TintaSiyasi.com -- Kontestasi pemilihan umum 2024 tidak lama lagi akan dimulai. Para politisi pun sudah mempersiapkan diri sejak dini. Mencari simpati rakyat itulah yang dicari. Karena bagaimanapun suara rakyat tetaplah dibutuhkan setidaknya saat pencoblosan nanti .Wajar saja mereka yang ingin memenangkan kontestasi berusaha mendulang suara rakyat sebanyak yang diingini. Tujuannya tidak lain supaya bisa sampai di kursi kekuasaan. Setelah kekuasaan di tangan, suara rakyat pun diabaikan dan dibungkam dengan berbagai cara.
Ketika kontestasi semakin dekat suasana pun semakin panas. Berbagai pernyataan pun mulai muncul ke permukaan. Publik patut waspada dan berhati-hati sebab pemilu ini sangat menentukan masa depan Indonesia setidaknya dalam lima tahun kedepan.
Seorang pejabat negeri ini mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan tidak memilih calon pemimpin yang menjadikan agama sebagai alat politik. Tentu pernyataan ini akhirnya memunculkan tanda tanya, bukankah politik itu seharusnya sejalan dengan agama?
Bukankah seharusnya agama itu di depan dan politik dipandu oleh agama?
Pernyataan ini setidaknya menunjukkan pada dua hal. Pertama, mengakarnya sistem sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sistem ini telah menjadikan agama hanya urusan pribadi dan ibadah saja. Sementara dalam urusan kehidupan, politik dan kemaslahatan rakyat harus steril dari agama.
Kedua, kerusakan tatanan politik yang dijalankan oleh sistem demokrasi. Sebab politik dalam sistem demokrasi identik dengan permainan keji, kotor dan jauh dari nilai agama. Dalam sistem demokrasi, politik hanyalah jalan untuk meraih kekuasaan. Setelah kekuasaan di tangan maka aturan pun dibuat sesuai keinginan rezim, oligarki dan korporasi.
Tentu ini jauh berbeda dengan Islam. Politik dalam Islam merupakan upaya untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda:
Dulu Bani Israel diurus oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudah aku. Yang akan ada adalah para khalifah dan mereka banyak.” Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama. Yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang diminta agar mereka mengurusnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).
Hadits ini menjelaskan bahwa urusan bani isroil selalu diurusi Nabi. Allah selalu mengutus Nabi baru untuk menggantikan Nabi yang sudah meninggal. Akan tetapi Nabi terakhir adalah Rasulullah SAW. Di mana setelah Rasulullah SAW wafat maka urusan umat manusia akan dijalankan oleh para khalifah. Khalifah menerapkan syariat Islam sebagai wujud takwa dan terlahirlah masyarakat Islam.
Kenabian adalah jabatan langit dan itu telah berhenti. Akan tetapi jabatan sebagai khalifah alias jabatan bumi untuk mengurusi umat dengan Islam tetap harus berjalan.
Ini juga tampak dari sejarah panjang kekhilafan Islam selama tiga belas abad. Umat Islam benar-benar merasakan kehadiran negara Islam yang telah menerapkan Islam serta mengemban dakwahnya. Lebih dari itu tersebarnya Islam di seluruh penjuru dunia saat ini menjadi bukti nyata bagaimana para khalifah kaum muslimin dulu menjalankan politik sesuai dengan tuntutan agama.
Menjauhkan agama dari politik itu justru akan menjadikan Islam dan umatnya terhina dan tak berdaya. Hanya Islam yang mampu menuntun politik hingga berjalan dalam relnya. Islam dan politik tidak bisa dipisahkan. Menyatukan Islam dan politik akan membuat umat kembali pada posisinya yang mulia yaitu sebagai hamba yang taat sekaligus adidaya dunia.
Wallahu'alam
Oleh : Nurjannah (Aktivis Muslimah)
0 Comments