Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menjadi Produsen Halal Terbesar, Jangan Sekadar Kepentingan Ekonomi

TintaSiyasi.com -- Indonesia bertekad  menjadi produsen halal terbesar di dunia pada tahun 2024. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin saat menghadiri pengukuhan pengurus Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah  (KDEKS ) di Anjong Monmata, Kompleks Pendopo Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Kamis,7/9/2023. Beliau juga menyebutkan bahwa selama ini Indonesia hanya menjadi pemberi sertifikat halal.

Hal senada juga disampaikan oleh Deputi III Kepala Staf Kepresidenan, Panutan Sulendrakusuma. Ia menyatakan Presiden Joko Widodo menginginkan Indonesia  menjadi pusat Industri Halal pada 2024.  Ia juga mengatakan pentingnya  Indonesia mewujudkan ekosistem halal, demi mewujudkan Impian presiden (ksp.go.id, 26/8/2023).

Masih menurutnya, salah satu aspek yang perlu didorong untuk mewujudkan ekosistem halal tersebut adalah dengan percepatan proses setifikasi halal untuk Usaha Mikro dan Kecil dengan target 10 juta pelaku UMKM.

Apa yang menjadi target pemerintah adalah sesuatu yang baik dan wajar mengingat Indonesia merupakan negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.  Namun  apa yang menjadi motif dari keinginan tersebut masih harus diperhatikan. Apakah motif keterikatan pada aturan Allah atau sebenarnya ada motif lain?

Motif Ekonomi vs Motif Hukum Syarak
 
Menteri Keuangan Sri  Mulyani Indarwati mengatakan bahwa jumlah penduduk muslim  Indonesia berjumlah 230 juta merupakan pasar konsumen terbesar di dunia.  Dan jika terus dikembangkan maka akan mampu mendorong produk domestic bruto (PDB) dan ekonomi akan tumbuh lebih cepat (cnbcindonesia.com, 29  Agustus 2023).

Hal ini sesuai dengan meningkatnya kesadaran umat Islam terkait kehalalan suatu produk, tidak hanya dalam memilih makanan/minuman, kosmetik,  tapi juga jasa perbankan. Umat Islam saat ini lebih tertarik pada produk-produk berlabel halal.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2021 ada sekitar 1,9 milyar muslim di seluruh dunia menghabiskan sekitar US$ 2 triliun untuk produk halal dan diperkirakan  pengeluran umat Islam di sektor Halal akan tumbuh 7,8%  sekitar US$ 3 triliun pada 2025 dan US$ 4,9  Triliun pada 2030. Dalam sistem ekonomi Kapitalis tentu saja hal ini menjadi satu pertimbangan yang sangat penting. Sedangkan alasan wajibnya seorang muslim untuk sentiasa mengkonsumsi makanan halal tidak disinggung sama sekali. 

Setiap yang Halal Pasti Berkah

Perintah untuk makan makanan yang halal secara gamblang telah tercantum di dalam Al-qur’an. Bahkan perintah ini tidak hanya ditujukan untuk umat Islam saja melainkan untuk seluruh manusia.  Tak hanya halal tapi juga thayyib ( baik).

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ - ١٦٨

Artinya: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata."

Secara umum apa yang telah Allah ciptakan adalah halal  untuk dikonsumsi manusia, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Adapun makanan haram ada dua macam, yakni haram sebab zatnya seperti babi, bangkai dan darah yang disebut dalam Surat Al-Maidah ayat 3 dan 2. Ada pula keharaman bukan  karena  dari zatnya melainkan dari cara perolehannya. Seperti makanan hasil curian.

Aspek kehalalan haruslah menjadi perhatian setiap muslim. Baik halal dari zatnya ataupun halal dari perolehannya. Sebab perintah ini adalah perintah dari Allah yang harus dilakukan berdasarkan ketaqwaan kepadaNya.  Setiap hukum yang bersumber dari Sang Maha Pencipta pastilah yang terbaik dan akan membawa kemaslahan dan keberkahan.

Butuh Peran Negara

Hadirnya negara dalam memastikan kehalalan segala sesuatu secara mutlak dibutuhkan.  Negara, sebagai institusi terbesar memiliki mewenang dan kemampuan untuk menjauhkan barang-barang haram dari rakyatnya.  
Terhadap zat-zat yang memang haram untuk digunakan maka negara harus menghilangkan peredarannya dari rakyat dan mencari pengganti dengan mengupayakan dari zat-zat yang halal.  Riset-riset ilmiah harus digencarkan dan ditingkatkan kualitasnya. Pabrik-pabrik khamar harus ditutup bukan malah diberi izin berdiri dengan alasan sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat.

Adapun terhadap aktivitas yang bisa mendatangkan keharaman maka negara berkewajiban menghilangkan peluang terjadinya aktivitas tersebut. Negara harus mensejahterakan rakyatnya, menutup sumber-sumber penghasilan yang hukumnya haram, seperti perjudian, pencurian, tempat-tempat sesajian dan lainnya. Negara juga harus memberi sanksi terhadap anggota masyarakat yang masih mengkonsumsi makanan haram atau pun melakukan aktivitas haram. 

Penutup
Berkomitmen untuk menjadi produsen halal adalah sesuatu yang menggembirakan. Terutama jika dilakukan dalam level negara. Pasti akan memberi hasil yang lebih besar dan menjangkau masyarakat lebih luas. Namun tempat berpijak komitmen tersebut haruslah didasarkan pada keterikatan pada hukum syarak dengan dorongan ketaqwaan.

Kebijakan yang didasarkan pada faktor ekonomi atau kemaslahatan semata tidak akan mendatangkan keberkahan. Kering dan gersang dari nilai-nilai keimanan. Dan secara pasti tidak akan bertahan lama manakala ada kemaslahatan lain yang dipandang  lebih besar. 
Wallahu A’lam bisShawab.


Oleh: Widya Hartanti, S.S.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments