Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tawuran Pelajar Marak Akibat Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalisme

Tintasiyasi.com -- Seolah tiada ujung, tawuran pelajar masih kerap terjadi. Tahun ajaran baru yang seharusnya dijadikan momen untuk mengawali aktivitas belajar dalam mengukir prestasi, malah dikotori oleh beberapa aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok pelajar. Tentu saja hal ini telah mencoreng nama baik dunia pendidikan.

Kita dapati sejumlah kasus tawuran yang telah terekam media. Ada yang baru rencana dan berhasil digagalkan oleh aparat, ada pula yang telah terjadi dan menelan korban. Alasan di balik peristiwa itu pun dapat dikatakan jauh dari kata benar. Bagaimana tidak? Jika sebagian dari mereka mengaku melakukan tawuran dengan tujuan membuat konten agar viral di media sosial.

Seperti yang terjadi di sekitar jembatan Bandengan Jakarta utara beberapa waktu lalu. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gasgari mengungkap motif di balik kekacauan yang dilakukan oleh para pelajar tersebut. Beliau mengatakan bahwa aksi para pelajar berseragam putih abu-abu itu dipicu dari keinginan untuk eksis di media sosial (Antara.news.com,17/07/2023).

Begitu pula dengan aksi tawuran di Kota Bogor. Sekitar 20 pelajar diamankan oleh petugas setelah terendus hendak melakukan tawuran dengan senjata tajam. Mereka dipertemukan dengan orang tua mereka dan diminta bersimpuh untuk meminta maaf. Sejumlah orang tua pun turut menangis karena tidak menyangka akan mendapati anak-anak harapan mereka terkurung dalam tahanan kepolisian. (berisatu.com, 23/7/2023)

Kepribadian yang Lemah

Kasus-kasus tawuran yang terjadi tentu tidak hanya yang terekam oleh media di atas. Masih banyak lagi tawuran di kota-kota lain yang tidak dipublikasikan. Maka tak heran, jika fenomena ini seolah tidak ada penyelesaian maksimal, karena sejatinya masih banyak kasus di pelosok-pelosok negeri yang belum tersorot.

Berulangnya kasus serupa mengindikasikan bahwa kondisi generasi saat ini jauh dari kata aman. Dengan berbagai motif yang ada kasus tawuran antar pelajar tetap tidak dapat dibenarkan. Terlebih lagi jika motifnya adalah demi eksistensi diri. Benar-benar memprihatinkan. Betapa lemah kepribadian generasi negeri ini.

Apa Penyebabnya?

Setelah kita cermati beberapa fakta di atas, ada beragam faktor yang menjadi penyebab terjadinya tawuran pelajar. Seperti kurangnya pembekalan serta perhatian dari orang tua, kurangnya kontrol sosial dari masyarakat, dan minusnya sistem pendidikan yang berbasis sekuler kapitalisme. Kurangnya pembekalan anak dari keluarga baik pendidikan agama maupun faktor psikologis dalam keluarga, menjadikan anak bertindak semaunya. Mereka tidak paham akan nilai-nilai agama apalagi halal haram. Tak jarang anak-anak yang lepas dari kontrol orang tua. Sehingga tawuran menjadi pelampiasan untuk mendapat pengakuan.

Akibat dari penerapan sistem kapitalis sekuler, para orang tua disibukkan dengan aktivitas mencari materi. Tidak sedikit orang tua yang lebih fokus bekerja dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan anak-anak mereka. Begitu juga dengan kurangnya pemahaman Islam dalam keluarga. Tidak dapat dimungkiri jika paham sekularisme telah mengarahkan tindakan manusia untuk jauh dari aturan agama. Akibatnya anak-anak khususnya pelajar berperilaku menuruti hawa nafsunya saja.

Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat juga menyebabkan para remaja khususnya pelajar menjadi hilang kendali. Menolak lupa jika penerapan sistem kapitalis dan gaya hidup liberal melahirkan masyarakat yang cenderung individualistis. Tak begitu peduli dengan lingkungan sekitar, terlebih lagi dengan dalih menghormati hak asasi manusia, masyarakat seolah tidak punya hak untuk mencampuri urusan orang lain. Maka tidak heran jika masyarakat tidak berani mengingatkan perilaku pelajar yang anarkis.

Faktor selanjutnya adalah sistem pendidikan yang berbasis kapitalis sekuler. Dalam sistem ini, fokus pelajar hanya pada capaian nilai akademis semata. Lembaga pendidikan kurang memperhatikan masalah pencapaian akhlak dan kepribadian pada anak didik. Sehingga mereka tidak memiliki pengendalian nafsiyah yang benar. Alhasil anak didik tidak paham hakikatnya ilmu yang dipelajari, pun tidak paham akan pengaplikasiannya dalam kehidupan.

Selain beberapa faktor di atas, ada satu lagi faktor yang menjadikan pelajar tidak jera melakukan tawuran, yakni lemahnya hukum di negeri ini. Biasanya hukum yang ditetapkan hanya berlaku bagi orang dewasa. Sedangkan di negara kita, pelajar dianggap sebagai anak-anak yang belum dikenakan sanksi hukum. Kategori anak di bawah umur membuat mereka tidak terbebani hukum. Seharusnya standar dewasa tidak ditentukan oleh usia, tetapi jika anak sudah mencapai akil balig, maka harus sudah dikenakan sanksi hukum. Jika penetapan sanksi hukum masih tidak jelas, bagaimana mungkin masalah tawuran pelajar dapat diselesaikan?

Hukum Buatan Manusia

Setelah dicermati berbagai permasalahan remaja, kita dapati benang merah bahwa ketika manusia berada dalam kendali hawa nafsu dan akal yang lemah, maka manusia tidak dapat menciptakan peraturan yang tegas. Apalagi yang dapat menghentikan perilaku-perilaku amoral seperti halnya tawuran pelajar dan buntut panjang dari masalah tersebut. 

Lingkungan masyarakat yang cenderung individualistis juga liberal menjerat para pelajar dalam dunia penuh gaya, berperilaku semaunya tanpa berstandar pada hukum yang jelas. Pun faktor internal individu seperti lemahnya iman, kurangnya perhatian orang tua, rusaknya akidah, broken home, dan lain sebagainya membuat pelajar tidak memahami konsep dasar hidupnya.

Kembali pada Islam

Tidak ada solusi tuntas untuk menyelesaikan persoalan tawuran kecuali kembali pada Islam. Menjadikan syariat Islam sebagai standar kehidupan. Tentunya dimulai dari keluarga. Bagaimana menanamkan akidah Islam sejak dini pada anak.

Sehingga akidah Islam menancap kuat pada diri dan menjadikan anak paham akan konsep hidup yang hakiki. Begitu juga dengan kehidupan bermasyarakat yang memberlakukan sistem Islam akan menghasilkan masyarakat yang islami, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. 

Hal yang tidak kalah penting dalam pembentukan kepribadian pelajar yaitu mereka harus mendapatkan pendidikan berbasis Islam. Sebab, dalam Struktur Pendidikan Islam prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan dititikberatkan pada akidah.

Dengan harapan dapat membentuk sumber daya manusia dengan pola pikir dan pola sikap Islami.  Mengarah jelas pada pengembangan  keimanan yang melahirkan amal saleh, serta penerapan ilmu yang bermanfaat. Tidak bertolok ukur pada kuantitas, tetapi kualitas.

Pendidikan Islam juga bertujuan untuk membangkitkan potensi-potensi generasi yang mengarah pada kebaikan, diselaraskan sesuai fitrah manusia. Bukan eksploitasi sisi potensial tersebut demi kepentingan sosial media belaka. Dengan begitu generasi berakhlakul karimah serta bersyaksiyah Islamiyah akan terwujud. 

Demikian faktor-faktor mendasar yang harus diperhatikan guna menyelesaikan persoalan tawuran pelajar. Didukung dengan stabilitas ekonomi Islam yang kuat, niscaya keluarga lebih fokus memperhatikan anak-anak, saling bersinergi dengan masyarakat dan negara sehingga tercipta keamanan serta kenyamanan lingkungan.

Semua itu tentu tak lepas dari sebuah sistem yang menerapkan hukum Islam di seluruh aspek kehidupan. Sebuah sistem yang bersumber dari Sang Pencipta yang mampu memberantas segala bentuk kemaksiatan, serta menciptakan keadilan. Saatnya kita campakkan sistem kapitalis sekuler yang fasad, berganti pada sistem Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab.[]

Oleh: Ummu Bintang Al-Mustaniir
(Aktivis Dakwah)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments