NewsTintaSiyasi.com -- Indonesia merupakan negeri agraris yang mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Karenanya bahan pokok terbesar yang dihasilkan salah satunya adalah beras. Beras merupakan makanan pokok sehari - sehari masyarakat Indonesia. Hanya saja, keberadaan beras hari ini sangatlah miris. Harga beras menjadi naik membuat para emak teriris. Sudah ke sekian kali harga beras membumbung, tetapi tak pernah ada kepastian kapan akan turun, yang ada justru bertambah naik. Lalu bagaimana masyarakat akan merasakan kesejahteraan jika harga bahan-bahan pokok terus naik ? Ada apa dengan tata kelola pangan kita ?
Harga terpantau naik dan kembali cetak rekor tertinggi. Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium hari ini naik Rp20 ke Rp12.110 per kg, rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran. Terpantau, setidaknya dalam sepekan terakhir, harga beras berfluktuasi naik, dimana pada 15 Agustus lalu berada di Rp12.030 per kg. Begitu juga harga beras premium. Tercatat hari ini bertengger di Rp13.780 per kg, naik dari sepekan lalu di Rp13.680 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran. Sementara di tingkat produsen, harga beras medium di penggilingan hari ini turun Rp10 jadi Rp10.840 per kg. Sedangkan harga beras premium di penggilingan naik Rp50 ke Rp12.020 per kg.
Pengamat Pertanian Khudori memaparkan faktor pemicu kenaikan harga beras. Pertama, siklus panen. Saat musim gadu harga gabah/beras akan lebih tinggi dari musim panen raya. Kedua, perkiraan produksi beras yang menurun. Perkiraan ini membuat keseimbangan pasokan dan permintaan tak seimbang. Berujung harga yang naik. Faktor ketiga, El Nino. Keempat, efek dinamika global yang tercermin dari kebijakan negara-negara eksportir beras yang cenderung restriktif. "Salah satunya India. India pada 20 Juli lalu menutup ekspor beras non-basmati. Dampaknya, harga beras sempat naik. Negara-negara yang selama ini tergantung pada beras impor dari India.". (https://www.cnbcindonesia.com/news/22/8/2023).
Harga Beras Naik, Rakyat Terus Tercekik
Fenomena harga-harga kebutuhan pokok dalam sistem kapitalisme hari ini hampir semua naik, bahkan meningkat tajam tak terkecuali beras. Padahal, beras dibutuhkan setiap harinya. Jika fenomena ini terjadi secara berulang, bagaimana nasib rakyat yang tak mampu? Jika pemerintah tidak segera menanggulangi problem pangan, rakyat akan terus terseok-seok menderita dan tercekik dengan harga yang melambung naik. Wajar jika kemudian kemiskinan semakin bertambah.
Semua ini akibat dari penerapan sistem kapitalis yang berasaskan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) sehingga tidak memandang dari sisi halal, haram, dan bahayanya. Kebijakannya membuat rakyat kian menderita. Solusi yang diberikan bersifat tambal sulam dan sesaat saja. Sementara itu, kebutuhan pokok tidak bisa dipenuhi jika bersifat sesaat. Misalnya, ketika beras atau minyak goreng melonjak naik, pemerintah melakukan operasi pasar yang tujuannya adalah memastikan harga di pasaran, jika tidak sama, maka negara akan mematok harga atau dengan kata lain menetapkan harga. Padahal, cara ini tidak akan efektif. Sebab operasi pasar juga membuka pasar murah, tetapi tetap saja semua solusi ini tidak berdampak pada rakyat. Setelah ditetapkan harga, tetapi harga akan kembali normal dan kembali naik.
Operasi pasar nyatanya hanyalah langkah sesaat, dilakukan di saat harga melambung. Sehingga ini bukanlah solusi, tetapi perlu ditelusuri apa penyebab terjadinya kenaikan harga dan langkah apa yang akan diambil sehingga kenaikan harga tak terulang kembali. Jika faktanya kekurangan pasokan maka harus diteliti apakah benar? Padahal, pasokan itu sebenarnya sudah ada di dalam negeri sendiri. Bahwa SDA Indonesia sangatlah melimpah. Namun, karena berpijak pada sistem kapitalis sekuler, pengelolaannya bukan saja merugikan rakyat, terlebih negaranya sendiri. Sebab, dari sisi pangan masih bergantung pada negara lain. Ini mencerminkan lemahnya kedaulatan dan ketahanan pangan di Indonesia. Negara hanya berperan sebagai regulator, sementara membiarkan korporasi/perusahaan Asing menguasai tata kelola pangan dan berbagai proses produksinya.
Pengelolaan pertanian yang dikuasai korporasi ujung-ujungnya adalah bisnis. Ada kualitas, ada harga. Seperti problem di ranah produksi yang berdampak pada harga beras. Mulai dari menyewa lahan, biaya proses tanam, pupuk, hingga menjadi beras akhirnya berpengaruh pada harga beras. Adapun alasan faktor El nino, sebenarnya fenomena alam yang selalu ada harusnya dapat diprediksi sehingga dapat dilakukan langkah yang tepat. Maka sejatinya cuaca bukanlah faktor utama, tetapi lebih dari itu yakni karena faktor kebijakan.
Dalam hal ini keberadaan Bulog tidak lagi berperan layaknya negara yang bertanggung jawab pada rakyat, tetapi hanya menjadi operator. Karena semua ini berangkat dari paradigma korporasi. Adanya desentralisasi kekuasaan/kekuasaannya terpisah antara bisnis dan pengurusan rakyat. Namun, apa pun masalahnya, lebih banyak bisnis yang diutamakan. Dengan kata lain melayani dengan bisnis. Wajar jika kebijakannya mengutamakan materi atau bisnis, tidak melayani rakyat sepenuh hati, sehingga pengelolaan pangan semakin parah, rumit, dan ribet. Dikarenakan kebijakan yang lahir dari konsep kapitalisme sekuler.
Tata Kelola Pangan Yang Mandiri
Begitu jelas bahwa sistem kapitalisme sekuler tidak mampu menjamin kebutuhan pokok rakyat. Segala kebijakan yang diambil justru tidak membawa keuntungan bagi rakyat. Kebijakan India yang melarang ekspor beras nyatanya sangat berpengaruh pada beras dalam negeri. Ini membuktikan bahwa pemerintah tak mampu berbuat banyak, sebaliknya mengikuti kebijakan pasar global. Mirisnya, pemerintah tidak mampu atasi kenaikan harga tersebut. Lalu di manakah peran negara ?
Maka Islam hadir untuk mengatur kebutuhan manusia. Salah satunya kebutuhan pangan. Lebih dari itu menjamin ketersediaannya, baik dalam kondisi darurat sekali pun. Karena memenuhi kebutuhan rakyat adalah yang utama. Dalam pandangan Islam, keharusan negara menyediakan pangan yang murah, berkualitas, bergizi, dan enak. Negara memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat agar jangan sampai ada yang kelaparan.
Dalam menentukan harga, negara tidak boleh mematok harga karena setiap penjual berbeda-beda pengeluarannya. Pun dengan operasi pasar karena bukan itu masalahnya. Namun, ada mekanisme pangan yang dilakukan agar tetap tersedia dan harga pun tetap stabil. Yaitu Islam melarang negara bergantung pada negara luar atau korporasi dengan kata lain bebas intervensi. Negara harus mandiri, mengelola sendiri kebutuhan pokok dalam negeri. Pun dengan politik pertaniannya.
Dengan demikian negara memiliki kebijakan ketahanan pangan sendiri seperti bagaimana meningkatkan segala kebutuhan pertaniannya dengan teknologi dalam negeri. Baik dalam menciptakan kualitas pupuk yang berkualitas dan penyediaan lahan yang dimanfaatkan untuk mengelola kebutuhan pokok. Sehingga menghasilkan produk pangan termasuk beras dan hasil bumi yang bagus serta melimpah. Rakyat tak kan tercekik dengan harga yang melambung. Sebab negara menjamin ketersediaannya. Negara akan mengatur dan mengelola secara ketat kalau-kalau ada yang melakukan kecurangan, maka akan di beri sanksi tegas. Semua itu akan meminimalisir kejahatan yang muncul sewaktu-waktu. Menciptakan perilaku yang hanya takut kepada Allah saja. Sebab pemimpin tetap akan dimintai pertanggungjawabannya termasuk dalam hal pengelolaan pangan. Semua ini bisa diwujudkan dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan.
Sabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (Riwayat Muslim).
Wallahua'lam bisshowab.
Punky Purboyowati
(Pena Ngopi)
0 Comments