Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sengkarut Pengelolaan Tambang Nikel Melahirkan Korupsi Berkepanjangan


TintaSiyasi.com - Kejaksaan Agung menetapkan mantan dirjen mineral dan batubara Kementrian ESDM Ridwan Djamaluddin ( RJ) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait tambang nikel ilegal. Selain Ridwan, Kejaksaan Agung juga menetapkan HK sebagai Sub Koordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementrian ESDM sebagai tersangka. (CNN Indonesia, 11 Agustus 2023).

Ternyata kasus ini menyeret banyak tersangka diantaranya pengusaha asal Brebes Windu Aji Susanto( WAS), pejabat kementrian ESDM yaitu SM selaku kepala Geologi Kementrian ESDM sekaligus mantan direktur pembinaan pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara kementrian ESDM. HW selaku general manager PT Antam UPBN Konawe Utara, GAS selaku pelaksana lapangan PT LAM, AA selaku direktur PT Kabaena Kromit Pratama dan OS selaku Direktur PT LAM. (CNN Indonesia, 11 Agustus 2023).

Kasus korupsi tambang nikel ilegal di blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara yang menjerat sejumlah pengusaha hingga pejabat negara ini menurut sejumlah pegiat lingkungan dan anti korupsi, menunjukkan masih terbukanya cela kongkalikong di tengah tata kelola industri nikel yang carut marut. (BBC news Indonesia, 11 Agustus 2023).

Adanya kongkalikong pengusaha dan pejabat menunjukkan adanya penyalah gunaan jabatan dan wewenang kekuasaan. Penyalahgunaan jabatan dan wewenang kekuasaan sebenarnya berkaitan dengan sistem ekonomi yang diadopsi saat ini yaitu sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi ini meniscayakan kebebasan kepemilikan, maka pengelolaan sumber daya alam akan berbasis pada investasi dan pengelola penuh adalah para kapitalis, dengan industrinya.

Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator saja, bahkan bisa lebih dari itu, pejabat negara bisa meraup keuntungan pribadi dengan menjadi backing pelanggaran SOP pengelolaan tambang yang dilakukan oleh para penguasa ataupun kapitalis. Karena itu program hilirisasi sumber daya alam termasuk logam nikel yang diklaim membela rakyat hanya omong kosong belaka.

Faktanya Ownership smelter hilirisasi sumber daya alam tetap pada investor asing. Klaim nilai tambah ekonomi merujuk pada penyerapan tenaga kerja lokal sehingga ketika ada pernyataan hilirisasi jangan dilihat dari owner smelter, baik itu penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri. Tetapi, lebih kepada penambahan ekonomi adalah suatu pembodohan, sebab rakyat yang seharusnya bisa menikmati secara utuh kekayaan sumberdaya alam hanya bisa menikmati sedikit saja.

Terbukti, mengacu pada laporan kemiskinan BPS pada Maret 2023 hampir semua propinsi tempat berdirinya tambang nikel justru mengalami kemiskinan, ini berbanding terbalik dengan naiknya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Inilah nestapa yang mengerikan ketika kapitalisme diterapkan. 

Berbeda dengan pengelolaan sumberdaya alam oleh negara yang menerapkan syariah Islam yaitu khilafah. Dalam Islam sumberdaya alam yang jumlahnya melimpah adalah kepemilikan umum seluruh rakyat sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli adalah air, padang rumput, dan api." (HR Ibnu Majah).

Dari dalil ini Islam mewajibkan negara mengelola harta kekayaan rakyat mulai dari explorasi, exploitasi dan distribusi semua dilakukan oleh negara tanpa mengambil keuntungan sepeser pun. Negara juga haram menyerahkan rangakaian pengelolaanya kepada swasta. Kalaupun bekerja sama dengan swasta tidak lebih dari akad ijaroh atau kontrak kerja saja. Jadi, para swasta ini tidak diberi ruang sedikitpun untuk menguasainya. Dan hasil dari pengelolaan yang dilakukan negara ini nantinya akan dikembalikan penuh kepada rakyat seperti untuk memenuhi pendidikan gratis, kesehatan gratis, penyediaan BBM gratis, litrik gratis dan berbagai kebutuhan rakyat lainnya. Dengan demikian rakyat akan sejahtera dalam sistem Islam itu bukan mimpi.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Dewi Asiya
Pemerhati Masalah Sosial
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments