Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menghentikan Kekerasan dalam Pendidikan

TintaSiyasi.com -- Fenomena kekerasan dalam lembaga pendidikan memang sudah sangat mengkhawatirkan. Baik kekerasan verbal, fisik hingga seksual semakin banyak dan semakin beringas. Merespon situasi yang membahayakan ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim merilis Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).   
 
Permendikbudristek PPKSP yang merupakan bagian dari Merdeka Belajar Episode ke-25 ini disahkan sebagai payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan agar kekerasan seksual, perundungan serta diskriminasi dan intoleransi dapat dicegah dan ditindak secara tegas. (antaranews.com, 08/8/2023)

Mengurai Akar Persoalan

Harus dipahami bahwa perilaku kekerasan tidaklah berdiri sendiri, sebab pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak baik itu negara, tenaga pendidik, masyarakat, orang tua hingga anak itu sendiri. Sebagai pemilik kekuasaan sekaligus membuat kebijakan dalam pendidikan, negara menjadi pihak yang paling besar untuk mengevaluasi kebijakan yang sudah diterapkan selama ini.

Sudah banyak aturan-aturan berkaitan dengan pencegahan kekerasan yang pernah diberlakukan. Diantara regulasi yang mengatur hal ini ialah UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Selain itu pemerintah juga menetapkan program yang bertujuan melindungi anak dari kekerasan, seperti Sekolah Ramah Anak, Kota Layak Anak, Pendidikan Karakter, dan Revolusi Mental. Termasuk menggagas Kurikulum Merdeka dan Pelajar Pancasila.

Sayangnya berbagai aturan tersebut gagal menyelesaikan persoalan kekerasan di dunia Pendidikan. Faktanya sejak diberlakukan, kekerasan bukannya semakin berkurang malah semakin bertambah. Di saat yang sama, guru sebagai tenaga pendidik lebih fokus menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, untuk mencapai standarisasi yang ditetapkan pemerintah tanpa memperhatikan perilaku yang terbentuk pada peserta didik. Apakah mereka sudah berperilaku dengan baik hingga mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan benar. Disisi lain yang membuat miris saat ini, guru juga menjadi pelaku kekerasan terhadap siswa didiknya. 

Adapun rumah, peran orang tua khususnya ibu sebagai pendidik generasi, sudah semakin terabaikan. Banyak ibu yang harus ikut berjuang mencari nafkah karena hidup dalam kemiskinan. Sementara itu ada banyak ibu yang terpengaruh arus pemberdayaan ekonomi perempuan yang dicanangkan pemerintah hingga disibukkan bekerja untuk eksistensi diri sekaligus menambah penghasilan keluarga. 

Kehidupan sosial pun yang cenderung individualis, egois, dan apatis menjadikan generasi kurang memiliki kepekaan sosial dan empati terhadap teman. Maka tidak mengherankan dengan lepasnya tanggung jawab negara, Masyarakat, tenaga pendidik dan orang tua, peserta didik berperilaku amoral hingga tega melakukan kekerasan. 

Hakikatnya, problem rusaknya moral generasi sejatinya berakar pada paradigma salah yang mendasari pendidikan kita hari ini yakni Kapitalis-Sekuler. Cara pandang Kapitalis-Sekuler telah menjadikan standar keberhasilan pendidikan diletakkan pada ukuran materi. Nilai agama dan moral pun dijauhkan dari pendidikan karena dipandang tidak memberikan pengaruh terhadap nilai materi. Pandangan ini pula yang dimiliki oleh orang tua mereka bahwa generasi sukses adalah generasi yang mampu menghasilkan materi sebesar-besarnya. 

Ketika marak terjadi kekerasan di kalangan generasi, negara yang seharusnya berperan sebagai pelindung malah menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menyentuh akar masalah yang paradigmatik ini. Sejatinya solusi tuntas persoalan kekerasan hanya terwujud jika negara memberikan solusi menyeluruh dan mendasar.

Pandangan Islam

Islam memiliki solusi tuntas terhadap terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Sebab pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa bukan hanya banyak menguasai ilmu, namun pengetahuan yang dimilikinya akan membangun pemahaman keimanan yang akan menjadi pondasi perbuatannya.

Dalam kitab Usus al Ta'lim Al Manhaji disebutkan tujuan pendidikan adalah pertama membentuk kepribadian Islam bagi peserta didik. Kedua, membekali peserta didik dengan tsaqofah Islam. Ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu kehidupan seperti sains dan teknologi.

Jadi, fungsi strategis pendidikan tidak hanya mentrasnfer berbagai pengetahuan seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun lebih dari itu pendidkan adalah instrumen pembentuk peradabam dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat.

Pendidikan yang baik dan berkualitas membutuhkan kehadiran negara sebagai penganggung jawab. Rasulullah SAW bersabda, “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya”. (HR Al Bukhari)

Tanggung jawab negara dalam masalah Pendidikan meliputi tiga perkara : pertama menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan cukup baik jumlah maupun jenisnya. Semua fasilitas tersebut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan bisa didapatkan seluruh rakyat secara gratis. 

Kedua, negara wajib menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni. Negara akan memastikan kemampuan dan kecakapan guru dalam mengajar. Negara juga memastikan guru menjadi teladan bagi peserta didik dan memahami tujuan pendidikan Islam sebagai mana yang ditetapkan negara. 

Ketiga, menerapkan kurikulum berbasis yang akidah Islam, kurikulum pendidikan wajib berlandaskan Islam dalam seluruh materi pelajaran dan metode pelajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut. Sekalligus memastikan peran ibu sebagai pendidik berjalan optimal, caranya negara memastikan penanggungjawab keluarga yakni ayah/suami memiliki pekerjaan layak dan mendapat penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarganya. Demikianlah cara Islam melahirkan generasi tangguh. Wallahua’lam.


Oleh: Ahyani R., S.Pd.
Pegiat Literasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments