TintaSiyasi.com -- Hati ibu mana yang tidak teriris ketika mengetahui fakta bahwa anak gadis yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang, tetapi akhirnya harus ternoda akibat salah pergaulan hingga akhirnya berakhir dengan kehamilan di luar nikah dengan risiko berat yakni Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Tentunya ini menjadi PR besar kita bersama sebagai sesama manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sebab bagi seseorang yang beriman tentunya setiap permasalahan yang menimpa umat merupakan problematik yang harus disikapi berdasarkan tuntunan hidup, serta merupakan kewajiban kita dalam melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat.
Fenomena Gunung Es
Sebagaimana dilansir dari beberapa media daring di antaranya www.republika.com (23/05/23) dan urbandepok.com (30/01/23) memaparkan berita terkait kasus yang menimpa seorang gadis berusia 16 tahun, yang mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) akibat dari hubungan seksual aktif yang dilakukannya bersama sang pacar. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Amira. Abdat, SpOG, dikatakannya kehamilan di luar rahim atau kehamilan ektopik termasuk kondisi yang berbahaya karena berisiko menyebabkan tuba falopi pecah dan memicu komplikasi hingga bisa berujung kematian.
Meski data terkait angka pergaulan bebas yang terjadi di kalangan pemuda khususnya Kabupaten Fakfak belum terdata secara detail, tetapi fenomena gaul bebas hari ini boleh jadi terlihat seperti gunung es yang tampak di permukaan hanya sekelumit, tetapi pada kenyataannya banyak yang tidak ter-blow-up. Bukankah pacaran, hura-hura, miras, rokok, party, dan hedon merupakan trend yang sering dilakukan oleh para pemuda hari ini? Bahkan dalam circle pertemanan di kalangan remaja ada istilah belum gaul kalau belum punya pacar, atau ada yang beranggapan punya pacar itu bisa meningkatkan semangat belajar.
Padahal sesungguhnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan terlebih dalam arus sekuler kapitalis dimana nilai-nilai agama dinihilkan dari kehidupan, tentunya akan berakibat fatal. Sebab secara naluriah kedua jenis tersebut (laki-laki dan perempuan) memiliki ketertarikan fisik, yang apalagi jika tidak dikelola dengan benar berdasarkan tuntunan syariat, tentunya rentan sekali terjerumus pada pergaulan bebas hingga berujung zina.
Adapun kasus yang menimpa remaja di atas, hanya satu dari sekian banyak persoalan remaja yang harus berakhir dengan kehamilan di luar nikah sebagai akibat dari pergaulan bebas.
Penyebab Gaul Bebas
Miris memang mencermati kondisi pemuda kita hari ini, yang tentunya menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua. Apa yang kurang dari penerapan nilai-nilai moral dan akhlak yang selama ini telah ditanamkan orang tua maupun pihak pendidik? Mengapa para pemuda hari ini masih terjebak dalam pergaulan bebas, hura-hura, hedonisme, FOMO (fear of missing out), dll?
Ternyata, semua permasalahan tersebut diakibatkan paham sekularisme yang bercokol dalam kehidupan kita, yaitu pemisahan agama dari kehidupan yang berdampak pula dalam sistem pendidikan hingga pergaulan kita hari ini.
Terbukti dalam peta jalan pendidikan (2020-2035) frasa agama sama sekali dihilangkan, sementara frasa budaya ditulis berdampingan dengan Pancasila. Adapun draf peta jalan pendidikan 2035 berbunyi ”visi pembangunan Indonesia 2035 adalah membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”
Meski mendapat banyak respons negatif dari berbagai kalangan, baik para tokoh ormas Islam, MUI, Komisi Pendidikan di parlemen pusat, hingga politikus parpol, tetapi hingga kini peta jalan pendidikan telah bergulir di dunia pendidikan yang melahirkan kurikulum merdeka belajar. Akhirnya penanaman akhlakul karimah sebagai pengejawantahan dari akidah tauhid serta gambaran generasi cemerlang tidak mungkin dapat dicapai, justru sebaliknya dengan dijauhkannya agama dari kehidupan manusia akan menyebabkan kerusakan baik dari sisi moral, attitude, karakter, hingga peradaban.
Di tataran bermasyarakat kita hari ini pun sama, dimana dalam muamalah dan tatacara berinteraksi antar lawan jenis menjadi serba bebas (liberal). Atas nama HAM, seseorang tidak boleh ditegur meski berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya. Maka tak heran ketika melihat pergaulan muda mudi kini, pemandangan pacaran (khalwat), campur baur (ikhtilat) di tempat umum sekalipun seolah menjadi hal yang lumrah. Katanya, ”namanya juga anak muda” tak ada lagi rasa risih. Akibatnya terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan hingga berujung perzinaan dan hamil di luar nikah. Kalau sudah begini, bukankah masa depan pemudi juga yang dipertaruhkan? Padahal peran perempuan sangatlah penting dalam menentukan tonggak peradaban manusia. Namun, apa jadinya jika para pemudi hari ini rusak akibat gaul bebas?
Sementara itu para pemuda yang diharapkan menjadi pemimpin dunia nantinya, justru menjadi pribadi yang akhlak-less, trouble maker, dan minim akan tanggung jawab. Ya, pacaran adalah cara jitu dan pelarian bagi seseorang yang minim komitmen, tetapi ingin bersenang-senang tanpa terikat hubungan yang sah. Lagi pula, sanksi apa yang diberikan jika seseorang merusak kehormatan orang lain? Jikapun ada, hukuman tersebut sama sekali tidak memberi efek jera, sehingga penjahat kelamin bebas melenggang begitu saja. Ironisnya masyarakat menganggap ”sudah zamannya seperti ini!”
Cara Islam Mengatasi Pergaulan Bebas
Berbeda dengan Islam yang tak hanya sebagai agama, tetapi Islam pun merupakan mabda (ideologi), sehingga memiliki seperangkat konsep hingga tata cara pelaksanaannya. Dalam sistem Islam (Khilafah) memiliki tiga pilar pembentuk peradaban yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang senantiasa melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat (amar makruf nahi mungkar) dan adanya sebuah institusi yang menerapkan syariat Islam secara komprehensif. Maka tatacara pelaksanaan tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut;
Pertama, dimulai dari penanaman akidah Islam dalam keluarga. Sebab pembentukan karakter bertakwa seharusnya dimulai dalam keluarga terlebih dahulu, sebagaimana dimaksud dalam QS. At-Tahrim : 6. Keluarga pun bertugas sebagai pembentuk kepribadian anak agar sesuai dengan tuntunan syariat, sehingga anak sadar bahwa ia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang senantiasa terikat dengan seluruh hukum-hukum-Nya seperti dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat : 56. Setidaknya anak telah memiliki landasan berpikir terkait akidah yang benar, yang pada akhirnya hal tersebut dapat menjadi semacam rem bagi dirinya ketika berinteraksi di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, Islam pun telah menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan mendasar (hajah asasiyyah) yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat. Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda ”Imam adalah pemimpin, dia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Al-Bukhari). Maka dari itu negara wajib memberikan pendidikan gratis dan berkualitas hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat. Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk individu yang berkepribadian Islam, serta mampu membekali anak didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya. Kemudian pada ranah pendidikan tinggi, sistem pendidikan Islam akan menciptakan para ilmuwan andal di bidangnya masing-masing seperti hakim, ahli fikih, saintis, insinyur, dll.
Keberhasilan tersebut telah terbukti berjaya selama rentang waktu empat belas abad lamanya dan menjadi mercusuar dunia. Sistem pendidikan Islam terbukti menciptakan generasi cemerlang yang tidak hanya mampu mengejawantahkan keilmuan dunia akan tetapi direalisasikan hingga meraih rida Allah SWT, sebab tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan dan agama. Walhasil, sistem pendidikan Islam pun melahirkan para ilmuwan andal dan bertakwa kepada Allah SWT dengan mempergunakan seluruh potensi yang dimilikinya demi kemaslahatan umat manusia.
Ketiga, selanjutnya dalam sistem pergaulannya Islam mengatur tata cara berinteraksi dalam masyarakat. Seperti yang tertuang dalam kitab Sistem Pergaulan dalam Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, diterangkan bahwa adanya ketertarikan fisik atau rasa kecenderungan antara lawan jenis termasuk sesuatu yang naluriah dan alami. Akan tetapi rasa itu jika tidak dimanaje dengan baik maka dapat menimbulkan malapetaka, seperti pergaulan bebas (pacaran) yang berujung pada perzinaan dan rusaknya nasab akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Untuk itu Allah taala menetapkan aturan kepada manusia agar dapat menjaga pandangan serta memelihara kemaluan sebagaimana dimaksud dalam QS. An-Nur : 30. Sementara bagi anak gadis yang telah baligh (dewasa) ada pengaturan terkait penggunaan jilbab syar’i (QS. Al-Ahzab : 59 dan QS. An-Nur : 31).
Adapun interaksi antara keduanya (laki-laki dan perempuan) wajib terpisah, dan hanya diperbolehkan bertemu pada hal-hal tertentu seperti misal dalam urusan; pendidikan, kesehatan, jual beli, dll. Dalam Islam, hubungan laki-laki dan perempuan adalah dalam rangka tolong menolong. Islam juga mengatur bahwa tidak ada hubungan apa pun yang dapat mempersatukan laki-laki dan perempuan untuk memenuhi naluri seksual mereka kecuali dilakukan dalam sebuah hubungan pernikahan yang sah. ”Islam telah menjadikan kerja sama antara pria dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan serta interaksi antar sesama manusia sebagai perkara yang pasti di dalam seluruh muamalat. Sebab, semuanya adalah hamba Allah taala, dan semuanya saling menjamin untuk mencapai kebaikan serta menjalankan ketakwaan dan pengabdian kepada-Nya.” (Sistem Pergaulan dalam Islam, hal ; 36)
Keempat, pamungkas adalah sebuah sistem sanksi yang diterapkan dalam Islam sangat tegas, dimana bagi pelaku zina yang belum pernah menikah maka akan diberi hukuman cambuk sebanyak seratus kali kemudian diasingkan selama satu tahun (QS. An-Nur : 2 dan HR. Al-Bukhari). Sedangkan bagi yang sudah pernah menikah maka ia akan dirajam sampai mati, seperti tersebut dalam hadis nabi yang diriwayatkan saat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berada di masjid, datanglah seorang pria menghadap beliau dan melapor, “Ya Rasulullah, aku telah berzina.” Mendengar pengakuan itu Rasulullah saw berpaling dari dia sehingga pria itu mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah engkau gila?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kamu orang muhshan?” Pria itu menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabat, “Bawalah dia pergi dan rajamlah.” (HR. Al-Bukhari). Adapun sanksi, hanya dapat ditegakkan oleh khalifah dalam sistem kekhilafahan.
Khatimah
Demikianlah cara Islam menjaga keberlangsungan kehidupan, menjaga nasab dan keturunan sehingga manusia terhindar dari perilaku hewani, menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita, sehingga dengan penerapannya mendatangkan keberkahan dari Allah ta’ala.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’raf : 96).
Wallahu ‘alam bis showab.
Oleh: Rahmiani Tiflen, S. Kep
(The Voice of Muslimah Papua Barat)
0 Comments