Tintasiyasi.com -- Ada persepsi umum bahwa pusat kota tidak akan pernah menarik keluarga dan kota besar bukanlah tempat terbaik untuk membesarkan anak. Terutama daerah pusat kota digambarkan sebagai tempat tinggal para penjahat, pelacur, penjual narkoba, dan orang asing berbahaya lainnya.
Keluarga dengan anak-anak lebih cenderung mencari pinggiran kota untuk menemukan perumahan yang lebih besar dengan harga yang lebih terjangkau, udara yang lebih bersih, alam yang lebih kaya, gaya hidup yang lebih lambat, dan lingkungan yang lebih aman.
Namun, tinggal di pinggiran kota modern tidak selalu mudah dan murah, terutama bagi mereka yang harus pergi ke pusat kota. Berurusan dengan perjalanan panjang bisa membuat stres dan memengaruhi kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan anggota keluarga.
Seiring meningkatnya jumlah keluarga modern dengan kedua orang tua yang bekerja, tuntutan untuk tinggal lebih dekat dengan tempat kerja semakin kuat dan berkembang. Di beberapa bagian dunia, semakin banyak keluarga yang ingin tinggal di kota. Tren ini dapat dilihat di Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan Kanada.
Menjadi ramah keluarga menjadi semakin penting bagi kota-kota modern karena semakin banyak generasi milenial yang menunjukkan kecenderungan untuk membesarkan keluarga mereka di daerah perkotaan. Selain itu, diperkirakan dua pertiga populasi dunia akan tinggal di kota pada tahun 2030.
Kota Banjarmasin yang terletak di Selatan pulau Kalimantan dan berhadapan langsung dengan laut Jawa menjadi salah satu piloting program Kota Kita Ramah Keluarga (KKRK) se-Indonesia. Banjarmasin masuk dari sembilan kota di Indonesia sebagai kota piloting KKRK percontohan tahun 2023 (Kalsel.antaranews.com, 28/07/23).
Sebelumnya, beberapa kota seperti Vancouver, Tokyo, Amsterdam, dan Toronto telah menyadari tuntutan yang berkembang ini dan mulai mengubah ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti dengan menyediakan unit apartemen keluarga, membangun taman bermain umum dan plaza, dan menyediakan lebih banyak tempat penitipan anak setelah jam sekolah dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan keluarga di area pusat.
Merancang tata ruang kota agar dapat memenuhi kebutuhan bayi dan balita dan orang-orang yang mengasuhnya merupakan salah satu investasi yang pasti berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Ruang kota yang ramah bagi keluarga muda mensyaratkan tersedianya kemudahan transportasi serta akses kereta bayi dan anak, tempat berbelanja, rumah sakit dan pendidikan yang ramah anak. Kalau kota ramah anak balita tentu akan ramah untuk semua usia.
Tata ruang seperti ini, jauh sebelum lahirnya kota-kota metropolis modern, negara Islam telah melakukannya. Kota-kota pada masa peradaban Islam dibangun dengan konsep pelayanan dan periayahan (pengurusan) urusan masyarakat. Pada saat membangun kota, sama sekali tidak ada unsur bisnis, seperti melakukan berbagai tender dengan swasta untuk membangun sarana dan prasarana yang bernilai besar untuk meraih keuntungan. Semua dilakukan dalam rangka memudahkan urusan masyarakat yang diriayah oleh negara.
Bahkan, pada masa kejayaan Islam, Baghdad dan Cordoba merupakan kota yang tertata rapi. Saat Eropa dalam masa kegelapan, kota Islam telah memiliki saluran sanitasi untuk pembuang najis/kotoran di bawah tanah. Sarana transportasi seperti jalan, dibangun dan dikelola sehingga bersih dan terang pada malam hari. Kondisi ini kontras dengan kota-kota di Eropa pada masa itu, yang kumuh, kotor dan gelap gulita pada malam hari sehingga rawan kejahatan.
Bahkan, disetiap bagian kota dengan jumlah penduduk tertentu, negara membangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.
Pada masa itu, masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bekerja, menuntut ilmu, dll tidak perlu menempuh perjalanan jauh karena semuanya dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semuanya memiliki kualitas yang standar.
Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum. MasyaAllah, sungguh memesona! Gambaran kota yang bukan hanya ramah keluarga, tapi juga bagi seluruh masyarakat.
Belajar dari sejarah peradaban Islam diharapkan ada upaya serius dari pemerintah merencanakan sekaligus mengelola dan mengatur kota-kota yang ada, khususnya kota Banjarmasin, menuju kota ramah keluarga yang sesungguhnya juga layak bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Ini hendaknya menjadi bahan evaluasi bagi para pemimpin penyelenggara negara, untuk segera berbenah, agar kota kita ramah keluarga menjadi nyata, bukan mimpi semata.[]
Oleh: Nur Annisa Dewi, SE, M.Ak
(Aktivis Muslimah)
0 Comments