TintaSiyasi.com - Gemah ripah loh jinawi, kalimat inilah yang menggambarkan betapa kayaknya negeri ini, tapi faktanya kemiskinan masih selalu menghantui negeri ini.
Dilansir TribunNwesSultra.com (Rabu, 16/8/2023), Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh menyinggung soal angka kemiskinan di Sultra. Abdurrahman Shaleh menyebut berdasarkan data BPS, angka kemiskinan di Sultra mengalami peningkatan. Data menunjukkan pada Maret 2023 persentase penduduk miskin di Sultra sebesar 11,43 persen atau naik sebesar 0,26 persen dari tahun sebelumnya di bulan yang sama. Jika dikuantifikasi, terdapat sekitar 321.530 orang penduduk miskin pada tahun 2023 ini, atau naik sekitar 11.740 orang dari tahun sebelumnya di bulan yang sama. Menurut dia, hal tersebut menjadi tugas rumah dan memerlukan langkah penanganan Pemprov Sultra. Namun, ia juga mengapresiasi pencapaian pemerintah, dimana tahun ini berbagai indikator mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan akan tumbuh lebih baik hingga level 5,3 persen.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang menyita perhatian penduduk di negeri, dan masih menjadi PR bagi pemerintah. Karena di Indonesia sendiri masalah kemiskinan bagaikan sebuah penyakit yang entah kapan akan mulai menunjukkan penyembuhan.
Data kemiskinan yang turun naik sering terjadi pada sistem demokrasi-sekuler saat ini. Kenaikan data biasanya terjadi jika pemerintah sedang giat-giatnya membagikan bantuan sosial (Bansos), dengan alasan beragam mulai dari pengentasan kemiskinan hingga kampanye politik. Sebaliknya penurunan data biasanya terjadi jika ingin mendapatkan reward (penghargaan) tertentu. Tetapi fakta di lapangan, kemiskinan terus tumbuh seiring dengan ketersediaan lapangan kerja. Diperparah dengan naiknya harga kebutuhan pokok, sehingga kemiskinan semakin meningkat.
Sejatinya permasalahan kemiskinan ini semakin membuktikan kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, penyebab utama kegagalan tersebut adalah akibat sistem ekonomi kapitalisme dibangun atas prinsip selfishness, yaitu mengutamakan kepentingan individu melalui sistem kompetisi dan persaingan yang cenderung tidak merata.
Di sisi lain, sistem ini membuat negara lepas tanggungjawab akan kebutuhan pokok yang mana masyarakat harus menanggung beban hidup masing-masing. Padahal persoalan urusan kebutuhan pokok masyarakat adalah menjadi tanggung jawab pemimpin.
Kapitalisme sistem yang diadopsi oleh Indonesia baik dalam bidang politik maupun ekonominya, membuat negara hanya berperan sebagai regulator antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha agar terjadi keselarasan. Tapi faktanya, negara lebih mengedepankan kepentingan pengusaha atau pemilik modal daripada kepentingan rakyatnya.
Sumber daya alam Indonesia pun melimpah ruah, namun belum nampak kesejahteraan yang diberikan pada masyarakat. Tingkat pengangguran dan kemiskinan masih sangat tinggi, keadilan tidak merata dalam mata hukum, kekeringan spiritual yang melanda generasi muda hingga menyebabkan krisis moral dan perilaku.
Semua ini akibat hegemoni kapitalisme yang merupakan akar dari semua permasalahan ini. Alhasil tidak akan ada perubahan selama sistem kapitalisme masih diterapkan di Indonesia.
Serangkaian permasalahan kemiskinan tersebut belum memiliki solusi jitu, kecuali jika sistem yang ada saat ini diganti dengan sistem Islam. Yang mana sistem Islam mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan itu benar-benar dilakukan oleh para pemimpinnya.
Islam memiliki mekanisme dalam mengentaskan kemiskinan melalui beberapa sistem ekonominya, di antaranya:
Pertama, Islam memberikan jaminan kebutuhan pokok seperti, sandang, pangan, dan papan kepada setiap warga negaranya secara tidak langsung. Realisasi jaminan ini adalah setiap laki-laki warga khilafah yang memiliki kewajiban menanggung nafkah akan disediakan kepada mereka lapangan pekerjaan yang terbuka luas karena khilafah akan mengelola kekayaan alamnya secara mandiri. Dari sektor ini pasti membutuhkan tenaga ahli dan tenaga terampil dalam jumlah banyak. Selain itu khilafah juga memberi subsidi baik berupa modal, subsidi pupuk dan peralatan pertanian untuk para petani. Dari kebijakan inilah para laki-laki bisa memenuhi kebutuhan keluarganya secara makruf.
Kedua, jaminan kebutuhan dasar publik. Seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan semua ini akan ditanggung oleh negara secara langsung. Biaya kepemilikan ini diambil dari pos kepemilikan umum, Baitul Mal khilafah. Konsep ini membuat warga khilafah, baik warga miskin maupun orang kaya bisa mengakses kebutuhan tersebut secara gratis serta berkualitas.
Ketiga, Islam menerapkan pembatasan kepemilikan, yakni ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Secara politis pembatasan ini akan menutup celah hegemoni kapital untuk menguasai harta kepemilikan umum.
Dan yang keempat, kemiskinan bisa teratasi melalui distribusi zakat dari pos zakat Baitul Mal khilafah yang diurus negara.
Konsep yang demikian akan mampu menyelesaikan kemiskinan di negeri ini. Salah satu buktinya, ketika masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan orang yang berhak menerima zakat. Di sisi lain, Islam juga mengajarkan kepada manusia untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan. Sikap seperti inilah yang dimiliki oleh setiap umat Muslim termasuk para Agniya atau orang-orang kaya dalam khilafah. Sehingga kekayaan yang mereka miliki bukan dikeluarkan untuk kepentingan pribadi. Namun mereka gunakan untuk membantu kaum Muslim lainnya dan kemuliaan Islam.
Hanya dengan Islam sebagai sistem pemerintahan yang mampu membawa kemaslahatan bagi umat, semua pemenuhan untuk kebutuhan manusia, selalu berpegang teguh pada Al-Qur'an dan hadis. Perjuangan mewujudkan kembali sistem Islam perlu diperjuangkan untuk mengakhiri berbagai kesengasaraan yang diakibatkan oleh tatanan kapitalisme global untuk mecapai kesejahteraan hakiki bagi masyarakat dunia. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Hamsia
Aktivis Muslimah
0 Comments