TintaSiyasi.com - Mendekati pemilu 2024, isu seputar politik mulai bermunculan. Indonesia sebagai negara yang tergolong religius dan mayoritas Muslim, isu yang membenturkan politik dengan agama, khususnya Islam, santer digaungkan. Banyak politikus melontarkan pendapat bahwa nilai agama tidak boleh dibawa-bawa ke dalam politik. salah satu pernyataan kontroversial diungkapkan oleh menteri agama sendiri, Yaqut Cholil Coumas. Menteri Yaqut mengeluarkan himbauan sarkasme yang justru mengundang perpecahan di tengah umat. Ia meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Kemudian belaiu mengatakan, "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok." (kemenag.go.id, 03/09/2023).
Apabila menilik ke belakang, sejak rezim Presiden Jokowi, umat Islam sering dipojokkan. Umat Islam kerap menjadi sasaran fitnah radikalisme dan terorisme. bahkan sekadar menjalankan aturan berpakaian pun, laki-laki yang memakai celana di atas mata kaki atau Muslimah berkerudung panjang dan bercadar, dituduh kearab-araban. Yang mendakwahkan Islam kaffah (total dan menyeluruh) dikatakan anti NKRI. Muslim dan non-Muslim dibentur-benturkan, padahal baik dulu maupun sekarang, Muslim Indonesia adalah masyarakat yang sangat toleran. Yang mana toleransi umat beragama itu sendiri merupakan ajaran pokok dalam Islam. kemudian setelah dibentur-benturkan, tak jarang umat Islam hanya diambil keuntungan atau manfaatnya saja.
Misalnya, dalam regulasi ibadah haji, umat Islam diwajibkan membayar sebagian ONH (Ongkos Naik haji) meskipun daftar tunggu untuk pemberangkatannya masih bertahun-tahun kemudian. Dana haji yang masuk dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang jelas menyalahi akad dan hak jemaah haji. Seolah mereka lupa pernah mengatakan "jangan membawa agama", tanpa rasa sungkan dana umat Islam disabotase. Dalam kampanye jelang pemilu pun demikian. seringkali janji-janji manis ditujukan kepada umat Islam, tokoh-tokoh agama dirangkul, beberapa politikus bergaya dan berpenampilan islami, demi meraih suara rakyat yang mayoritas Muslim. Namun setelah terpilih, umat Islam dikhianati, didiskriminasi dan diintimidasi. Inilah wajah asli politik sekuler yang sangat tidak konsisten, penuh dengan kepalsuan.
Islam adalah agama ideologi yang sempurna sehingga terpancar darinya aturan yang lengkap bagi manusia. Mulai dari skala individu, masyarakat hingga negara. Seluruh kehidupan manusia didunia sejatinya bertujuan untuk ibadah kepada Allah, sebab pada akhirnya setiap manusia akan mati dan kembali kepada Allah. Oleh sebab itu Allah menyediakan aturan lengkap agar manusia tidak tersesat dan mudah mencari solusi ketika menghadapi masalah dalam kehidupannya. Maka mustahil seorang Muslim meninggalkan agamanya dalam aspek apapun termasuk politik.
Politik dalam Islam tidak hanya diartikan sebagai pengaturan kekuasaan, tetapi juga tata cara mengatur urusan umat dan mengelola negara sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Urusan semacam ini justru sangat membutuhkan orang-orang yang berpegang teguh pada nilai-nilai agama atau akidah Islam. Sebab mengatur urusan umat adalah amanah besar. Pelaksanaan amanah tersebut harus disertai kesadaran bahwa kelak akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah. Landasan inilah satu-satunya yang bisa menjaga seorang pemimpin, pejabat dan semua pelaku politik berlaku jujur. Apabila politik dipisahkan dari agama justru akan sangat berbahaya bagi bangsa dan negara.
Sebagaimana yang telah kita saksikan dan rasakan saat ini. Politik ala sekuler praktis hanya sebuah ritual yang menghabiskan uang rakyat. Janji-janji manis diumbar ketika kampanye, namun setelah terpilih menjadi pemimpin, seketika pura-pura lupa terhadap ucapannya sendiri. Bukan rahasia jika banyak politikus rela menghamburkan banyak uang demi mendulang suara. Tak heran ketika terpilih, ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan pribadi. Membuat aturan dan keputusan yang bisa memperkaya diri dan golongannya sendiri. Sumber daya alam milik negara dijual kepada asing, Investasi swasta asing dimudahkan, tenaga kerja dibiarkan melenggang masuk, impor digalakkan tanpa mempedulikan nasib petani pribumi, dan lain sebagainya. Di sisi lain, rakyat dipaksa buta politik. Dibuat muak dan skeptis terhadap dunia perpolitikan sehingga negara ini tetap dikuasai oleh kapitalis dan oligarki yang itu-itu saja.
Politik adalah salah satu aspek yang sangat diperhatikan dalam Islam. Hanya dengan politik, umat Islam bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah yang akan mengundang berkah dan rahmat Allah. Non-Muslim pun niscaya bisa merasakan kebaikan dan keadilan Islam. Maka salah jika seorang Muslim berpendapat bahwa agama tidak boleh dibawa-bawa ke dalam politik, bahwa agama hanya di masjid atau tempat-tempat ibadah. Ketidak pedulian terhadap politik adalah sumber kemunduran dan keterpurukan umat saat ini. Satu-satunya jalan mewujudkan kesejahteraan dan kemenangan umat adalah menyudahi sekularisme dan beralih kepada Islam. []
Oleh: Dinda Kusuma W.T.
Aktivis Muslimah
0 Comments