Tintasiyasi.com -- Entrepreneurial University menurut Ruiz (2020) Entrepreneur University memiliki bermacam-macam definisi:
Pertama, Etzkowitz (1983), universitas dapat mendapatkan sumber pendanaan baru, bentuknya bisa paten, kontrak riset, transfer teknologi, partnership dengan industry.
Kedua, R€opke (1988), Entrepreneur University dapat berarti 3 hal yaitu: universitas itu sendiri yang menjadi entrepreneur, university member (dosen, mahasiswa, staff) yang menjadi entrepreneur, dan interaksi universitas dengan lingkungan (termasuk industri) yang mengikuti pendekatan entrepreneurial.
Ketiga, Jacob et al (2003), Entrepreneur University merupakan komersialisasi dalam pendidikan, pelayanan, pengabdian, dan juga komersialisasi seperti paten, lisensi.
Sedangkan Menurut Feola, Parente, Cucino (2020), Entrepreneur University dilihat dari: Jumlah paten yang diraih oleh universitas, jumlah akreditasinya (nasional dan international), adanya academic incubator, banyaknya jasa konsultasi, kontrak riset dengan swasta atau funding luar (MoU dalam dan luar negeri untuk pendanaan riset), jumlah konsorsium, asosiasi partisipasi untuk meningkatkan transfer teknologi.
Jadi, entrepreneurial university maknanya adalah membuat perguruan tinggi negeri berbasis profit dan tujuan ekonominya yang lebih dominan. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa semua kampus di seluruh dunia menggunakan konsep tersebut?
Maka, untuk menjawab pertanyaan ini tentunya harus melek fakta kapitalisasi kepakaran akademik yang menjadi bagian dari sistem pendidikan hari ini, dimana kapitalisasi pendidikan adalah tren global yang diaruskan Sekulerisme Barat.
Kapitalisasi Kepakaran Akademik Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi yang selama ini memberi sumbangan besar bagi kebangkitan. Hanya saja, saat ini perguruan tinggi seperti perusahaan bisnis yang ‘dipaksa’ mandiri, dan biaya kuliah tinggi menjadi satu-satunya pilihan bagi para birokrat kampus.
Perguruan tinggi saat ini terjebak dalam pusaran kapitalisme bahkan bagian penting dalam kapitalisme, dan perguruan tinggi berorientasi pasar juga dikelola sebagaimana sebuah lembaga bisnis yang memproduksi sarjana dan inovasi.
Bahkan, pendidikan saat ini seperti menara gading di tengah banyaknya permasalahan rakyat.
Dalam tulisan Prof Iwan Pranoto di harian Kompas (9/6/2022) yang bertajuk ”Dilema Kapitalisme Akademik” menarik untuk dicermati. Pasalnya, Prof Iwan melihat ada gajah kapitalisme dalam ruang akademik, dan keberadaannya sudah dianggap wajar oleh semua pihak, baik negara, institusi akademik, sektor swasta, maupun masyarakat pada umumnya.
Meskpuni hal tersebut sudah dianggap wajar, tapi orang masih malu mengakui keberadaannya, apalagi membahasnya, karena kapitalisme masih dianggap bertentangan dengan norma lembaga pendidikan yang nirlaba (nonprofit).
Maka inilah wajah kampus saat ini yang sangat terang-terangan mengakomodir kapitalisasi kepakaran akademik dengan berubahnya kampus menjadi entrepreneurial university. Kampus justru kehilangan jati diri dengan menjual kepakaran akademik, dan semakin mahalnya biaya pendidikan.
Indikator keberhasilan Intelektual adalah yang menghasilkan produk atau data yang memberi masukan pada investor sehingga mendatangkan banyak cuan, dan justru hal tersebut yang disebut produktif. Begitu juga, model pembangunan manusia kapitalis dimana mahasiswa dan dosen hanya dianggap sebagai ‘faktor produksi’ kapitalisme di era Knowledge Based Economy.
Grand Design Global Kapitalisasi dan Liberalisasi Ilmu dalam Bentuk Enterpreneurial University.
Dunia secara global dipengaruhi oleh sistem yang bercokol saat ini yaitu Sistem Kehidupan Kapitalisme, dimana dalam sistem ini yang dominan adalah pemilik modal.
Apalagi jika oligarki dengan demokrasi ‘kongkalikong’, maka sudah bisa dipastikan pembuat kebijakan atau kebijakan yang dihasilkan akan mengikuti keinginan pemilik modal. Indonesia yang merupakan bagian dari International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia dan World Trade Organization (WTO), maka harus melaksanakan ketentuan yang diatur sehingga harus meratifikasi kesepakatan untuk menjadikan pendidikan sebagai salah satu komoditas jasa yang di liberalisasi dalam GATS (General Agreement Trade in Services).
Sejalan dengan itu, IMF mendorong negara untuk mengurangi subsidi anggaran pendidikan. Bank Dunia pun, mendanai proyek agar Perguruan Tinggi dapat menjalankan skema liberalisasi seperti sistem akreditasi, UU Dikti, SDGs, termasuk WCU (World Class University).
Sehingga, perguruan tinggi setelah masuk dalam jebakan kompetisi WCU, kampus WCU kompetitif yang diberi iming-iming profit melalui skema Entrepreneurial university.
Universitas menjadi pragmatis yang berbasis profit atau tergantung pada supply and demand pada industri. Selain itu, universitas hanya beroperasi untuk kepentingan dan arahan industri yang justru tidak memiliki independensi.
Maka, menjadi bahaya yang sangat besar karena Entrepreneurial university dengan terang-terangan menargetkan kapitalisasi kepakaran intelektual, diantaranya adalah: bahaya menjual data (bahaya dominasi data oleh asing), dan bahaya ilmu (hak paten/HAKI) demi masuknya kucuran dana ke perguruan tinggi.
Sehingga benar jika dikatakan bahwa kampus ‘Fix Buka Lapak’ jika kampus menjadi Entrepreneurial university, dan ini akan menjadi bahaya jika kampus menjadi profit eriented. Ditambah dengan adanya kurikulum MBKM dan kerjasama kurikulum MBKM. Dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2002 Pasal 15 ayat 1, mahasiswa memiliki kesempatan mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam Program Studi dan di luar Program Studi atau pertukaran yang memerlukan kerjasama prodi lain di Perguruan Tinggi yang sama, prodi yang sama atau berbeda di perguruan tinggi mitra, maupun di lembaga Non-Perguruan Tinggi.
Selain itu, dalam MBKM terdapat Program kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (PKMI) diantaranya, workshop kewirausahaan, Kegiatan Berwirausaha Mahasiswa Indonesia (KBMI), Akselerasi Startuo Mahasiswa Indonesia (ASMI), dan Pendampingan Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (PWMI).
Maka dengan program yang dihasilkan justru akan mengalihkan fungsi pendidikan dari yang seharusnya bukan lagi mencetak intelektual pemimpin peradaban tapi mahasiswa menjadi lulusan yang siap menjadi budak kapitalis pemilik modal. Hal ini, membuktikan bahwa mahasiswa saat ini jauh dari cita-cita besar pengisi dan pemimpin peradaban jika mahasiswa teraruskan mengikuti program yang diaruskan dalam Enterpreneurial University.
Selain itu, sikap mental yang menjadi ciri bangsa ataupun dalam peran mahasiswa yang terjajah adalah sikap membebek, sekedar ikut arus dan tidak berpendirian. Sikap ini muncul karena ketidakberanian bercita-cita besar dan tidak biasa berinteraksi dengan urusan besar.
Padahal Pencipta manusia, Allah SWT memerintahkan untuk memiliki cita-cita tinggi dalam Surat Al Furqon ayat 74, yang artinya: ‘dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.'
Islam Memurnikan Ilmu dengan Sistem Pendidikan Berlandaskan Akidah Islam.
Pendidikan dalam Sistem Islam tentu sangat berbeda dengan Sistem Pendidikan Ala Kapitalis. Ketika pendidikan kapitalis mengaruskan mahasiswa agar menjadi budak kapitalis pemilik modal, menjadikan mahasiswa tidak memiliki cita-cita besar dan hanya membebek arahan kapitalis.
Maka pendidikan dengan sistem buatan Pencipta manusia, alam semesta beserta isinya, yaitu Sistem Islam akan melahirkan generasi pemimpin dan pengisi peradaban gemilang. Bahkan perdaban Islam yang gemilang telah membuktikan bahwa Perguruan Tinggi pertama kali yang mendirikan adalah kaum muslimin dibawah kepemimpinan Islam atau di bawah Sistem Kehidupan Islam. Islam yang menjadi perintis perguruan tinggi pertama di dunia.
Urgensi Pendidikan dalam Islam
metode menjaga ideologi dan tsaqofah umat atau rakyat. Ideologi dan tsaqofah menjadi tulang punggung keberadaan dan keberlangsungan umat, dan jika ideologi terhapus tamatlah eksistensi dan identitas umat tersebut. Pendidikan dalam Islam merupakan upaya dilakukan secara sadar, terstruktur, terprogram, dan juga sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Sistem pendidikan dalam Islam membentuk generasi muslim berkepribadian Islam yang kuat. Pendidikan dalam Sistem Islam wajib dipenuhi negara karena dalam Islam, pemimpin (Khalifah) laksana pengembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR. Al-Bukhari, No. 844).
Sistem pendidikan Islam untuk melahirkan generasi unggul dan mencetak para ahli untuk kemaslahatan umat dan untuk kemajuan peradaban, dengan kurikulum yang menjadikan aqidah islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan dan menjadi standart penilaian atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan.
Sedangkan biaya pendidikan dan riset merupakan tanggung jawab negara yang berasal dari Baitul Mal, yaitu dari fai dan kharaj serta pos milkiyyah ammah. Sistem pendidikan tinggi dalam Islam berada di bawah pengarahan dan pengawasan penuh oleh Daulah atau negara karena arah riset dan teknologi pendidikan tinggi itu sesuai dengan visi Daulah (politik dalam negeri dan politik luar negerinya).
Daulah berdaulat penuh atas pengembangan ristekdikti dan tidak memungkinkan adanya intervensi asing di dalamnya. Sains dan teknologi dalam peradaban Islam merupakan pilar bangunan peradaban Islam. Riset negara selaras dengan politik dalam negeri dan luar negeri untuk kesejahteraan manusia dengan standart kesejahteraan Islam.
Arah riset adalah menjamin negara dalam memenuhi kebutuhan individu dan kebutuhan publik semua warga negara. Sedangkan, industri di desain sesuai politik industri berbasis industri berat sebagai kunci kemandirian negara. Selain itu, sains dan teknologi dalam peradaban Islam melahirkan profil muslim sejati yang lahir secara massal dengan berbagai bidang keahlian dan kepakaran sehingga terwujud peradaban yang maju, kuat dan terdepan.
Hal ini bisa dilihat bagaimana keberhasilan Human Development Rasulullah Saw, membentuk generasi pertama dari manusia biasa menjadi manusia berkepribadian, dan menjadi manusia yang berhasil membebaskan diri dari belenggu jahiliyah menjadi manusia risalah, visioner, dan mampu menghubungkan alam fisik dengan metafisik atau dunia dengan akhirat.
Maka orang yang berilmu akan Allah angkat derajatnya dan Islam membebaskan manusia dari belenggu jahiliyah. Sehingga tidak heran jika Islam melahirkan profil intelektual muslim tangguh dan kuat ketika peradaban islam tegak, seperti: Fatimah Al-Fihr pendiri universitas pertama di dunia, AlKhawarizmi penemu angka 0 dan penemu Al-Jabar juga Al-goritma, Maryam Al-Asturlabi penemu cikal bakal GPS, dan penemuan peralatan bedah untuk menunjang layanan kesehatan yang merupakan pemenuhan hak jamaiy.
Sehingga ini hanyalah sebagian kecil contoh kemajuan sains dan teknologi di masa kejayaan Islam yang menjadi bukti pendidikan sebagai upaya menyelesaikan problematika umat.
Hal tersebut dapat diwujudkan ketika Sistem Islam tegak dalam naungan negara yang mampu menyelesaikan persoalan umat mulai persoalan skala individu, masyarakat bahkan negara. Maka dengan demikian islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam bukan hanya muslim tetapi juga non-muslim, bagi dunia dan seisinya.[]
Oleh: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus Surabaya)
0 Comments