektor ini, salah satunya dengan memulai pembangunan RSUD Bedas Pacira di wilayah Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali. Proyek ini  diharapkan akan bisa beroperasi pada bulan Agustus tahun depan. (detikjabar, 25/8/2023)

Beberapa waktu lalu tepatnya bulan Maret 2023 Bupati Bandung Dadang Supriatna, meraih penghargaan Universal Health Coverage (UHC) Award dari Pemerintah Pusat. Dengan prestasi bahwa di Kabupaten Bandung sudah ada 96,89% atau 3.542.004 dari total 3.655.878 jiwa penduduk yang terdaftar menjadi peserta JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat). Hal ini sejalan dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2022 yang menargetkan 98% penduduk Indonesia dapat terlindungi kesehatannya di tahun 2024 melalui program tersebut. 

Untuk itu pemerintah baik pusat ataupun daerah wajib menyediakan layanan kesehatan bagi semua rakyatnya.  Melalui penghargaan UHC Award nampak jelas bahwa negara menaruh perhatian besar terhadap bidang kesehatan masyarakat ini. Walaupun hanya  dinilai dari jumlah kepesertaan penduduk dalam JKN-KIS. Padahal setiap warga dalam  sebuah populasi mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan  pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif berkualitas dengan biaya terjangkau. 

Namun sayangnya, negara berlepas tangan dan mengalihkan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada badan/lembaga yang mempunyai kemampuan untuk membiayai pelayanan kesehatan. Dalam hal ini peran JKN yang dilakukan oleh BPJS secara tidak langsung  telah mengambil tugas negara dalam menjamin hak rakyat tersebut. Padahal sejatinya, lembaga ini sama dengan asuransi pada umumnya. 

BPJS sendiri lahir lewat UU No.24 Tahun 2011 yang diundangkan sebagai pelaksanaan ketentuan UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) pasal 5 ayat (1) dan pasal 52 ayat (2). Yang diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan,  manfaat dan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. 

Tujuan BPJS yang ideal ini kontradiktif dengan yang terjadi di lapangan. Karena faktanya hanya melayani peserta yang membayar iuran/premi bulanan. Jika tidak membayar ataupun menunggak akan dikenai denda 2% per bulan maksimal enam bulan. Jika tidak dibayar maka pelayanan akan  dihentikan dan dijatuhkan sanksi. Selain itu, pelayanan yang diberikan juga cenderung diskriminatif contohnya ada pembeda antara anggota PBI (Penerima Bantuan Iuran) dengan selainnya, hal ini nampak dari pembagian kelas I, II, dan III. 

Dengan kelas yang berbeda maka akan lain juga pelayanan yang diberikan. Hal ini bisa terlihat dari antrean pasien BPJS sering mengular panjang, sementara yang umum/mandiri terlihat lengang. Artinya harga menentukan baik buruknya layanan yang diberikan.

Hal seperti itu adalah wajar karena BPJS  bukan hanya mengurusi kesehatan saja, tapi juga turut menjadi sumber keuangan sejumlah perusahaan BUMN bahkan swasta. Iuran yang dibayarkan tidak seluruhnya disalurkan pada bidang kesehatan tapi juga pada perusahaan yang membutuhkan suntikan modal.  Maka tidak heran jika lembaga ini sering dijuluki penyedot uang rakyat karena keberadaannya ternyata untuk  membiayai korporasi.

Fakta ini tentu sangat menyesakkan dada karena negara hanya berperan sebagai regulator/pembuat aturan, sementara  yang melaksanakannya adalah swasta. Mulai dari pelayanan, administrasi, hingga penyedia tenaga medis, yang pastinya mempertimbangkan untung rugi. Bidang ini dianggap sebagai lahan bisnis yang tidak akan pernah merugi, sehingga tidak heran banyak rumah sakit swasta yang berdiri dengan fasilitas kesehatan yang fantastik. Di Kabupaten Bandung sendiri ada 11 rumah sakit yang setengahnya dikelola swasta.

Pelayaan pada bidang kesehatan seharusnya menjadi tanggung jawab negara karena termasuk kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Namun faktanya pada negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme, pelayanan hanya diberikan sebatas regulasi saja tanpa memastikan apakah hak rakyat sudah terpenuhi atau belum.

Sangat jauh berbeda dengan pelayanan dan jaminan kesehatan dalam Islam. Sistem warisan Nabi saw. ini terbukti mampu memberikan pelayanan kesehatan terbaik selama 13 abad. Banyak sejarawan non muslim mengakui keberhasilannya. Jaminan pelayanan kesehatan warga bertumpu pada APBN dalam sistem Islam (baitulmal), yang sumber pemasukkannya ditentukan syariah Islam. Selain itu pemimpin dalam sistem Islam bertanggung jawab terhadap kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Nabi saw. bersabda:
"Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Jaminan kesehatan dalam Islam mempunyai tiga prinsip. Pertama, berlaku umum tidak ada kelas tidak ada diskriminasi. Kedua, bebas biaya, negara tidak memungut biaya untuk pelayanan yang diberikannya alias gratis. Ketiga, seluruh rakyat diberi kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip ini sudah dicontohkan Nabi saw. dan para khalifah setelahnya. Saat Nabi saw. mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menggunakannya untuk menangani masalah kesehatan seluruh warganya.

Dari sini terbukti bahwa Islam  mampu mewujudkan sistem jaminan kesehatan bagi seluruh warga. Penerapan syariah Islam dalam bidang ekonomi akan memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar warga. Umat pun  tidak akan merasakan diskriminasi, antrean yang panjang dan menunggu jadwal yang lama. Bukankan ini keadaan yang didamba setiap orang? Maka sudah saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme dan beralih pada sistem Islam.
Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments