TintaSiyasi.com -- Sungguh miris, tren pinjaman online (pinjol) yang dilakukan masyarakat saat ini makin hari kian meningkat dan menggurita, baik individu maupun UMKM. Ini membuktikan kondisi masyarakat yang kesulitan atau memang untuk membiayai gaya hidup yang hedonis hingga harus berutang. Kondisi ini dijadikan ajang bagi penyedia jasa pinjol atau para pengusaha berotak kapitalis sebagai peluang investasi karena menguntungkan apalagi transaksinya cepat dan mudah.
Bahkan, di media sosial seperti Instagram dan Telegram, bermunculan akun-akun yang menawarkan jasa pinjaman gagal bayar (galbay) dengan tarif rendah sebagai pinjol ilegal. Masyarakat diiming-imingi pinjaman dalam jumlah tinggi tanpa perlu membayar pinjaman. Salah satu akun yang menawarkan jasa tersebut menyatakan bersedia menjadi joki dengan menyiapkan semua data palsu untuk menarik pinjaman di pinjol ilegal.
Akun ini memberikan jaminan konsumennya tak perlu menyiapkan data asli, proses hanya sekitar 2-3 jam, tanpa harus melunasi tagihan, tanpa berurusan dengan debt collector karena tak menggunakan data asli, serta tanpa perlu khawatir namanya akan masuk dalam catatan hitam kredit OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dan hal ini membuat rakyat tergiur di tengah himpitan hidup yang dijalani. Akun tersebut menargetkan sejumlah pengguna media sosial yang tengah terjerat pinjol atau mengalami kredit macet di pinjol resmi OJK dengan memasang poster bertuliskan, "Anda terjerat pinjaman online dan sudah mendapat teror dari debt collector? Galbay solusinya.
Menurut, Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, sebagaimana yang diberitakan bareksa.com, akun-akun joki galbay tersebut berbahaya sarat dengan penipuan bahkan berpotensi melanggengkan pelanggaran data pribadi. Lanjutnya, pembebasan kewajiban tersebut terjadi karena perjanjian antara penerima dan platform ilegal sebagai pemberi, tidak sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 13 dan karakteristik utama platform ilegal adalah tidak terdaftar di OJK. Para nasabah yang gagal bayar ini mulai sangat tercekik. Sebagian menutupi utang pinjol dengan berutang pada pinjol lain. Ini yang membuat hidup mereka makin susah, bagaikan gali lubang tutup empang. Sebagian warga yang putus asa bahkan melakukan bunuh diri.
Oleh karenanya berbagai upaya dilakukan pemerintah dengan berusaha menutup praktik pinjol ilegal. Warga dianjurkan berhati-hati menggunakan jasa pinjol dan hanya memanfaatkan pinjol yang legal saja. Padahal masalah sebenarnya berakar dari praktik ribawi pada pinjol itu sendiri baik yang ilegal maupun yang legal. Praktik pinjol yang berjalan selama ini mengandung unsur riba nasî’ah (pengambilan tambahan dari modal/barang yang sebelumnya dipinjamkan).
Dalam skema pinjol, pihak OJK menetapkan bahwa penyedia jasa pinjol boleh memungut bunga pinjaman sampai batas tertentu. Namun, persoalannya ada pada muamalah ribawi yang jelas haram, bukan masalah legal atau ilegal. Islam mengharamkan riba, dengan cara apa pun, meskipun dilegalkan pemerintah. Namun, saat ini riba adalah bagian dari sistem ekonomi kapitalisme. Para kapitalis, seperti para pemilik bank atau pemilik modal menjadikan pinjaman sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain dengan pinjaman bunga berbunga yang mencekik.
Oleh karenanya, ketika masyarakat punya utang, pinjol tidak bisa dijadikan solusi. Bisa saja kita meminjam pada teman tapi jangan ada unsur ribanya. Karena dalam Islam memberikan utang adalah bagian dari amal shalih untuk menolong sesama, apalagi dengan kondisi negara saat ini dengan tingkat kemiskinan melambung tinggi. Utang bukanlah investasi untuk mendapatkan keuntungan, apalagi dijadikan alat untuk mengeksploitasi orang lain yang sedang membutuhkan.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Siapa saja yang meringankan suatu kesusahan seorang Mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat. (HR Muslim)
Apalagi berutang dengan praktik ribawi dalam Islam diharamkan dan termasuk dosa besar, serta menghancurkan perekonomian. Oleh karenanya dalam sistem Islam, mekanisme proses utang-piutang yang sedang berjalan akan terbebas dari riba, sanksi pun akan dijatuhkan terhadap warga yang masih mempraktikkan muamalah ribawi berupa ta’zîr yang diserahkan pada keputusan hakim, bisa berupa penjara hingga cambuk. Sanksi ini dijatuhkan kepada semua yang terlibat riba baik pemberi riba, pemakan riba, saksi riba dan para pencatatnya.
Maka, Kaum Muslim harus diingatkan agar tidak bergaya hidup konsumtif dan tidak mudah berutang yang menyebabkan kesusahan dan menyengsarakan. Negara pun wajib meringankan beban rakyatnya dengan memberikan pelayanan yang bisa meringankan beban dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.[]
Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Comments