Tintasiyasi.com -- Pada dua bulan terakhir ini, Papua Tengah yang kaya akan sumber daya alam, sedang dilanda kekeringan dan kelaparan. Mirisnya, kelaparan yang tengah dirasakan menyebabkan terenggutnya beberapa nyawa dan menimbulkan banyak penyakit. Kemalangan semakin memuncak tatkala banyak sekali hambatan saat penyaluran bantuan.
Bupati Puncak, Willem Wandik, dalam tulisannya menerangkan, bencana kekeringan yang melanda Papua Tengah, tepatnya di Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, menyebabkan enam orang meninggal, salah satu di antaranya adalah anak-anak, serta menyebabkan kelaparan masyarakat di daerah terdampak. Korban dikabarkan meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala (Kompas.com 30-7-2023).
Willem juga menjelaskan, musibah ini terjadi akibat cuaca ekstrem, yakni cuaca dengan temperatur udara sangat dingin dan tanpa hujan sejak Mei. Akibatnya, warga gagal panen ubi dan keladi. Gagal panen tersebut memicu warga terkena diare, karena mereka terpaksa mengonsumsi umbi-umbian yang busuk (Kompas.id 27-7-2023)
Saat itu, Pemerintah Kabupaten Puncak telah menetapkan status tanggap darurat dan menyiapkan bantuan. Namun, sangat disayangkan, penyaluran bantuan hanya bisa sampai di Distrik Sinak, bukan di tempat terdampak. Hal ini dikarenakan, terdapat hambatan penyaluran bantuan berupa masalah transportasi, yaitu tidak ada pesawat yang mau terbang ke Distrik Agandugume.
Willem, menganggap, alasan tidak adanya pesawat yang mau terbang ke sana, ialah adanya kasus penyanderaan pilot Susu Air oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), dan kejadian penembakan pesawat yang belakangan ini terjadi. Sehingga, kejadian-kejadian tersebut menimbulkan trauma bagi pilot, maskapai, juga yang lainnya (Detik.com 24-7-2023).
Walaupun pada akhirnya, Polda Papua, mengungkapkan, bantuan baru berhasil disalurkan ke tempat terdampak pada Sabtu (29/7/2023). Bantuan tersebut diantarkan oleh Bupati Puncak Willem Wandik dengan pesawat sewaan (Kompas.com 30-7-2023).
Sungguh miris, kelaparan yang berujung kematian ini terjadi di provinsi Papua yang dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Bahkan, di sana terdapat PT Freeport yang beroperasi sejak tahun 1967, tepatnya sudah beroperasi selama 56 tahun. Belum lagi hasil tambangnya yang melimpah ruah.
Namun, kekayaan alam tersebut seakan tidak berefek bagi rakyat di sana. Pasalnya, kondisi rakyat di wilayah Papua masih dalam keterpurukan, bahkan semakin terpuruk akibat kekeringan yang melanda wilayah tersebut akhir-akhir ini. Kasus rakyat Papua mengambarkan ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Pemilihan sistem ekonomi dan politik yang tidak tepat, sungguh membahayakan kehidupan rakyat. Sistem yang dipilih saat ini, adalah sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem kapitalis, menghendaki negara untuk tidak ikut campur dalam hak kepemilikan apa pun, termasuk kekayaan alam.
Tugas negara hanya sebagai pembuat kebijakan (regulator) yang memudahkan para korporat menguasai SDA. Padahal, kemiskinan sistemik terjadi akibat adanya privatisasi SDA, sebagaimana keterpurukan akibat kapitalisasi SDA yang tengah di alami warga Papua.
Persoalan Papua hanya akan selesai jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Sebab, penerapan aturan Islam Kaffah akan menjamin rakyat hidup sejahtera dan aman. Dalam sistem Islam, kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara, sebagaimana Rasulullah saw, bersabda:
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Negara dalam Islam (khilafah), akan menerapkan konsep kepemilikan Islam, yaitu dimana sumber daya alam yang menguasai hajat publik memiliki deposit yang terus mengalir menjadi kepemilikan umum yang haram dikuasai individu atau korporasi. Negara diwajibkan mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteran rakyat melalui mekanisme anggaran belanja negara Baitul Maal.
Pengelolaan yang diterapkan dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah saw:
“Kaum muslim berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga perkara: padang, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Melalui sistem ekonomi dan politik Islam, negara akan mendistribusikan hasil pengelolaan kekayaan milik rakyat tersebut di seluruh wilayah (tanpa melihat potensi ekonomi dari wilayahnya) dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi secara langsung. Sedangkan, kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan dipenuhi oleh negara secara tidak langsung.
Negara dalam sistem Islam, akan mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan, termasuk kekeringan dengan berbagai sebabnya. Oleh karena itu, negara akan sangat memperhtikan sektor pertanian, menghitung kebutuhan pangan nasional, dan memetakan daerah potensial untuk wilayah pertanian.
Kemudian, negara akan mengoptimalkan pertanian dengan industri-industri terkait, seperti industri pupuk, alat-alat pertanian dan sejenisnya, demi tertunjangnya kebutuhan-kebutuhan pertanian. Seperti inilah pengelolaan dalam naungan sistem Islam. Jika, negara saat ini mengelola sumber daya alam sesuai aturan Islam. Maka, seluruh rakyat mampu hidup sejahtera.[]
Oleh: Sabila Herianti
(Aktivis Muslimah)
0 Comments