TintaSiyasi.com - Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin menganggap bahwa media memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik menjelang pemilu 2024. Oleh karena itu, Ma’ruf mengajak media massa se-Asia untuk mengoreksi kebijakan negara agar tetap berlaku adil dan berpihak kepada masyarakat. Ia pun menganggap bahwa perkembangan teknologi turut mempengaruhi pola pikir dan perilaku konsumen. Konsumen cenderung memilih mencari berita melalui media sosial. Hal ini berdasarkan survei di berbagai daerah pada tahun 2020 yang menunjukkan lebih dari 50 persen penduduk usia dewasa menjadikan media sosial sebagai sumber berita. Oleh karena itu, media massa dituntut menganalisa berbagai konten, pola pikir dan perilaku masyarakat untuk mempertahankan jumlah konsumen. (Kompas, 23-05-2023).
Dalam hal ini, wapres tidak hanya berpesan kepada kalangan insan media, tetapi juga kepada penyelenggara pemilu, peserta pemilu, penjaga keamanan, dan masyarakat luas agar terus menjaga keutuhan bangsa. Ia juga memperingatkan, jangan sampai hanya karena menginginkan memenangkan kontestasi pemilu, lantas mengorbankan kepentingan bangsa dan negara. (Viva, 10-09-2023).
Sebagaimana yang dilakukan oleh Wakil Presiden tersebut pada saat menjelang pemilu 2024, masyarakat banyak diwanti-wanti oleh elit penguasa saat ini. Hanya saja, arahan wapres kepada media menjelang pemilu 2024 terlihat tendensius. Bukan rahasia lagi, ketika menjelang pemilu berbagai pencintraan cawapres akan dipertontonkan, sebab memang pada faktanya media saat ini dijadikan sebagai alat oleh pihak tertentu untuk mencapai tujuannya. Akhirnya, yang dipertunjukkan media hanyalah ibadah para cawapres agar terkesan islami, blusukannya agar terkesan merakyat, kemudian janji-janji kampanye yang disiarkan di media untuk membentuk profiling para calon. Namun, ketika ada berita merugikan bagi cawapres dan para jajarannya, hal tersebut tidaklah disiarkan media sehingga yang terlihat secara umum hanyalah kebaikan dari capres dan cawapres.
Penggunaan media dalam sistem kapitalis ini menunjukkan bahwa masyarakat sedang digiring untuk tidak berpikir politis. Masyarakat hanya akan diarahkan pada rutinitas lima tahunan pesta pemilu yang nantinya apabila para penguasa itu menjabat, janji-janji itu menguap begitu saja. Memang benar, media memiliki peran strategis. Namun, sejatinya peran tersebut ditujukan untuk mencerdaskan umat, bukan untuk kepentingan pihak tertentu dalam rangka mencapai tujuannya yang cenderung merendahkan taraf berpikir umat, sebagaimana pengunaan media yang kini dianulir oleh kepentingan penguasa yang pola pikirnya dipenuhi paham sekularisme kapitalisme.
Penggunaan media dalam sistem kapitalis tentu berbeda dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam, media akan digunakan sebagaimana fungsi yang sebenarnya, yaitu untuk menyebarkan informasi. Karena negara yang menerapkan sistem Islam atau khilafah dibangun di atas ideologi Islam, maka media akan ditujukan untuk kepentingan ideologi Islam.
Dalam kitab Alhizah ad-Daulah, menjelaskan bahwa negara Khilafah memiliki departemen ‘ilamiyyah atau departemen penerangan yang mengurus permediaan dalam negara Khilafah. Media akan difungsikan sebagai sarana propaganda ketika ke luar negeri dan sebagai sarana edukasi di dalam negeri. Maksudnya, penyiaran media ke luar negeri ditujukan agar masyarakat di luar negara Khilafah dapat menyaksikan kehebatan pasukan dan kekuatan negara Khilafah, menunjukkan bargaining power negara dalam kancah perpoltikan internasional, serta memperlihatkan bargaining position negara Khilafah sebagai negara adidaya.
Fungsi media ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa takjub masyarakat global kepada negara Khilafah, sehingga muncul keinginan pada mereka untuk menjadi bagian dari negara Khilafah dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dengan begitu, perintah Allah untuk menyebarkan Islam ke semua wilayah dengan dakwah dan jihad dapat dikatalisator dengan peran media ke luar negeri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah: 29 yang artinya, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (yakni, agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”
Selain itu, fungsi media ke luar negeri dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa ketakutan di dada musuh-musuh negara Khilafah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, ketika menjalankan strategi di perang Tabuk melawan Romawi. Pada saat itu, Rasulullah sendirilah yang memimpin perang Tabuk. Sebelumnya, pasukan Romawi sudah merasakan kehebatan pasukan kaum Muslim di perang Yarmuk, dan mereka mengalami kekalahan telak meski jumlah kaum Muslim lebih sedikit daripada pasukan mereka. Di perang ini, Rasulullah tidak turun langsung memimpin medan perang, namun Rasulullah menunjuk beberapa sahabat sebagai panglima.
Maka, ketika tersiar kabar bahwa Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan, muncullah ketakutan di kalangan pasukan Romawi. Pasukan Romawi pun sudah terlanjur pesimis, karena mereka berpikir jika kemarin saja mereka kalah telak padahal bukan Rasulullah yang menjadi panglima, lalu bagaimana jika Rasulullah sendiri yang menjadi panglima? Walhasil, seketika itu perang Tabuk berakhir kemenangan di tangan kaum Muslimin tanpa peperangan.
Adapun fungsi media di dalam negeri Khilafah akan digunakan sebagai sarana edukasi kepada masyarakatnya. Artinya, media yang boleh ditayangkan adalah yang menampilkan konten-konten yang memberikan pemahaman kepada syariat Islam, berita sehari-hari, konten ilmu pengetahuan sains dan teknologi, tayangan yang menunjukkan kehebatan pasukan kaum Muslim ketika berjihad, serta konten yang mengungkap kebatilan pemikiran selain Islam, seperti sekularisme, liberalisme, kapitalisme, komunisme, dan sejenisnya. Dan, juga digunakan sebagai edukasi politik untuk meningkatkan taraf berpikir masyarakat. Jika media digunakan seperti ini, maka masyarakat menjadi tinggi secara pemikiran dan luhur secara adab. Sehingga konten hoaks, konten unfaedah, konten yang berisi pesan-pesan tertentu untuk menimbulkan perpecahan, seperti konten yang berkeliaran saat ini, tentu akan terminimalisisr bahkan tidak ada.
Inilah perbedaan peran media dalam sistem kapitalis dengan khilafah. Hanya media dalam Khilafah-lah yang memilliki peran strategis dan penting yang mampu membantu melaksanakan perintah Allah SWT, yakni menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Serta, menumbuhkan kecerdasan umat. Wallahu a’lam. []
Oleh: Sabila Herianti
(Aktivis Muslimah)
0 Comments