TintaSiyasi.com - Belakangan ini viral di media sosial informasi terkait adanya penjualan produk Red Wine (anggur merah) merek Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal.
Kemenag, Muhammad Aqil Irham, menyampaikan bahwa memang ada produk minuman merek Nabidz yang mengajukan sertifikasi halal, namun bukan untuk produk wine. Aqil menjelaskan pada Jumat (28/7/2023) bahwa sebenarnya izinnya itu jus buah. Namun, ternyata hal ini sedang diinvestigasi, ataukah oleh pelaku usaha atau reseller-nya sehingga ada kontroversi terkait pelabelan wine halal (Liputan6.com, 28/07/2023).
Astaghfirullah, begitu mudahnya memperoleh sertifikasi halal saat ini, dikarenakan ada ambisi pemerintah untuk menjadi produsen makanan dan minuman halal nomor 1 di dunia pada 2024.
Halal dan Haram Jadi Bias di Sistem Kapitalis
Begitulah ketika sistem dan tata kelola yang digunakan adalah sistem kapitalisme sekuler yang hanya berorientasi pada keuntungan atau materi saja, maka apapun bisa diterobosnya tanpa memandang hal tersebut baik atau buruk, halal atau haram dalam pandangan syariat.
Selain itu, jika sistem buatan manusia ini masih tetap diterapkan maka ujungnya selalu ada celah untuk mengakali, misalnya saja lembaga sertifikasi halal yang tujuannya untuk mengamankan masyarakat, tetap saja lembaga ini dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dan kemungkinan perilaku kecurangan yang dengan mudahnya diakal-akali mungkin saja dapat terjadi di situasi sistem sekarang. Namun, semua ini niscaya terjadi di sistem kapitalis sekuler yang dorongannya bukanlah keimanan, tetapi dorongannya hanyalah keuntungan (materi) semata.
Hal ini juga memungkinkan kaum Muslim akan sulit dalam membedakan yang halal dan haram, karena asas materialisme yang melekat di sistem kapitalis ini membuat setiap orang bebas menjual apa saja guna memperoleh keuntungan, termasuk mencampur makanan ataupun minuman dengan yang haram. Sehingga penting bagi umat Islam untuk lebih hati-hati dalam memilih makanan dan minuman.
Walaupun sudah tersedia lembaga penjamin sertifikasi halal saat ini, namun nyatanya umat Islam tidak serta merta terlindungi dari segala hal yang diharamkan. Begitulah risiko ketika hidup di bawah sistem kapitalisme, yang jelas sistem ini hanya memihak pada para pemilik modal, bukan kepada umat Islam.
Perspektif Islam
Di dalam Islam, seorang Muslim termasuk juga pemimpin mestinya terikat dengan hukum syariat dan ketika melakukan sesuatu maka dorongannya adalah keimanan kepada Allah. Dalam masalah makanan dan minuman saja jelas bahwa Islam mengatur mana yang halal dan mana yang haram. Seorang Muslim harus mengetahui hukum-hukum syariah berkaitan dengan apa yang dikonsumsinya.
Jika dikaitkan dengan kasus wine ini, maka jelas bahwa wine adalah minuman yang mengandung alkohol, sehingga haram bagi seorang Muslim untuk meminumnya sekalipun ada label halal.
Selain itu, dalam sistem Islam (khilafah) negara bertanggung jawab terhadap pemenuhan jaminan halal pada produk makanan ataupun minuman. Negara sebagai penanggung jawab rakyat, maka wajib berusaha semaksimal mungkin agar individu rakyatnya terhindar dari hal-hal yang diharamkan. Selain itu, negara juga memastikan bahwa produsen makanan itu hanya menjual produk yang sudah terjamin kehalalannya, melarang memperjualbelikan produk yang haram, dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku, produsen ataupun distributornya.
Yang dibutuhkan kaum Muslim yaitu produk halal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan sebatas label atau sertifikasi saja. Sebuah produk, mulai dari bahan baku, proses pengerjaan, sampai menjadi produk pangan maka harus dipastikan kehalalannya. Semua itu dikerjakan, dikontrol, dan diawasi oleh para ahli dan ulama agar semua produk pangan yang dikonsumsi masyarakat benar-benar terjamin kehalalannya.
Menyerahkan sertifikasi pada kelompok, lembaga atau pelaku usaha yang dilegitimasi pemerintah di era kapitalis saat ini nyatanya berpotensi terjebak kepentingan bisnis kapitalis.
Persoalan halal dan haram tidak boleh dianggap remeh. Menyerahkan suatu urusan kepada bukan ahlinya hanya akan mengantarkan pada kehancuran. Oleh karenanya, ini adalah urgensi adanya khilafah yang mengatur segala aspek kehidupan, termasuk yang akan menjamin tersedianya produk halal di seluruh penjuru negeri tanpa ada modus kepentingan tertentu, kecuali agar umat terjaga dari keharaman. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Asih Lestiani
Aktivis Muslimah
0 Comments