Tintasiyasi.com -- Rasulullah SAW bersabda : “Suhgguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab : “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Muslim – Shahih)
Akhirnya, pimpinan lembaga pendidikan Al Zaytun, Panji Gumilang (PG) ditangkap atas kasus dugaan penistaan agama. Tampaknya, pemerintah sedang ingin menunjukkan kepada publik bahwa tak ada seorang pun yang kebal hukum di negeri ini. Sebelumnya, polemik Al Zaytun memanas saat muncul dugaan ada pihak yang melindungi. Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko dan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI Purn. AM Hendropriyono dituding sebagai ‘beking’ Al Zaytun.
Bukti Lebih dari Cukup
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan, penetapan PG sebagai tersangka didukung dengan bukti yang lebih dari cukup. Pihaknya telah memeriksa 40 orang baik saksi maupun ahli. Adapun saksi ahli yang dimintai keterangan adalah ahli bahasa, ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE), ahli pidana serta ahli sosiologi. Tim forensik Polri juga melakukan analisa pembuktian melalui investigasi dan identifikasi saintifik (kompas.com, 3/8/2023).
Polemik Al Zaytun sendiri mencuat berawal dari video yang mereka unggah sendiri melalui sosial media. Tak hanya terkait video sholat I’ed yang mana ada non muslim, dan wanita masuk dalam barisan saf pertama. Namun, banyak video yang menimbulkan kontroversi karena melenceng dari ajaran Islam. Viral video santri Al Zaytun mengumandangkan adzan, dan tidak menghadap kiblat, melainkan menghadap santri dengan gerakan tangan seperti sedang berpidato. Ucapan salam mereka pun tak seperti biasa, tapi ‘Assalamu’alaikum, Merdeka!’.
Parahnya lagi, PG kerap mengajak menyanyikan lagu ‘Hevenu Shalom Alechem’ yang dalam bahasa Ibrani berarti ‘Semoga damai menyertaimu’. Padahal, lagu tersebut bukan sekadar salam, melainkan lazim dipakai dalam ibadah umat Yahudi. Pernyataan kontroverial PG lainnya, bahwa umat Islam tak perlu ke Makkah melakukan ibadah haji karena menurutnya, bisa dilakukan di Indramayu dengan melakukan tawaf mengelilingi pondok Al Zaytun. Terakhir, PG menyebut masjid merupakan tempat orang yang putus asa.
Publik masih terus memantau dan menunggu ending dari proses hukum PG. Selama ini, publik menilai penanganan kasus Al Zaytun lambat. Padahal, kasusnya sudah lama mencuat. Nyaris tak ada pejabat pemerintah yang lantang menolak kesesatan pemikiran PG dan lembaganya. Bahkan, setelah penetapan PG sebagai tersangka, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, penodaan agama belum tentu merujuk pada penyesatan. Kondisi ini kontras dengan sikap pemerintah saat menghadapi HTI maupun FPI.
Siapa Dibalik Al Zaytun?
Pemikiran dan perbuatan ‘nyleneh’ di atas tentu tak lepas dari keyakinan PG bahwa Al Qur’an bukan Kalam Allah Swt., tapi perkataan Rasulullah Saw. Saat mengutip ayat Al Qur’an, PG selalu membaca kalimat ‘Qola Rasulallahu fil Qur’anil karim’, artinya berkata Rasulullah dalam Al Qur’an yang mulia. Jika PG tidak meyakini Al Qur’an sebagai kalam Allah, maka jelas berdampak pada peremehan hukum syarak yang terkandung dalam Al Qur’an. Menjadi wajar jika muncul pemikiran-pemikiran cabang yang bertentangan dengan syariat Islam.
PG dan lembaganya telah dengan sengaja dan terang-terangan menunjukkan pemikiran menyimpang dari ajaran Islam. Mereka pun semakin berani menunjukkan eksistensi diri. Puncaknya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abas digugat Rp1 triliun karena menyebut PG komunis. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD turut digugat senilai Rp5 triliun karena dianggap memfitnah PG. Sementara Ridwan Kamil digugat karena membentuk tim investigasi untuk mengusut polemik Al Zaytun.
Keberanian tersebut memantik sebuah pertanyaan, siapa dibalik Al Zaytun? Peringatan 1 Syuro yang diunggah di kanal YouTube Al-Zaytun Official menggambarkan siapa saja pendukung Al Zaytun. Ada sejumlah tokoh lintas agama yang diundang sebagai pembicara antara lain, Pendeta David Supriyadi, S.Th., Pdt. Gomar Gultom, M.Th., Romo Nanda Bahruddin, S.Pd.B., Pdt. Daniel Worek. Pengacara muda sekaligus CEO PT. Sentul City Central Property, Pablo Benua turut menjadi pembicara, dan dengan lantang membela Al Zaytun.
Publik heboh mengetahui Ilham Aidit, anak dari pimpinan Partai Komunis Indonesia, D. N. Aidit diundang sebagai pembicara. Hadir pula sebagai pembicara, Akademisi dan Analis Militer Keamanan dan Pertahanan Intelijen sekaligus Senior Research Fellow di Institute of National Security Studies (INSS) Tel Aviv, Connie Rahakundini Bakrie. Bahkan, aktivis Yahudi pro Israel, Monique Rijkers berani memakai baju bergambar bintang daud saat memberi sambutan, yang menguatkan dugaan publik akan hubungan istimewa Al Zaytun dengan Israel.
Bersihkan Lembaga Al Zaytun
Pemikiran PG patut diwaspadai karena sudah mengutak-atik ranah akidah. Ironis. Padahal, pimpinan Al Zaytun tersebut merupakan lulusan perguruan tinggi Islam. Setelah tamat Sekolah Rakyat (SR), PG melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Gontor. Kemudian menempuh kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab. Selain itu, ia aktif di HMI Cabang Ciputat. Patut menjadi pertanyaan, kenapa lembaga pendidikan dan organisasi Islam justru melahirkan sosok yang liberal?
Selain kasus pelecehan agama, PG juga terlibat sejumlah kasus lain di antaranya, dugaan penggelembungan suara pada Pilpres 2014, korupsi dana BOS serta penggelapan uang zakat. PG juga pernah ditahan selama 10 bulan atas dugaan pemalsuan dokumen (2011). Anehnya, masih banyak di antara santri dan civitas Al Zaytun yang mengharapkan PG kembali membina santri. Miris! Sosok yang memiliki pemikiran liberal malah dirindukan. Bukankah ini menandakan bahwa perkara haq dan batil telah tercampur hingga tak lagi terang batasannya?
Setelah PG ditetapkan sebagai tersangka dan masuk penjara, bagaimana nasib para santri? Pemerintah memutuskan tidak membubarkan Al Zaytun, mengingat, jumlah santri cukup fantastis. Jumlah santri Al Zaytun di MI, MTs dan MA disebut-sebut sebanyak 4.383 orang. Belum lagi mahasiswa Institut Agama Islam Al Zaytun Indonesia dimana PG menjadi rektor di sana. Gedung dengan fasilitas mewah juga sayang kalau tidak dimanfaatkan. Meski demikian, pemerintah harus memastikan lembaga pendidikan tersebut bersih dari pemikiran liberal.
Keterlibatan PG di lembaga pendidikan Al Zaytun yaitu sejak tahun 1996, bukanlah waktu yang pendek. Sebagai pimpinan pondok, pastinya dengan sengaja ataupun tidak telah mentransfer pemikirannya kepada civitas Al Zaytun. Kedudukan seorang pimpinan sebagai pengambil kebijakan jelas berpengaruh besar kepada bawahannya hingga mau tak mau menjadi pengikut. Buktinya, setelah polemik mencuat, banyak mantan pegawai dan santri yang berani menyampaikan kesaksian pemikiran sesat PG selama berada di pondok Al Zaytun.
Setelah PG masuk bui, kewenangan untuk membina para santri, guru dan civitas Al Zaytun sementara diserahkan kepada Kementerian Agama. Namun, muncul pertanyaan, dengan metode seperti apa pemerintah melakukan pembinaan? Seperti diketahui, selama ini pemerintah gencar menyosialisasikan moderasi beragama. Umat Islam diajarkan bagaimana menanamkan cara berpikir dan bersikap lebih moderat. Pemikiran yang dimiliki PG dan lembaganya juga menunjukkan sikap moderat.
Melihat visi misi Al Zaytun yang tercantum di laman website resmi disebutkan, “Perbaikan kualitas pendidikan umat tersimpul di dalam motto : Al Zaytun Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian Menuju Masyarakat Sehat, Cerdas, dan Manusiawi”. Makna toleransi dan perdamaian tampak semakin ambigu untuk saat ini. Maksudnya, jika pembinaan yang dilakukan berdasarkan semangat ‘toleransi dan perdamaian’ demi suksesnya program moderasi beragama, maka tidak akan menyolusi masalah di Al Zaytun.
Selama ini, Islam mengajarkan toleransi dengan tidak mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran agama lain dengan semangat, “lakum diinukum wa liyadin”. PG dan Al Zaytun mengajarkan toleransi dengan merangkul semua agama, hingga membolehkan beribadah bersama-sama. Islam mengajarkan tidak ada kata damai bagi kafir penjajah. Sementara mereka justru merangkul penjajah Yahudi Israel demi cita-cita ‘perdamaian’ yang ilusi. Semoga, pemerintah sadar, solusi segala masalah negeri ini adalah kembali pada syariat Islam seutuhnya. Wallahu ‘alam bishshawab.[]
Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos
(Aktivis Muslimah)
0 Comments