Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Keluarga sebagai Pencegah Kekerasan Seksual, Efektifkah?


 

Tintasiyasi.com -- Miris, selama tahun 2023, Komnas Perlindungan anak menerima 2.739 laporan kekerasan seksual, 52 persen pelaku orang terdekat korban (Republika.co.id, 27/8/2023).

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indra Gunawan mengatakan keluarga dan masyarakat bisa berperan dalam mencegah tindak kekerasan seksual (TPKS).

Orang tua bisa menyediakan ruang aman bagi keluarga. Peran keluarga dengan mengedukasi dan membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia dan Asosiasi Psikologi Forensik, Ratri Kartikaningtyas mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan orang terdekat korban karena ada relasi kuasa yang merugikan pihak korban.
 
Buah Penerapan Sistem Sekuler
 
Keluarga memang bisa  berperan dalam pencegahan kekerasan seksual. Namun kasus ini marak bukan semata lemahnya iman atau kurangnya literasi. Kekerasan seksual merajalela, sejatinya buah penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem yang menafikan peran agama dalam kehidupan. Orientasi kebahagiaan semata mendapat kesenangan jasmani tanpa peduli halal haram.
 
Rumah sebagai madrasah pertama kehilangan fungsi. Orang tua berjibaku  memenuhi kebutuhan ekonomi, tugas membekali anak dengan pendidikan agama terabaikan. 
 
Media massa menyajikan konten yang membangkitkan syahwat. Pornografi dan pornoaksi meracuni pemikiran masyarakat.  Sistem pergaulan menganut  pergaulan bebas, kehidupan laki-laki dan perempuan bercampur, pacaran, selingkuh hingga zina dianggap lumrah.

Sistem sanksi juga tidak tegas, korban kekerasan seksual jarang mendapat rasa keadilan. Maraknya kekerasan seksual bukan karena minimnya peran keluarga semata, tapi  buah penerapan sistem sekuler kapitalisme.
 
Islam Solusi Tuntas Kekerasan Seksual
 
Islam sebagai mabda memiliki sistem yang lengkap dan menyeluruh untuk mengatur kehidupan, termasuk kekerasan seksual.  Islam memiliki tiga pilar penjagaan, yakni keluarga, masyarakat dan negara dengan perannya masing-masing. Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak.

Orang tua wajib menanamkan akidah Islam hingga terbentuk kesadaran pada anak sebagai hamba Allah yang terikat syariat. Orang tua harus membekali anak dengan syariat, seperti memisah tempat tidur anak ketika usia 7 tahun, tidak mengumbar aurat dan menutup aurat dengan benar, mengenalkan mahram, tidak berkhalwat. Aturan ini menjaga anak dari kemaksiatan.
 
Masyarakat berperan dalam amar makruf nahi munkar dan saling menolong dalam kebaikan. Masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan Islam. Kondisi ini mendorong masyarakat tidak akan membiarkan terjadinya kemaksiatan.
 
Negara berperan menerapkan syariat Islam, dari sistem ekonomi, permediaan, sistem pergaulan dan sistem sanksi. Kejahatan  muncul karena tidak terpenuhi kebutuhan dasar masyarakat, maka negara wajib memenuhinya. Negara  menyiapkan lapangan pekerjaan bagi tiap laki-laki sehingga bisa  memenuhi kebutuhan pokok secara makruf. Tugas istri fokus sebagai pendidik generasi.

Negara menerapkan sistem pergaulan Islam hingga terjaga kesucian masyarakat. Larangan ihtilat, campur baur laki perempuan tanpa hajat syar’i, larangan berkhalwat, larangan tabarruj dan berzina.

Negara juga melindungi masyarakat dari konten yang merusak jiwa dan akal masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi. Media  difokuskan untuk edukasi dan menumbuhkan kecintaan terhadap Islam dan meningkatkan taraf berpikir masyarakat.
 
Dengan penjagaan tersebut, ketika masih ada yang melanggar, maka ada sistem sanksi yang tegas. Sistem sanksi  berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) karena memberi efek jera.

Pemberantasan kekerasan seksual tidak cukup  diserahkan pada keluarga, tapi harus ada masyarakat dan negara. Dan itu terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.[]

Oleh: Ida Nurchayati
(Aktivis Muslimah)
 


 
 
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments