Tintasiyasi.com -- Indonesia terkenal dengan sebutan tanah surga yang dilalui oleh garis khatulistiwa, terdapat banyak keuntungan apabila mengelolanya dengan benar. Bahkan kayu saja ketika dilempar bisa menjadi tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju apabila segala kekayaan alam jauh dari kapitalisasi.
Namun faktanya tidak sesuai harapan yang diinginkan, negeri ini masih memiliki segudang permasalahan, salah satunya dengan ketersediaan bahan pokok seperti beras. Padahal masyarakat Indonesia sekitar 90% mengonsumsi beras sebagai makanan pokok.
Bagi masyarakat miskin, sebagian besar pendapatan mereka yang tidak seberapa digunakan untuk membeli bahan pangan, terutama beras. Sayangnya, hingga hari ini persoalan seputar beras masih saja terjadi dengan masalah klasik yang tidak terurai.
Indonesia terkenal dengan negara agraris yang terbentang dari sektor pertanian yang luas, baik dari persawahan yang dapat menghasilkan makanan pokok yaitu beras. Namun, sangat disayangkan Indonesia terancam mengalami krisis beras.
Adanya kondisi El Nino sehingga melemahkan produksi dan negara-negara penghasil beras yang memilih untuk mengamankan pasokan dalam negaranya sendiri. Indeks Harga Beras Organisasi Pangan dan Pertanian untuk Juli naik 2,8% menjadi 19,7%, dibandingkan tahun lalu dan nilai nominal tertinggi sejak September 2011 (CNBCIndonesia.com 13/08/2023).
Setidaknya ada empat hal yang diperkirakan menyebabkan terjadinya lonjakan harga beras saat ini, mulai dari fenomena El Nino, siklus panen yang tidak stabil, ekspektasi penurunan produksi beras, hingga pembatasan kebijakan ekspor seperti yang dilakukan oleh India. Meskipun faktor tersebut tidak berdampak langsung kepada Indonesia, namun faktanya mampu memicu sentimen yang mempengaruhi pasar dalam negeri.
Naiknya harga beras yang melambung tinggi saat ini, menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kelola kebijakan pertanian di negeri ini. Apalagi jika yang menjadi alasan adanya siklus panen dan fenomena El Nino. Karena hal tersebut sebenarnya bisa diprediksi dan diantisipasi oleh para ahli dan teknologi yang memadai.
Padahal Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang melimpah dan beraneka ragam komoditas pangan, tanah subur yang terbentang luas dan juga para pakar pertanian. Namun karena adanya situasi ekonomi global, sehingga negeri ini tidak mampu menjadi negara mandiri yang mampu mengelola sumber pangan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat termasuk beras.
Akar persoalan ini muncul karena paradigma yang keliru dari tata kelola sistem pertanian yang mengadopsi konsep kapitalisme yang semuanya diukur dengan standar untung dan rugi. Padahal negara dalam hal ini perlu mewujudkan kemandirian pangan agar rakyat tidak merasakan kesulitan dari pelonjakan harga pangan.
Namun, apa yang mau dikata negara justru menyerahkan urusan ini kepada para korporasi. Begitupun juga terkait aspek distribusi yang dalam hal ini negara alpha, yang berakibat merajalelanya para mafia yang banyak melakukan penimbunan barang.
Konsep ekonomi kapitalis neoliberal telah gagal dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam urusan pangan. Berbeda halnya dengan konsep Islam yang sudah terbukti mampu dalam menjaga kedaulatan negara dan kemandirian pangan.
Yaitu dengan cara mengoptimalisasi kebijakan sektor hulu, yakni dengan meningkatkan produksi pertanian dengan intensifikasi, seperti menyediakan bibit unggul, pupuk dan sarana lain yang dibutuhkan dalam sektor pertanian. Negara juga akan memberikan subsidi kepada rakyat dengan cuma-cuma, semua itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Sehingga petani tidak mengeluh dengan kenaikan gabah, pupuk dan lainnya. Negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan kepada para petani yang tidak mempunyai lahan.
Dalam sistem Islam pemimpin adalah sebagai ra'in bagi rakyatnya, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Wallahu a'lam bishshowwab.
Oleh: Wakini
(Aktivis Muslimah)
0 Comments