Tintasiyasi.com -- Pernyataan Kepala BKKBN Kepulauan Riau, Rohina, kepada BatamPos (5/8/2023) menarik perhatian saya. Menurutnya bahwa salah satu penyebab stunting adalah pernikahan dini, jadi kalau mereka tidak dibekali pengetahuan akibatnya bisa terjadi kasus stunting.
Menariknya adalah bahwa pernikahan dini itu penyebab stunting pada bayi dan batita. Padahal kalau kita merujuk definisi dari WHO yang mengutip dari yankes.kemkes.go.id (26/8/2022), maka stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Jadi apa kaitannya dengan pernikahan dini?
Setelah ditelusuri, ternyata cikal bakal stunting terletak pada proses pencegahannya. Jika tidak dilakukan maka berpeluang terjadi stunting. Apa saja pencegahan yang harus dilakukan:
Pertama, sejak dini, calon ibu harus diskrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah.
Kedua, Pada saat kehamilan, si ibu perlu memenuhi asupan nutrisi dengan makanan sehat.
Ketiga, Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat.
Maka benarlah kiranya apa yang dituturkan oleh Rohina di atas bahwa jika pernikahan dini terjadi maka 3 hal di atas haruslah sudah dimengerti dan dipahami sehingga pencegahan bisa dilakukan, jika tidak, maka pernikahan dini menjadi penyebab stunting.
Benarkah Pernikahan Dini Jadi Penyebab Utama Stunting?
Menurut Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung pada antaranews.com (12/7/2023) bahwa pernikahan dini adalah dampak atau akibat dari pergaulan bebas. Bahkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada metro.batampos.co.id (6/8/2023), mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual di luar nikah. Tak tanggung-tanggung.
Usia 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak dan usia 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen. Hal tersebut diungkapkan BKKBN berdasar data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017. Miris memang, tetapi inilah fakta kondisi remaja di negeri ini. Generasi yang telah terjerat dengan pergaulan bebas.
Upaya yang Dilakukan sistem saat ini
Sistem saat ini ketika mengurai masalah remaja (generasi) dengan cara mengatasinya kurikulum pendidikan. Karena usia mereka masuk ke kategori kaum pelajar. Maka pendidikan seks dan reproduksi serta bahaya seks bebas telah ditawarkan (sosialisasi) pemerintah ke semua sekolah menengah pertama guna mengatasi masalah ini.
Namun, menurut praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum pada Republika.co.id, jumlah pelaku pergaulan bebas cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pertanda solusi pencegahan yang diberikan, tidak berpengaruh sama sekali.
Mana mungkin pelaku pergaulan bebas bisa mempersiapkan dirinya (calon ibu) untuk pemenuhan asupan nutrisi bagi calon bayinya baik sebelum ataupun saat kehamilan ? Jelas ini kehamilan yang tidak diinginkan akibat pergaulan yang kebablasan sehingga berpeluang stunting pada bayinya.
Hal ini tidak bisa disepelekan, maka harus menjadi perhatian lebih dari orang tua, sekolah dan masyarakat karena berkaitan dengan generasi penerus bangsa.
Dari peristwa ini, maka dapat dinilai bahwa pelaku pergaulan bebas saat ini berusia semakin muda tiap tahunnya.
Hal ini menandakan bahwa kerusakan perilaku yang sangat parah ini bersumber dari rusaknya asas kehidupan yang ada pada diri remaja dan lingkungan sekitarnya terutama negara yang menerapkan. Mengagungkan kebebasan, berprilaku demi mendapatkan kenikmatan yang diinginkan dan mengacuhkan nilai agama demi keinginan hawa nafsu serta memprioritaskan kepentingannya di atas segalanya.
Sementara pendidikan seks dan reproduksi serta bahaya seks bebas yang ditawarkan sebagai solusi, hanya malah menambah parah persoalan karena lahir dari paradigma Barat yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) di atas aturan Sang Pencipta.
Maka solusi yang layak untuk mencegah dan mengatasinya adalah dengan Islam. Solusi yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan yang memancarkan tata aturan kehidupan yang terpancar darinya. Dimulai dari mengatur pergaulan remaja baik aturan maupun konsekuensinya, peranan penting keluarga, pengawasan dari masyarakat, pembinaan dari sekolah serta campur tangan negara.
Semua elemen tersebut harus sama-sama bekerja keras untuk membentuk generasi yang layak memperoleh tongkat estafet kehidupan. Dengan penerapan mabda Islam dalam kehidupan, maka peluang stunting menjadi minim dan akan menjaga kemuliaan generasi dan peradaban. Mulia dengan aturan yang dimiliki, mulia dengan sosoknya dan mulia dengan peradaban yang akan dibentuknya. Itu hanya dengan aturan Islam. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Oleh: Dwi R Djohan
(Aktivis Muslimah)
0 Comments