TintaSiyasi.com -- Semenjak tanggal 11 Agustus 2023 siaran televisi analog diseluruh wilayah di Indonesia telah dimatikan dan diganti dengan televisi berbasis digital. Akibatnya masyarakat yang hanya memiliki televisi tabung jadul yaitu televisi analog tidak bisa lagi untuk menikmati siaran televisi yang ada saat ini. Karena tanpa alat berwarna hitam dengan nama set top box (STB) televisi analog ini tidak lagi bisa untuk digunakan. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah pusat melakukan cara dengan penyaluran set top box gratis kepada warga yang terdaftar sebanyak 6,7 juta.
Secara tidak langsung masyarakat dipaksa mengeluarkan biaya tambahan sebesar kurang lebih 250 ribu untuk membeli alat set top box. Namun apakah semua masyarakat negara ini akan mampu untuk membelinya? Jawabannya tentu saja tidak. Banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan, rentan miskin serta miskin ekstrim lantas bagaimana nasib mereka ini agar dapat serta bisa menikmati siaran televisi?
Banyak kita jumpai di sekitar kita masyarakat miskin dan kurang mampu yang belum memiliki set top box. Jangankan untuk membeli STB untuk terus bertahan hidup di tengah melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok dan tingginya biaya pendidikan serta kesehatan saja rasanya sulit dan begitu berat, semua bukan karena mereka malas tapi karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapat pekejaan, mereka hanya jadi buruh meskipun mereka mempunyai keahlian sedangkan banyak lapangan pekerjaan yang ditempati para asing dan aseng.
Tidak jarang pula kita jumpai masyarakat yang telah mempunyai STB namun dengan jalan berhutang, dengan jalan riba, tanpa lagi memikirkan halal haram, tanpa lagi memikirkan bunga besar yang harus di bayar dan tanpa lagi memikirkan masalah pertanggung jawabannya nanti di hadapan Illahi robbi. Semua akan dilakukan hanya karena ingin bisa kembali menikmati siaran televisi, untuk sekedar mendapat hiburan di waktu luang melepas penat sambil bercanda dengan keluarga.
Bila sejenak kita kembali ke era tahun 1970an, di era pemerintahan Suharto dimana pada saat itu siapa saja yang memiliki pesawat televisi harus membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 300 dan iuran bulanan Rp 200 dibayar di kantor pos dan kalau sampai menunggak akan di datangi kerumah-rumah, dikutip dari kompas.com (8/1/2023).Semua tidak jauh beda pada zaman ini, ibaratnya kita harus membayar Rp 250.000 untuk bisa nonton televisi itupun hanya sampai STB mereka masih baik-baik saja dan masih bisa berfungsi normal. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk senantiasa meriayah umatnya, menjaga, melindungi umatnya namun apa pemerintah malah menjadikan rakyatnya ladang untuk mencari cuan, pemerintah hanya menjadi regulator yang menghubungkan antara rakyat dan para kapital-kapital, para oligarki, para pengusaha besar yang hanya mencari keuntungan tanpa memikirkan jerit tangis orang miskin. Seharusnya pemerintah mempermudah rakyatnya untuk mengakses informasi baik melalui televisi, media sosial, maupun secara langsung (majelis taklim). Apabila digitalisasi televisi memang sangat penting bagi kemaslakhatan umat seharusnya pemerintah memfasilitasi dengan jalan menyalurkan bantuan set top box secara merata kepada rakyatnya.
Oleh: Sumiati
Aktivis Muslimah
0 Comments