Tintasiyasi.com -- "Pusing Saya Bu! Kalau anak saya tidak diterima di negeri mau sekolah kemana? di swasta mahal semua," begitu curhat dari tetangga saya, yang akhirnya merelakan sejumlah uang untuk masuk ke sekolah negeri.
Hal yang sama terjadi di daerah Karawang, ada orang tua yang mengaku harus mengeluarkan uang sekitar 3 juta supaya anaknya dapat di terima di SMP Negeri. Pun terjadi di wilayah Bengkulu ada indikasi jual beli kursi yang dilakukan oleh sejumlah guru (Tempo.co,13/07/2023).
Bukan rahasia lagi, bahwa PPDB memiliki sejumlah kecurangan. Diantaranya ada uang pelicin, jual beli kursi, sogokan, pemalsuan data hingga titipan pejabat dan berbagai Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Sengkarut ini dimanfaatkan oleh para oknum dan menjadi lahan basah. Mereka mencari cuan dengan cara yang tidak halal. Bahkan menjadi cara supaya dapat dukungan suara bagi para Caleg dan lain sebagainya.
Pertanyaannya apa penyebabnya dan kapan sengkarut PPDB ini akan berakhir? Sungguh, penyebab dari sengkarut PPDB adalah sistem bobrok yang diterapkan di negeri ini. Yaitu kapitalisme-sekuler. Kapitalisme meniscayakan bahwa peran negara hanya sebagai regulator semata, buka periayah (pengurus). Negara ini berlepas tangan dari urusan rakyat. Seperti ekonomi, kesehatan, termasuk pendidikan dan lain sebagainya, semuanya diserahkan kepada para pemilik modal. Walhasil negara dari sisi keuangan, tidak memiliki uang yang cukup. Sebab pendapatannya dari pajak dan utang. Karena itu, sektor vital seperti pendidikan yang menjadi kebutuhan dasar rakyat pun sulit dipenuhi.
Maka, kita dapati hari ini jumlah sekolah negeri yang ada tidak sebanding dengan kebutuhan anak yang akan sekolah. Ini terjadi mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Padahal sekolah negeri itu diincar oleh hampir mayoritas rakyat, apalagi favorit. Sebab, murah bahkan ada yang gratis dan kualitasnya bagus. Jadilah sekolah negeri apalagi yang favorit menjadi rebutan. Karena rebutan akhirnya banyak orang yang mencari jalan pintas supaya masuk.
Semua Jadi korban, guru dan pihak sekolah, siswa dan orang tua murid serta masyarakat. Guru dan pihak sekolah yang harusnya fokus pada memberikan pendidikan yang terbaik harus dipusingkan dengan tekanan dari berbagai pihak yang menitipkan. Bahkan pernah viral ada lurah yang datang kemudian marah-marah, karena titipannya tidak diakomodir.
Siswa dan orang tua pun demikian, harus mengeluarkan sejumlah uang demi masuk sekolah. Mereka yang makan uang haram pun seolah tidak takut azab Allah. Hal ini karena paham sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Seolah agama atau tuhan tidak ada. Demi materi iman dan takwa disingkirkan.
Begitulah buah dari sistem kapitalisme-sekuler. Seperti lingkaran setan, semuanya terbawa dan terpaksa dalam arus kesesatan dan berakhir dengan keburukan. Maka dari itu, harus mencari alternatif lain dan itu adalah sistem Islam.
Dalam sistem Islam negara berperan sebagai pengurus dan pengatur. Negara akan mengatur semua yang menjadi sektor umum seperti ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Negara akan mengelola kekayaan dan sumberdaya alam sedemikian rupa hingga kebutuhan pokok rakyat terlenuhi. Seperti makanan, pendidikan dan juga kesehatan.
Negara Islam memiliki sumber dana yang jelas yaitu dari fa'i, jizyah, dan ghonimah dan yang lainnya. Dengan harta-harta ini negara akan membangun fasilitas pendidikan yang lengkap dan berkualitas. Semuanya baik miskin atau kaya berhak menikmatinya dengan murah bahkan bisa gratis .
Tidak hanya itu, guru pun mendapatkan gaji yang besar. Sehingga fokus hanya mengajar tidak perlu menambah jam kerja untuk mencari tambahan uang. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab gaji guru mencapai 15 dinar/bulan atau setara dengan 36 juta lebih.
Demikianlah Islam hadir sebagai rahmatan lil alamiin. Memberikan solusi yang jitu yang menenangkan dan menyejahterakan. Jadi untuk mengakhiri sengkarut PPDB ini hanya dengan penegakkan Islam secara kaffah dalam sistem Islam. Wallahu'alam bishshawab.[]
Oleh: Verawati S.Pd
(Pegiat Literasi)
0 Comments