TintaSiyasi.com -- Miris memang. Di tengah negeri yang berlimpah kekayaan alam, rakyatnya justru banyak yang terjerat pinjaman online (pinjol). Sudah menjadi rahasia umum, konsekuensi terlibat pinjol adalah jika terlambat, denda terus menumpuk, jumlah utang semakin membengkak. Terlebih lagi, sering disertai tekanan dan ancaman.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% yoy. Dari jumlah ini, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun. (cnbcindonesia.com, 08/07/2023)
Ibarat gali lubang tutup lubang, usaha berbasis pinjaman berbunga tak pelak akan menimbulkan persoalan baru. Tak sedikit pihak yang kurang beruntung dalam usaha yang sedang dirintis, berujung tingginya tumpukan hutang.
Mengenal Lebih Dekat Pinjol
Pinjaman Online (Pinjol) merupakan fasilitas pinjaman uang oleh penyedia jasa keuangan yang terintegrasi dengan teknologi informasi, mulai dari proses pengajuan, persetujuan hingga pencairan dana dilakukan secara online atau melalui konfirmasi SMS dan/atau telepon.
Pinjaman online hadir pertama kali di Indonesia pada akhir Tahun 2014 yang dipelopori oleh Perusahaan Fintech (Financial Technology)
Pinjol kini menjadi salah satu produk finansial yang sangat diminati, diantaranya karena proses pengajuan yang cepat, syarat mudah dan juga praktis. Hal inipun mendorong Bank, Fintech dan Lembaga Keuangan lainnya menawarkan Pinjaman Online yang cepat cair dengan cara yang mudah. Proses peminjaman uang cukup diaksea melalui Smartphone, seperti Apple Store (IOS) atau Google Play Store (Android), serta laptop yang terkoneksi internet.
Keberadaan Pinjol dianggap sebagai salah saru upaya mempercepat kebangkitan pertumbuhan ekonomi nasional dan penguatan daya beli masyarakat melalui penguatan perlindungan sosial dan dukungan terhadap sektor usqhq mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Disebutkan bahwa sisi positif dari keberadaan fintech adalah kemudahan dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan finansial, yang tentunya akan dapat membantu dalam permodalan khususnya untuk menggerakkan UMKM. tentunya agat bisa memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan daei fintech, masyarakatlah yang seharusnya bijak dalam penggunaan platform ini, sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun keluarga. (djkn.kemenkue.com)
Tak Seindah Harapan
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan daerah dengan persentase kredit macet pinjol tertinggi di Indonesia. Diketahui angka TWP90 di NTB mencapai 7,59%. Padahal seluruh di wilayah luar jawa lain memiliki persentase TWP90 di bawah 3%, yang menunjukan jumlah kredit macet di NTB di luar batas kewajaran.Sementara itu, wilayah lain yang memiliki kredit macet di pinjol terbanyak terdapat di Banten dengan nilai TWP90 mencapai 4,84%. Kemudian baru disusul oleh Jawa Barat dengan TWP90 3,92%, Jakarta dengan 3,23%, dan Jawa Timur dengan 3,53%. (detik.com, 23/07/2023)
Kredit macet adalah salah satu masalah yang kerap muncul dalam pinjaman online. Terjadinya kredit macet tentu banyak sebab. Diantaranya bisnis/usaha yang belum berjalan mulus, bahkan rugi. Usaha tidak berjalan lancar adalah hal biasa dalam dunia bisnis. Persoalannya, karena usaha ini dibangun atas hutang berbunga, maka muncullah berlipat masalah. Bunga hutang terus berjalan, hutangpun semakin menggunung.
Bukan hanya karena ingin membangun usaha. Menjamurnya pinjol di tengah keluarga dan masyarakat juga karena desakan ekonomi. Krisis ekonomi yang seakan tak berujung mampu mengaburkan akal sehat dan memilih pinjol sebagai jalan pintas.
Tuntutan gaya hidup yang kian terbuka juga acap kali menjadi alasan mengambil Pinjol. Tidak ingin dianggap ketinggalan jaman, mengikuti tren, dan sebagainya. Akhirnya ketika tak mampu membayar hutang, hidup tak tenang karena tekanan dan ancamam akibat keterlambatan pembayaran hutang, bermunculan kasus-kasus depresi, hingga bunuh diri.
Saatnya Membangun Cara Berfikir yang Benar
Membangun cara berpikir yang benar, baik individu, masyarakat dan negara, harus di awali dengan akidah yang benar. Akidah Islam menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia ini ada Allah, Zat Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Begitu pula beriman pada kehidupan setelah dunia, yakni kiamat dan kehidupan akhirat.
Akidah Islam menetapkan bahwa apabila ingin bahagia dunia dan akhirat, manusia di dalam mengarungi kehidupan dunia ini harus terikat dengan aturan Allah Ta'ala dan menjauhi perkara-perkara yang dilarangnya. Seriap orang akan ditanyai kelak apakah ia menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya ataukah sebaliknya.
Tidak ada pemisahan agana dari kehidupan. Di rumah, pasar, mal, kendaraan, kantor, masjid, dan dimanapun harus menaati perintah Allah, Zat Yang Maha Tahu. Dalam perkara makanan, pakaian, akhlak, ibadah, sanksi hukum, interaksi sosial, dan termasuk muamalah, wajib menjalankan aturan Islam.Islam senantiasa mampu memecahkan berbagai permasalahan kehidupan, yang digali dari sumber hukum Islam, yakni Al Qur'an, hadis, ijmak sahabat, dan qiyas syar'iyyah.
Jika merenungkan realitas kaum Muslim kini, persoalan yang melanda disebabkan karena hukum Islam tidak lagi diterapkan oleh umat ini. Problematik yang dihadapi dalam bidang ekonomi, politik, dsb diakibatkan sistem saat ini bersandar pada ideologi Kapitalisme yang bertentangan dengan syariat Islam.
Maka terus mendera umat akibat diabaikannya aturan Sang Pencipta yang Maha Tahu, tergantikan dengan sistem aturan buatan akal manusia yang lemah dan terbatas, sepintar dan sejenius apapun ia. Dalam menangani masalah kesempitan ekonomi nampak jelas kelemahannya.
Paradigma berfikir individu, masyarakat dan negara yang saat ini menjadikan hutang berbunga sebagai solusi sudah seharusnya ditiadakan. Selain secara hukum bertentangan dengan Syari'at, juga berdampak munculnya berbagai kemudaratan.
Dalam Islam, Pinjol jelas dilarang. Pertama, terdapat riba, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman (qardh) dalam 3 (tiga) bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi. Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan (ziyâdah masyrûthah) ini tak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas dalam Syariah Islam. Firman Allah SWT,
ÙˆَاَØَÙ„َّ اللّٰÙ‡ُ الْبَÙŠْعَ ÙˆَØَرَّÙ…َ الرِّبٰواۗ
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al Baqarah : 275).
Kedua, terdapat bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam, yaitu setidaknya ada tiga macam bahaya (1) penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan terror; (2) penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan (3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol illegal).
Padahal Syariah Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya (dharar) dalam segala bentuknya, sesuai sabda Rasulullah SAW :
لاَ ضَرَرَ Ùˆَلاَ ضِرَارَ
”Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (lâ dharara wa lâ dhirâra). (HR Ahmad).
Masalah kesempitan ekonomi yang menjadi penyebab menjamurnya pinjol, akan mampu terpecahkan dengan pemerapan sistem ekonomi Islam yang manusiawi dan sempurna. Oelah karena itu, tidak lain bahwa harapan satu-satunya menuntaskan masalah umat adalah dengan penerapan Islam.secara menyuluruh. Wallahu a'lam.
Oleh: Linda Maulidia,.S.Si
Aktivis Muslimah
0 Comments