Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Insentif Mobil Listrik antara Polusi dan Investasi

Tintasiyasi.com -- Rencana pemerintah memberi insentif mobil listrik rupanya bukan sekedar angan-angan. Pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan yaitu skema kuota untuk impor mobil listrik Completely Build Up (CBU) berbasis baterai dengan fasilitas insentif. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut nantinya hal tersebut akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Sementara itu, Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan saat ini pihaknya tengah mendiskusikan agar impor EV dalam bentuk CBU bisa dibuka kuotanya untuk Indonesia agar bisa dibeli oleh masyarakat Indonesia. Sistem kuota dilakukan sebagai upaya membuka keran impor secukupnya.

Selain itu Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko yang juga menjabat Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia, mengatakan nantinya pemberian insentif akan diberikan hingga tahun 2026 mendatang, dengan tujuan menggaet investasi baru. Secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan insentif untuk mobil listrik yang diusulkan terkait pajak mobil CBU bakal di 0% kan (www.cnbcindonesia.com/18/8/2023). 

Insentif Mobil Listrik seolah menjadi paradigma baru melalui energi baru terbarukan akan membawa pada kenyamanan dalam bertransportasi dan bebas polusi di sisi lain berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri, benarkah ?

Polusi Dan Investasi

Mobil listrik, motor listrik, dan kompor listrik yang selama ini di wacanakan tidak lain upaya pemerintah untuk meminimalisir polusi udara. Karenanya warga dihimbau agar mengonversi dari gas dan BBM ke listrik. Untuk insentif motor listrik ditetapkan sebesar Rp 7 juta per unit yang awalnya 10 juta. Sementara itu mobil listrik disubsidi kurang lebih Rp 70 juta. Insentifpun diberikan dalam bentuk pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk pembelian mobil listrik sehingga pembeli hanya perlu membayar PPN 1 persen saja.  

Konversi BBM ke listrik tersebut dilakukan sebab negara lain melakukannya. Maka Indonesia perlu melakukannya untuk menambah investasi lebih agar jatuhnya tidak lari ke negara lain. Jokowi mencontohkan, Thailand juga memberikan subsidi mobil listrik Rp 68 juta. "Kalau kita di bawah itu, investasi semua akan pergi ke sana, tidak akan pergi ke Indonesia. Inilah dunia yang memang berkompetisi sangat ketat sekali. Indonesia harus memiliki strategi besar dan strategi teknis untuk mencapai visi bangsa." (www.cnbcindonesia.com/18/8/2023).

Namun pemerintah akan memberi waktu dua tahun lagi bagi para produsen mobil untuk memenuhi persyaratan. Berdasarkan aturan investasi, produsen mobil harus berkomitmen untuk memproduksi setidaknya 40 persen dari konten EV di Indonesia pada 2026 agar memenuhi syarat mendapatkan insentif, dua tahun lebih lambat dari target awal. Batas 40 persen telah ditetapkan untuk mendorong produksi baterai lokal. (www.voaindonesia.com/13/8/2023).

Sepintas terlihat mobil listrik ini aman dan nyaman. Namun yang tak disadari, kebijakan ini lebih berpihak hanya pada orang kaya atau pengusaha dibanding kepada rakyat kecil. Di sisi lain mengabaikan persoalan transportasi yang kompleks, mulai dari kepadatan / kemacetan,  kebutuhan kendaraan jarak jauh dan polusi udara.

Apalagi mobil listrik lebih banyak memberikan limbah B3 yang berbahaya. Dampak jangka panjang justru mengandung polusi yang membahayakan kesehatan dan lingkungan. Seperti limbah baterai sebagai komponen utama kendaraan listrik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan serius bila tidak dikelola dengan bijak. 

Dalam Riset dan studi yang dilakukan Badan riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menemukan potensi limbah yang perlu diwaspadai tidak hanya baterai bekas pakai namun limbah proses produksi baterai serta limbah dari daur ulang baterai yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya. Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (LIB) yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator dan komponen lainnya. Semua komponen tersebut menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan manusia. (www.cnnindonesia.com/28/2/2023).

Selain polusi yang membahayakan kesehatan dan lingkungan l, dari sisi ekonomi lebih membahayakan lagi. Dibalik insentif impor mobil listrik ini, lagi - lagi menggaet investor asing yaitu China. China memang menguasai industri mobil dunia. Namun jika melihat Indonesia yang notabenenya negara dengan hutang yang masih membumbung, maka sangat mungkin tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Sebab belum tentu rakyat mampu membelinya. Sebaliknya wacana pemerintah ini tidak akan membuat warga beralih pada mobil listrik. Hal ini dinilai akan menambah kendaraan yang sudah ada. Sehingga latah dengan membuang kendaraan BBM yang masih layak digunakan. Ini sama dengan mencontoh masyarakat untuk menjadi konsumtif. Belum lagi berbicara masalah standar keamanannya.

Jika beralih pada mobil listrik, bisa jadi tidak akan selamanya bisa digunakan sebab pasang surut perekonomian tidak bisa ditebak. Dikatakan tanpa pajak namun bisa jadi berpajak. Dikatakan tidak berpolusi namun bisa jadi polusi.

Bukankah ini akan menambah beban negara apalagi ditengah maraknya polusi ibukota saat ini yang belum bisa diatasi lantas berdalih mengurangi polusi dengan menggunakan mobil listrik, maka bukankah justru lari dari masalah sebelumnya?

Wacana ini tidak lain karena kebijakan Kapitalis sekuler yang mengedepankan kepentingan ekonomi. Sehingga tidak memperhatikan dampaknya. Masyarakat didesak untuk menggunakan teknologi baru namun negara tidak mandiri secara politiknya ?

Akankah Indonesia bisa maju jika parameternya masih menyamakan dengan negara lain yang notabene juga mengekor dengan negara lain ? Pun dengan politik ekonominya. Dengan demikian, wacana apapun yang digelontorkan, tetap tidak bisa membuat Indonesia maju. Apalagi Indonesia menjadi negara konsumtif bagi negara pemasok. 

Jika masalahnya adalah meminimalisir polusi, mengapa tidak menyelesaikan masalah polusinya dengan menciptakan teknologi baru, bukan mengganti kendaraan baru lagi ? Jika masalahnya menambah investasi dalam negeri, mengapa tidak menciptakan produksi sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam dalam negeri yang melimpah bukan dengan memaksakan rakyat menggunakan produk luar yang belum pasti masyarakat akan mau menggunakannya ? Maka polusi dan investasi merupakan masalah yang berkaitan erat dengan masalah dasarnya.

Transportasi Bebas Polusi Dan Investasi

Negara manapun pasti menginginkan negaranya maju dan mandiri. Apalagi untuk masalah transportasi yang merupakan kebutuhan sehari - hari bahkan sebagai rodanya perekonomian, sudah pasti nyaman jika memiliki nilai lebih bagi rakyat.

Namun masalah ini kembali lagi pada standar yang digunakan apakah benar-benar digunakan semestinya untuk kesejahteraan rakyat atau sebaliknya hanya untuk kesejahteraan kalangan tertentu ? tentu ini menjadi pertanyaan besar. Sehingga apapun transportasinya jika rakyat kecil saja tak mampu merasakannya maka hanya sekadar wacana. 

Padahal transportasi yang nyaman dan aman harus dirasakan semua rakyat. Terlebih tidak boleh menyusahkan seperti dipaksakan untuk membeli. Hal ini terjadi hanya ada dalam sistem Kapitalis saat ini yang lebih mementingkan keuntungan sementara mengabaikan rakyat kecil yang hanya sekedar menyaksikan. Begitu mirisnya hidup dalam sistem Kapitalis sekuler, apa-apa dinilai sebagai materi yang membawa keuntungan.

Maka hal ini tidak boleh terjadi dalam sistem Islam. Islam memandang apa-apa yang menjadi kebutuhan rakyat maka harus dipenuhi negara. Negara Islam benar - benar menjamin pemenuhan kebutuhan akan transportasi yang murah dan aman. Dan ini bukan sekedar wacana saja.

Negara harus serius memikirkannya semata karena memenuhi kebutuhan rakyat bukan mencari keuntungan dari rakyat. Apalagi memaksakan rakyat untuk memilikinya. Karena seorang pemimpin negara merupakan pelayan rakyat bukan yang lain. Sebab ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya. 

Pada dasarnya transportasi apapun jika rakyat benar - benar membutuhkannya tidak menjadi masalah. Sebaliknya jika hanya menyenangkan kalangan tertentu maka tidak bisa dijadikan alasan negara untuk mengambil transportasi tersebut sebagai keperluan yang wajib. Karena hukum memandang transportasi sendiri hukumnya mubah dan sah - sah saja mau menggunakan model apa.

Hanya saja masalahnya dalam sistem Kapitalis hanya karena untuk menggenjot ekonomi, alhasil transportasi menjadi wasilah meraih pundi - pundi keuntungan. Ini sudah dalam batas tidak wajar. Asas ekonomi Kapitalis yaitu neoliberalisme / kebebasan berekonomi tanpa melihat halal dan haram. 

Sebaliknya Islam memiliki politik ekonomi yang berasaskan akidah Islam. Asasnya bukan mater alias meraih keuntungan. Namun semua dilakukan atas perintah Allah SWT yang mewajibkan negara memenuhi kebutuhan rakyat. Namun kebutuhan rakyat yang memang diperlukan bukan sekadar pamer teknologi baru.

Teknologi sangat diperlukan namun dalam hal yang mendesak saja tetapi semua itu bukan mencari keuntungan materi namun semata diperuntukkan untuk kepentingan rakyat. Maka negara harus memahami untuk apa teknologi digunakan. Jika dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan maka tidak akan diambil sebagai sarana.

Karena Islam sangat mengedepankan transportasi yang bebas polusi, murah, terjamin keamanan dan bebas dari bentuk investasi (keuntungan materi) sebab bukan itu tujuannya. Semua pemenuhan negara semata meraih ridha Allah SWT. Hal itu sudah pernah diterapkan oleh negara Islam dalam sistem Khilafah Islamiyah pada zamannya. Wallahua'lam bisshowab.[]

Oleh: Punky Purboyowati
(Komunitas Pena Ngopi)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments