TintaSiyasi.com - Miris, tarif prostitusi online atau yang sering disebut open BO di Jogja disebut sebagai yang tertinggi se-Indonesia. Hal itu terungkap dari survei yang dilakukan CNBC Indonesia Intelligence Unit. Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto menilai tarif open BO Jogja yang tinggi tak lepas dari perkembangan tata kota. Derajat mengatakan, sebelum ada media sosial, pekerja seks dulu hanya mangkal di pinggir jalan atau berada di rumah bordil. Jogja sekarang berkembang mengikuti konsep metropolis dalam arti perkembangan seperti Jakarta, soal perkembangan kotanya, soal pembangunan kotanya, fasilitas perkotaannya sudah seperti Jakarta.
Darurat perlindungan generasi dari Prostitusi Online Open BO, hal ini dikarenakan persoalan ini tidak hanya terjadi di jogja maupun nasional tapi juga di seluruh dunia. Situs UNICEF melaporkan diperkirakan ada 150 juta anak perempuan dan 73 juga anak lelaki usia di bawah 18 tahun yang mengalami kekerasan dan eksploitasi seksual. Diperkirakan ada 1,8 juta anak mengalami eksploitasi seksual di jaringan prostitusi dan pornografi. Ada sekitar 1 juta anak yang setiap tahun terjerumus ke dalam dunia prostitusi setiap tahunnya.
Tidak salah kalau kita katakan jaringan prostitusi online, lahir dari nafsu bejat kapitalisme. Bagi pelaku bisnis di alam kapitalisme, barang ekonomi (economic good) adalah apa saja yang ada peminatnya dan harganya cocok sehingga bisa ditransaksikan, termasuk prostitusi online. Beberapa kasus yang diungkap kepolisian menemukan fakta sejumlah mucikari sama-sama masih di bawah umur, usia SMP, dan teman mereka juga. Mirisnya, ada kasus orangtua yang justru terlibat dalam prostitusi anak. Mereka melacurkan anak-anak mereka. Naudzubillah.
Meningkatnya pelacuran anak di tanah air adalah gambaran negara gagal melindungi warganya sendiri. Gagal memberikan jaminan kebutuhan hidup, dan gagal menjamin keamanan sosial sampai-sampai mereka menjadi korban human trafficking. Padahal masalah ini sudah sering diingatkan oleh banyak kalangan seperti KPAI dan sejumlah LSM serta tokoh pendidikan. Namun hingga hari ini tak ada penanganan serius oleh pemerintah dari masa ke masa. Publik patut bertanya, apa saja yang dilakukan pemerintah untuk menangani persoalan ini? Apakah ini akan dibiarkan terus berkelanjutan?
Dalam syariat Islam, sistem kehidupan yang paripurna, kaum Muslim baik keluarga apalagi pemerintah diberikan tanggung jawab untuk melindungi setiap anggota keluarga. Di level keluarga, ayah bertanggung jawab memberikan nafkah pada istri dan anak-anaknya. Selain juga menjaga keamanan mereka dari berbagai gangguan.
Di level masyarakat, setiap anggota masyarakat ada kewajiban untuk saling ta’awun bil birri wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) pada siapa saja. Termasuk memberikan bantuan sosial dan juga menjamin rasa aman lingkungan.
Tentu saja pihak yang paling bertanggung jawab dalam persoalan masyarakat adalah negara. Pemerintah, dalam hal ini Khilafah Islamiyah, harus bisa menjadi junnah/perisai yang melindungi rakyat. Khalifah dan aparatnya harus melayani kebutuhan masyarakat sesuai syariat Islam seperti jaminan kebutuhan pokok, dengan bekerja keras mengentaskan kemiskinan dan kelaparan, selain juga menjamin pendidikan dan layanan kesehatan warga.
Syariat Islam dan Khilafah Islamiyah tidak mentolerir prinsip bisnis ala kapitalisme. Prositusi online, klab malam yang sajikan tarian mesum kaum perempuan dan lelaki akan dilarang karena dapat mengantarkan pada perkara yang haram. Negara juga akan menjatuhkan sanksi keras pada sindikat atau pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan prostitusi online. Sanksi yang diberikan akan dijatuhkan sesuai keterlibatan mereka; siapa yang terlibat dalam penculikan, penyekapan, penipuan, kekerasan, pelecehan seksual dan pemerkosaan akan diberikan sanksi atas setiap tindakan tersebut. Adapun korban mereka tidak akan dijatuhkan sanksi karena status mereka adalah korban dan dipaksa melakukan tindakan kriminal. Mereka terbebas dari segala sanksi
Wallahu a'lam. []
Oleh: Imanda Amalia, S.K.M.,M.P.H.
Pemerhati Generasi Muda
0 Comments