Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Impian Semu Ketahanan Pangan di Tengah Kelangkaan Pupuk

TintaSiyasi.com -- Pupuk Langka, Petani Merana

Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyoroti perbedaan angka e-alokasi dan realisasi kontrak dalam pupuk subsidi imbas adanya laporan langkanya pupuk subsidi di daerah. Menurut data yang diperoleh Sudin, pupuk subsidi yang dialokasi oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tercatat sebesar 7,85 juta ton, sedangkan dalam realisasi kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,68 juta ton. (Bisnis.com)

Merespon hal itu, Direktur Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil, menuturkan bahwa awalnya Kementan mengalokasikan sebesar 7,85 juta ton pupuk subsidi untuk seluruh kabupaten/kota. Namun, karena anggaran untuk pupuk yang dimiliki hanya sekitar Rp25 triliun, maka angka yang ada di kontrak berbeda, yakni 6,68 juta ton. 

Melihat kurangnya anggaran pupuk, Kementan sudah mengusulkan untuk meminta tambahan anggaran pupuk ke Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati. Adapun, permohonan tambahan anggaran sudah dikirimkan guna memenuhi kontrak yang telah dilakukan dengan Pupuk Indonesia.

Ketersediaan pupuk dengan harga terjangkau menjadi salah satu faktor penentu hasil pertanian sekaligus keberlangsungan petani menggarap sawah. Penggunaan pupuk bersubsidi tentunya menjadi pilihan agar petani dapat menekan biaya produksi pertanian di tengah sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup. Memang keberadaan pupuk non subsidi tidak hilang di pasaran, namun keberlangsungan hidup petani yang justru dipertaruhkan. Bisa-bisa besar pasak daripada tiang.

Sayang keterbatasan anggaran atau beratnya beban APBN seringkali dituding sebagai kendala dalam pemenuhan kebutuhan saprotan (sarana produksi pertanian). Mendetaili fakta yang ada, sejatinya bukan negara menyediakan alokasi dana tertentu untuk penyediaan pupuk kepada instansi yang ditunjuk agar memproduksi sejumlah pupuk yg diperlukan dalam kurun waktu tertentu. Namun ada perusahaan pupuk raksasa yang sudah rutin berproduksi, kemudian negara melakukan kontrak pembelian dengan anggaran dana tertentu dari APBN sesuai HPP (Harga Pokok Penjualan) pupuk yang ditetapkan perusahaan. Pupuk inilah yang kemudian dijual pemerintah dengan pengawasan ketat kepada petani dengan nama pupuk subsidi.

Jika melihat harga pasaran pupuk saat ini memang sangat jauh antara pupuk subsidi (sekitar Rp. 2.250/kg) dengan pupuk non subsidi (Rp. 18-20rb/kg), (katadata.com). Bahkan harga pupuk subsidi masih di bawah HPP pupuk yang berada di kisaran Rp. 3.700an/kg. Dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa dalam penyediaan pupuk saja pemerintah masih tergantung pada produksi perusahaan dan minimnya anggaran belanja negara. Tidak jarang kebijakan impor pupuk juga dipakai untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional.

Ironi Ketahanan Pangan

Sebagai negara agraris dengan wilayah yang luas, tentunya wajar jika Indonesia mentargetkan ketahanan pangan dalam negeri atau bahkan mampu menjadi lumbung pangan dunia. Hanya saja harapan hanya akan menjadi sekedar impian jika tidak ditopang dengan sistem politik pemerintahan yang tepat. 

Kapitalisme yang diambil sebagai landasan kebijakan politik dan ekonomi negeri ini memustahilkan peran pemerintah secara langsung dalam pemenuhan dan pengaturan kebutuhan masyarakat. Kapitalisme menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar bebas untuk terpenuhinya kebutuhan, yakni dengan membebaskan produksi dan membiarkan penawaran dan permintaan bertemu langsung di pasar. Namun di sisi lain hasilnya adalah kesenjangan yang makin lebar, dimana tidak semua rakyat mampu mengakses sarana pemuas kebutuhan. Hasilnya, ia akan tersingkir dari persaingan dan menjadi masyarakat ekonomi lemah (miskin).

Statemen Sudin yang dilansir cnn.indonesia mengenai selisih anggaran dengan kontrak pembelian pupuk sebesar kurang lebih 1,17 juta ton mau diapakan, apa di-pending atau dijual non subsidi, ini tentu cukup menggelitik. Terutama di tengah kesulitan petani menghadapi kelangkaan pupuk. Seolah pemerintah hanya setengah hati menyelesaikan problem petani.

Islam Menyelesaikan Problem Pangan

Islam sebagai dien yang sempurna telah memberikan mekanisme penyelesaian problematika kehidupan manusia melalui keberadaan negara yang mengadopsi sistem pemerintahan dan politik Islam. Islam mewajibkan para pemimpin umat untuk menjadi pengelola urusan mereka dan menjamin pemenuhan kebutuhan mereka. Bahkan Islam mengancam pemimpin yang lalai dari urusan ini dengan kehidupan yang sempit dan azab yang pedih di akhirat kelak.

Terkait dengan pengadaan pangan, Islam telah mewajibkan para pemilik lahan untuk mengelola lahannya dengan baik, juga akan mengambil alih lahan yang dibiarkan pemiliknya tanpa digarap hingga 3 tahun berturut-turut dan memberikannya pada warga yang mampu mengelolanya. Petani yang tidak mampu menggarap sawah/kebunnya akan dibantu pendanaan oleh negara agar mereka bisa menggarap sawahnya tanpa harus terlilit hutang riba dengan bunga mencekik.

Negara juga akan mendanai riset para intelektual agar bisa menemukan bibit unggul juga teknologi terbaik untuk dipergunakan oleh para petani agar membuat produksi pertanian menjadi berlimpah. Termasuk di dalamnya juga dalam penyediaan pupuk dengan murah oleh petani. Ini akan menjadi hal yang mudah ketika negara juga menerapkan politik ekonomi Islam dan APBN syariat, dimana negara akan mengelola kekayaan alamnya secara mandiri dan hasilnya dipergunakan memenuhi kebutuhan masyarakat. Negara juga mengatur terkait larangan alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan serta hutan.

Ketersediaan bibit unggul dan pupuk dengan harga murah serta bantuan pendanaan pemerintah akan mendorong petani kecil untuk aktif menggarap lahannya. Di sisi lain perusahaan raksasa akan sulit melakukan monopoli perdagangan karena pemerintah turun tangan langsung dalam membangun industri berplat merah, terutama dalam bidang yang menguasai hajat hidup rakyat. Sehingga roda perekonomian agak bergerak seimbang, dimana harta tidak hanya akan beredar di tangan segelintir orang saja sebagaimana yang terjadi saat ini.

Kebijakan yang komprehensif melalui penerapan syariat Islam kaffah inilah yang akan mampu menjawab problem ketahanan pangan umat, sekaligus mewujudkan negara yang berdaulat secara ideologi dan politik. Wallahu a’lam

Oleh: Desi Dwi A.,S.P.
Pengajar

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments