Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nasib Pohon di Musim Pemilu

Tintasiyasi.com -- Rupanya prediksi Mail temannya Upin Ipin tentang jumlah musim yang ada di Malaysia bisa dijadikan rujukan untuk menghitung musim di dunia, termasuk di negeri kita tercinta, Indonesia. Bahkan berhubung sistem yang dipakai saat ini adalah sistem demokrasi, maka jumlah musimnya bertambah jadi tujuh. Dia adalah: musim bunga/semi, musim gugur, musim dingin/salju, musim panas/kemarau, musim buah, musim hujan, dan musim pemilu.

Sebagaimana ketika musim kemarau akan tiba, angin yang berhembus akan mudah dikenali dengan ciri khas angin kencang dan dingin sedangkan udara sekitar terasa panas. Begitupun dengan musim yang ke tujuh di negara demokrasi. Meskipun pesta demokrasi masih setahun lagi, tapi aroma-aromanya sudah tercium. Bahkan pemandangan di sekitarnya menjadi saksi penyambutan musim pemilu.

Hal ini dapat terlihat baik di dunia maya atau media sosial maupun di dunia nyata. Tengok saja acara-acara televisi banyak yang menayangkan berita seputar pemilu. Mulai dari promosi bakal calon yang diusung, perdebatan-perdebatan antar calon, survey pendukung calon, dll. Di media sosial banyak pula berseliweran buzzer yang mendukung masing-masing calon hingga sulit dibedakan antara berita benar dan hoak.

Di dunia nyata tidak kalah serunya. Kalaulah musim bunga, pohon mewangi dan berhias bunga mekar warna-warni. Atau musim buah dimana banyak buah yang bergelayut di pohon-pohon membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona dan ingin menikmatinya. Lain ceritanya menjelang musim pemilu. Pohon-pohon dihiasi bukan dengan bunga warna-warni atau buah beraneka rasa. Pohon-pohon tersebut malah berbuah spanduk dan banner bakal calon pemilu.

Di sepanjang jalan banyak pohon yang menjadi korban para pengusung pesta demokrasi. Padahal larangan merusak lingkungan, khususnya pohon sudah ada sejak dulu. Diantaranya Perda Lingkungan Hidup dan Perda Reklame. Selain itu, Perwali No. 2/2009 Pasal 8 ayat (5) juga mengatur tentang larangan menancapkan iklan menggunakan paku di pohon. Bukan hanya iklan produk & jasa, termasuk juga iklan pemilu di dalamnya.

Apa daya memang sudah kadung menjadi opini umum bahwa aturan dibuat untuk dilanggar. Begitupun aturan tata kelola lingkungan, banyak yang mengabaikannya. Merasa bahwa pohon tersebut adalah milik umum, jadi siapapun boleh memanfaatkannya (merusaknya), termasuk untuk dijadikan alat memuluskan iklan. Tidak peduli kepada dampak yang akan terjadi apabila hal itu dibiarkan terus-menerus tanpa kepedulian seorangpun.

Padahal yang namanya milik umum, berarti harus dijaga dan dirawat oleh umum dalam artian semua pihak memiliki kewajiban menjaga dan merawatnya. Bukan hanya mementingkan hak dengan mengambil manfaatnya saja. 

Kurangnya kepedulian ini akibat dari aturan yang dipakai saat ini dimana aturan tersebut hanya berdasarkan akal manusia yang tentu saja terbatas dan sarat kepentingan. Ketika dirasa akan menguntungkan walau yang merasakan keuntungannya hanya sebagian pihak, maka dengan mudah aturan dibuat dan disahkan tanpa mempedulikan ada pihak lain yang dirugikan. Itulah kelemahan hukum manusia.

Berbeda dengan hukum yang dibuat oleh pencipta manusia. Dia memiliki hukum yang pasti dan tidak berubah kapanpun jamannya dan bagaimanapun situasinya. Jika haram selamanya akan haram, kendati ada sedikit manfaat yang didapat di dalamnya. Begitupun sebaliknya.

Karena sesungguhnya tidak ada yang lebih mengenal dan memahami manusia daripada penciptanya. Dialah Allah SWT. Allah SWT. telah membuat aturan bagi manusia dalam mengelola alam, manusia, dan kehidupan. Sebagai makhluk yang dilebihkan dari makhluk lainnya dengan diberinya akal, sudah selayaknya menggunakan akal tersebut untuk berbuat kebaikan termasuk perlakuan terhadap makhluk lainnya, dalam hal ini pohon. 

Hal itu sebagai bentuk ketaatan kita terhadap Sang Pencipta.  Karena Dia tidak menyukai kerusakan. Allah SWT. berfirman:

وَاِ ذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَ رْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَـرْثَ وَا لنَّسْلَ ۗ وَا للّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَا دَ

"Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan." (QS. Al-Baqarah: 205).

Dengan tegas pula Allah SWT telah mengeluarkan aturan bagi siapapun yang berbuat kerusakan. Sebagaimana firman-Nya:

اِنَّمَا جَزٰٓ ؤُا الَّذِيْنَ يُحَا رِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَ رْضِ فَسَا دًا اَنْ يُّقَتَّلُوْۤا اَوْ يُصَلَّبُوْۤا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَ رْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَا فٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَ رْضِ ۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَ لَهُمْ فِى الْاٰ خِرَةِ عَذَا بٌ عَظِيْمٌ 

"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar." (QS. Al-Ma'idah: 33).

Bagaimana mau menjadi pemimpin amanah, jujur, pro rakyat, cinta tanah air, dan berjuta rayuan lainnya, sedang perlakuan terhadap pohon yang dengan setia memberikan kesejukan dan berjuta manfaat lainnya saja sebegitu buruknya?

Dari satu masalah ini saja, kita sudah bisa menilai mereka seperti apa. Masihkah kita berharap dari yang demikian? Tidakkah kita inginkan perubahan yang hakiki? Perubahan total terhadap semua aspek kehidupan sehingga kesejahteraan dapat dirasakan bukan hanya oleh manusia tetapi makhluk lainnya termasuk tumbuhan dan hewan.

Bila yang kita inginkan adalah perubahan total dan hakiki, maka yang harus diubah bukan hanya pemimpinnya melainkan sistemnya karena darinya keluar berbagai aturan. Sistem yang mampu mengatur alam, manusia, dan kehidupan hanyalah sistem Islam karena yang membuat aturan adalah yang menciptakan alam, manusia, dan kehidupan. Dan Dia Maha Abadi atau Hakiki. Mari kita bersama-sama melakukan perubahan tersebut. Sudah siapkah? Wallahu'alam bishshawab.[]

Oleh: Imas Royani, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments