Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Si Melon Langka, Kapitalisme Biang Keroknya

Tintasiyasi.com -- Gas melon atau elpiji 3 kg bersubsidi kembali langkah di sejumlah daerah. Rakyat pontang-panting untuk mendapatkannya demi dapur bisa ngebul. Bukan kali pertama elpiji sulit dicari, entah mengapa hajat hidup rakyat sering terabaikan di negeri ini yang notabene kaya sumber daya alamnya. 

Seorang ibu rumah tangga dan penjual makanan kecil di Malang mengaku kesulitan mendapatkan elpiji. Ia rela keliling dari agen ke agen, sekalinya dapat ia harus bayar dengan harga mahal (Berita Satu, 25-7-2023).

Selain Malang, beberapa kota di Jawa Timur seperti Magetan, Jombang, Lumajang dan Banyuwangi juga mengalami kelangkaan elpiji. Di luar jawa juga terjadi di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Bali. 

Penyebab Kelangkaan

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa kelangkaan elpiji terjadi karena peningkatan konsumsi. Khususnya pada bulan Juli efek dari libur panjang. Selain itu, Nicke juga menyampaikan jika telah terjadi salah sasaran dalam penyaluran elpiji bersubsidi. Pembelian elpiji subsidi mengalami kenaikan hingga 96%, padahal yang berhak menerima elpiji subsidi hanya 60 juta rumah tangga dari total sebanyak 88 juta rumah tangga atau sekitar 68% (CNBCIndonesia, 27-7-2023).

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, kelangkaan elpiji terjadi karena persoalan distribusi. Skema distribusi yang diterapkan saat ini belum tersosialisasi dengan baik. Hal itu membuat kurangnya suplai pengecer dan berdampak terhadap suplai ke masyarakat (Cnbcindonesia, 31-7-2023).

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kelangkaan elpiji subsidi disebabkan adanya peningkatan konsumsi, salah sasaran, dan buruknya distribusi. Bukan karena pasokan gas elpiji habis. Sebagaimana pernyataan Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga bahwa stok LPG dalam kondisi aman dan sesuai kuota. Pemantauan sudah dilakukan pada 50 ribu lebih pangkalan resmi yang tersebar di seluruh Indonesia (Tempo, 4-8-2023).

Kapitalisme Biang Kerok

Masih lekat dalam ingatan bagaimana dulu masyarakat dikonversi dari minyak tanah ke elpiji. Dengan alasan mengurangi ketergantungan subsidi minyak tanah. Kini, mayoritas masyarakat menggunakan elpiji, ternyata pemerintah mengeluhkan jebolnya kuota elpiji bersubsidi. Hingg rakyat harus setor fotocopy KTP dan KK untuk membelinya, dengan alasan agar elpiji subsidi tepat sasaran. 

Jika disinyalir terjadi salah sasaran pembelian elpiji subsidi dari 68% yang berhak menjadi 96%, seharusnya pemerintah segara melakukan penyelidikan. Betulkan terjadi salah sasaran, atau sebenarnya telah terjadi penambahan jumlah rakyat miskin yang berhak atas elpiji bersubsidi. 

Dalam ekonomi kapitalisme pemberian subsidi kerap menimbulkan persoalan. Subsidi dikatakan membebani APBN negara, membuat rakyat manja, dan sering dinikmati oleh orang-orang kaya. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi kapitalisme sedikit demi sedikit subdisi kebutuhan rakyat dikurangi bahkan akan dilepas. Artinya, setiap warga dibiarkan bersaing untuk memenuhi kebutuhannya mengikuti mekanisme pasar. 

Dalam sistem ekonomi kapitalisme semua barang diperjualbelikan. Tanpa memilah mana yang merupakan hajat hidup orang banyak. Seperti kebutuhan gas elpiji yang kini menjadi kebutuhan pokok rakyat. Ketika gas elpiji diperjual belikan secara bebas, para korporat berlomba-lomba untuk menguasainya. Demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan negara hanya berperan sebagai regulator saja. 

Islam Punya Solusinya

Islam memiliki aturan yang jelas terkait pengelolaan sumber daya alam. Dalam aturan  Islam, bahan tambang yang jumlahnya melimpah seperti minyak dan gas merupakan harta kepemilikan umum atau milik rakyat. Tidak boleh dimiliki oleh individu, swasta, apalagi perusahaan asing. Negara mengaturnya mulai dari proses produksi, distribusi hingga masyarakat dapat memanfaatkannya secara murah bahkan gratis.

Sebagaimana hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang gembalaan dan api (barang tambang). Karena minyak dan gas tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, melainkan harus melalui tahapan proses seperti pengeboran, penyulingan, dan sebagainya serta memerlukan usaha keras dan biaya besar maka menjadi kewajiban negara mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum Muslim. Artinya negara yang mengelola untuk kebutuhan dan kemakmuran rakyatnya. 

Ketika rakyat sangat membutuh gas untuk memenuhi kebutuhannya (memasak) seperti saat ini, maka negara memberikan hasil olahan gas elpiji ke rakyat, bisa dengan gratis atau berbayar tetapi murah dan mudah. Tidak dibutuhkan administrasi yang rumit demi tepat sasaran, karena menjadi hak setiap warga negara, baik kaya maupun miskin, muslim atau non muslim untuk mendapatkan elpiji.

Ketika syariat Islam diterapkan secara total oleh negara, maka segala macam persoalan akan ada solusi tuntasnya. Salah satunya persoalan elpiji tidak ada berulang kelangkaannya, karena aturan Islam sangat jelas mengaturnya dan mekanisme yang harus dilakukan oleh negara. Hal ini hanya akan terwujud manakala negeri ini mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme dan mengambil Islam sebagai sistem ekonomi dan sistem pemerintahan negara. Wallahu a'lam bishshowab.[]

Oleh: Eni Imami, S.Si, S.Pd 
(Pendidik dan Pegiat Literasi)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments