TintaSiyasi.com -- Hiruk-pikuk para elit politik jelang pemilu 2024 sudah terasa. Berbagai partai politik (parpol) saling berkoalisi mengusung beberapa pasangan calon (paslon) menjadi orang nomor satu di negeri ini. Bahkan ada koalisi parpol yang sudah melakukan deklarasi menyatakan pada publik siapa pasangan presiden dan wakil presiden usungan mereka.
Namun tak hanya itu saja yang menjadi sorotan masyarakat. Pencalonan mantan napi korupsi sebagai anggota legislatif pun jadi polemik. Adanya aturan yang memperbolehkan mantan koruptor menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) juga tak luput dari sorotan. Yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif hanya perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan (nasional.kompas.com/12/09/2022).
Berdasarkan catatan Indonesian Corruption Watch (ICW), setidaknya ada 15 mantan terpidana korupsi dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif (bacaleg) yang telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Agustus 2023. Bacaleg mantan terpidana kasus korupsi tersebut akan mencalonkan diri dalam pemilu 2024 di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka berasal dari berbagai parpol. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana pun menilai bahwa parpol masih memberikan karpet merah pada mantan koruptor ( voaindonesia.com/26/08/23).
Bahkan KPU terkesan menutupi status hukum mereka dengan alasan hak asasi manusia (HAM). Yakni berdasarkan UU HAM pasal 43 ayat (1) Pasal 43 Ayat (1) UU HAM pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu.
Langkah pemilu 2024 sangat berbeda dengan pemilu 2019 lalu. Pada pemilu 2019, KPU melarang mantan koruptor. Namun pemilu 2024 dibolehkan. Pada pemilu 2019, KPU melarang eks koruptor mencalonkan diri sebagai peserta Pemilu 2019. Larangan itu diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Muncul pro dan kontra. Pihak yang kontra justru dari para mantan pelaku korupsi. Aturan larangan napi korupsi mencalonkan diri di Pemilu 2019 itu pun digugat oleh sejumlah pihak, di antaranya para mantan napi korupsi. Akhirnya, PKPU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan itu bertentangan dengan UU Pemilu.
Hal ini menunjukkan langkah penyelenggaraan pemilu 2024 mengalami kemunduran dan tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel. Seakan-akan pula tidak ada rakyat yang layak mengemban amanah. Dan jika pada akhirnya para mantan koruptor itu lolos dan ditetapkan dalam DCT maka probabilitas masyarakat dalam memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil. Bisa jadi kesempatan korupsi terulang kembali.
Inilah potret kehidupan berpolitik dalam sistem sekuler-demokrasi. Yang dinilai bukanlah yang memiliki takwa kepada Allah tapi siapa pun yang punya duit. Karena urusan politik dipisahkan dari aturan agama. Kriteria pemimpin pun hanya bertumpu pada popularitas dan kekayaan. Sekalipun mereka para mantan koruptor. Alasan diperbolehkan mantan koruptor jadi bacaleg pun berlandaskan aturan-aturan mutlak buatan manusia yang tidak akan pernah sempurna. Banyak salah dan lupa. Tak heran aturan gonta-ganti seenaknya menuruti kepentingan manusia. Selama ada keuntungan materi apapun akan dilakukan sekalipun akan membahayakan masa depan rakyat yang akan dipimpinnya. Politik yang diemban kering dari nilai-nilai agama.
Tujuan politik dalam sistem sekuler-demokrasi hanya untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya melalui kedudukan dan kekuasaan yang telah diraih. Sehingga ketika menjadi wakil rakyat orientasinya tidak untuk ibadah kepada Allah apalagi amanah terhadap rakyat yang dia pimpin.
Selain itu kasus korupsi akan berulang. Apalagi sanksi yang diterapkan tidak tegas sehingga tidak berefek jera bagi pelaku korupsi. Hanya sanksi penjara dan masih ada kemungkinan mendapatkan remisi. Hal ini menunjukkan sistem sekuler-demokrasi sangat ramah dengan koruptor sehingga koruptor masih bisa mendapatkan kedudukan tinggi dihadapkan publik.
Tentu saja, hal tersebut berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang berasal dari aturan-aturan Allah yang sudah pasti sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Aturan Islam mencegah munculnya individu melakukan kemaksiatan.
Sistem Islam mencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas melalui sistem pendidikan, yang menjadikan manusia bertakwa dan berakhlak mulia sehingga manusia tidak berani melakukan kemaksiatan yang bisa berakibat fatal pada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Sebab mereka yang akan melanjutkan kepimpinan Islam membangun peradaban unggul dan gemilang.
Sistem Islam juga mempunyai cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah korupsi. Mulai dari mencegah sampai mengatasi masalah itu. Hal tersebut diperhatikan, mulai dari pemberian gaji yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, perhitungan kekayaan hingga pengawasan masyarakat, serta sanksi yang tegas yang berefek jera. Dengan adanya sanksi tersebut, para koruptor akan kapok mengulangi perbuatannya dan bertobat. Sedangkan yang belum terkena kasus korupsi, tidak akan berani mencoba melakukannya. Dalam Islam sanksi bersifat zawajir (pencegahan) dan penebus dosa (jawabir).
Dan kriteria pemimpin dalam sistem Islam yang dipilih adalah muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka (bukan budak atau tidak berada dalam kekuasaan pihak lain, adil ( bukan orang fasik/ahli maksiat), mampu (punya kapasitas menjadi pemimpin). Makna khusus dari kriteria tersebut yakni muslim, menunjukkan bahwa pemimpin harus orang yang beriman dan bertakwa. Sehingga mereka amanah terhadap rakyat dalam menjalankan peran sebagai pemimpin. Semua kriteria tersebut disebut dengan syarat-syarat in'liqad (pengangkatan) yang didasarkan pada Al Qur'an dan Aa Sunnah. Dengan diterapkan sistem Islam dalam kehidupan bernegara maka kriteria pemimpin yang adil dan bijaksana akan didapatkan.
Oleh : Alfiana Prima Rahardjo, S.P.
0 Comments