TintaSiyasi.com - Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementrian Pertanian telah menangguhkan impor sapi dari 4 fasilitas peternakan di Australia. Sapi-sapi tersebut terdeteksi terjangkit penyakit LSD (Lumpy Skin Disease) (voaIndonesia.com, 01/08/2023). Ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan dari total 60 yang terdaftar.
Selain Indonesia, rupanya Malaysia juga mendapatkan dan menangguhkan impor daging sapi Australia yang juga terkena LSD (cnnindonesia.com, 11/08/2023). Berbeda dengan Indonesia, Malaysia memutuskan untuk menghentikan impor semua sapi dan kerbau hidup dari Australia.
Sebenarnya LSD sudah lama telah memasuki Indonesia. Menurut Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2023 awal telah muncul virus ini di pulau Jawa. Bahkan pada tahun 2022 telah ditemukan LSD pada sapi di Kendal, Jawa Tengah dan Riau. Virus LSD tersebut bahkan sudah menjadi endemi, alias menjangkit di suatu daerah atau pada suatu golongan masyarakat.
Sapi yang terkena LSD bisa diamati secara kasat mata. Muncul luka di kulit sapi berupa nodul berukuran 1-7 cm, sapi mengalami demam hingga lebih dari 40,5 derajat Celcius, produksi susu menurun, terdapat leleran pada hidung dan mata, kelenjar limfa dan kaki sapi bengkak. Penyakit ini dapat ditularkan melalui vektor berupa nyamuk, lalat, atau caplak. Penyakit ini merugikan peternak Indonesia. Bagaimana tidak? Sapi yang telah sembuh dari LSD kulitnya sudah tidak bisa dijual, berat badan menyusut drastis, nilai ekonomis berkurang dan yang lebih penting lagi adalah menurunkan kuantitas ketersediaan stok daging sapi negeri dan mengurangi sumber protein dalam negeri.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang, cara efektif untuk menghentikan wabah ini adalah dengan vaksin. Langkah Indonesia yang menghentikan sementara impor sapi dari 4 peternakan di Australia kurang ampuh karena vaksin di dalam negeri belum masif. Jumlah vaksin LSD di Indonesia terhitung cukup sedikit. Para peternak mengalami kesulitan untuk mendapatkan vaksinnya, hanya sebagian kecil yang menerima vaksin tersebut (kbr.id/22/06/23). Selama ini, pemerintah pusat mengandalkan impor untuk mendapatkan vaksin LSD dikarenakan belum mampu memproduksi vaksin secara mandiri (radarjogja.jawapos, 10/03/2023).
Nampaknya, negara masih kurang maksimal untuk menyelesaikan permasalahan sapi LSD ini. Ciri khas negara sekularisme adalah memisahkan urusan agama dari kehidupan. Macetnya distribusi dan lambatnya proses vaksin LSD akan dihisab oleh Allah SWT dan dipertanggungjawabkan. Ketakwaan kepada Allah akan melahirkan rasa takut akan tidak maksimalnya dalam mengurus urusan rakyat. Dalam hadis riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.”
Islam menetapkan negara peduli dan bertanggung jawab melindungi kebutuhan rakyat dan peternak agar terhindar dari kerugian. Negara akan memproduksi sendiri vaksin LSD sekuat tenaga dan mengkarantina sapi yang terjangkit virus dengan cepat. Industri vaksin ternak tidak akan dijadikan sebagai ladang profit karena menyangkut hajat umat. Negara harus menerapkan Islam sebagai landasan beragama dalam semua aspek, tidak sebagian saja atau tidak dalam aspek peternakan saja. Dibutuhkan penerapan Islam dalam aspek politik, ekonomi, pendidikan, pertahanan, dll. []
Oleh: Fatimatuz Zahrah, S.Pd.
Praktisi Pendidikan di Surabaya
0 Comments