TintaSiyasi.com - Lagi dan lagi, derita itu kembali menggores pada luka sebelumnya. Perih, itulah yang dirasakan. Gambaran tersebut melekat pada nasib para ojek online.
Sebagaimana dikutip dari bbc.com (26/07/2023), penghasilan yang didapatkan oleh ojek online (Ojol) dalam sehari hanya sepuluh ribu rupiah sampai seratus ribu rupiah saja. Bahkan pendapatan tersebut didapatkan selama 54 jam bekerja selama satu minggu. Dengan hasil seperti itu, mereka tidak mendapat apa-apa. Dari riset mahasiswa doktoral London School of Ekonomis (LSE) Muhammad Yorga Permana mengatakan bahwa kurang lebih seribu pengendara Ojol, 66% ingin berhenti dan beralih profesi pekerjaan.
Di sisi lain, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklaim penghasilan para driver Ojol naik berkat motor listrik. Pernyataan tersebut disanggah oleh Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati. Menurutnya, kenaikan penghasilan Ojol karena motor listrik tidak benar. Justru dengan adanya motor listrik tersebut menambah beban sewa yang harus dibayarkan setiap harinya. Akibatnya walau sedang sakit, mereka harus bekerja giat dari pagi sampai larut malam agar bisa membayar sewa motor listrik. Ditambah lagi kondisi kerja yang tak layak disebabkan status Ojol hanya sebagai Mitra oleh aplikator. Artinya mereka tidak bisa menuntut haknya sebagai pegawai atau karyawan. Hal tersebut tertuang dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. (tempo.co, 30/07/2023).
Ini salah satu kondisi yang ada di masyarakat saat ini. Mencari nafkah lewat jalan Ojol menjadi alternatif yang bisa dipilih. Namun siapa sangka, makin lama kebijakan yang ada kini malah menekan para driver itu sendiri. Dari sisi upah, pemotongan, ataupun hal lain nyatanya membuat kerugian besar. Lantas apa yang menyebabkan semua ini terjadi? Akankah nasib para Ojol sejahtera di sistem sekarang?
Pertanyaan di atas tentunya terbersit dalam pikiran kita. Begitu miris dan menyedihkan jika kita melihat para driver Ojol. Karena sekarang, kebijakan yang ada justru menekan dan menghimpit mereka. Sebut saja soal upah dan jam kerjanya. Sekarang penghasilan yang dapat diterima makin berkurang dan hanya berkisar pada sepuluh ribu sampai seratus ribu rupiah saja untuk 54 jam bekerja (selama seminggu). Dengan besaran seperti itu tentunya tidak akan pernah mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Apalagi jika Ojol mempunyai anak dan istri serta tunggakan utang. Bisa dibayangkan, bagaimana terpenuhinya kebutuhan mereka?
Sistem kapitalis memandang segala sesuatu harus pada materi dan keuntungan semata. Apalagi ketika berbicara masalah usaha, seperti mendirikan sebuah perusahaan. Maka hal yang dipikirkan adalah mendapatkan keuntungan besar, sementara pengeluaran atau modal sebisa mungkin harus sedikit. Itulah gaya kapitalis yang sudah kita pahami bersama. Termasuk pada lini ojol ini, aplikator sendiri mempunyai target untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Tentunya hal tersebut didukung dengan berbagai kebijakan yang ada. Seperti sistem upah yang diterima oleh driver nyatanya belum mampu dikatakan layak ataupun baik. Lantas kemudian, mengapa para driver tersebut mau bekerja sebagai ojol?
Awalnya mungkin tawaran uang yang diterima begitu besar nilainya, sehingga mereka tertarik untuk bekerja di sana. Ditambah lagi, mencari pekerjaan sekarang sangat sulit, sehingga ojol menjadi sesuatu harapan bagi mereka karena tidak memerlukan keahlian atau kecakapan yang khusus. Alhasil, akhirnya masuklah mereka ke dalam bagian perusahaan ojek online sebagai driver. Namun ternyata di tengah perjalanan, mereka menemukan berbagai fakta kebijakan yang lambat laun ternyata malah menekan para driver. Yang membuat akhirnya mau tidak mau harus menerima kebijakan tersebut.
Berbicara terkait dengan negara, tidak mempunyai andil besar dalam pengaturan ini. Padahal seharusnya ini menjadi tanggung jawab penuh negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan luas dengan upah atau gaji yang sesuai dengan seberapa besar manfaat yang bisa diberikan. Bukan malah menyerahkannya kepada pihak swasta yang bisa kita tebak akhirnya tentu ada muatan bisnis di dalamnya. Sehingga wajar jika kondisinya memang seperti sekarang ini.
Berbeda ketika Islam diterapkan dalam kehidupan di dunia. Negara dengan perangkatnya menerapkan hukum syarak secara sempurna dan menyeluruh. Semua diatur oleh Islam, tidak ada yang luput dari pengaturannya. Termasuk juga dengan masalah pekerjaan yang akan berkaitan dengan para pencari dan yang memberi kerja, upah, hak, serta kewajibannya.
Islam sendiri mengatur secara lengkap akan hal tersebut. Dalam hal ini peran negara adalah sebagai penyedia lapangan kerja secara luas dengan sistem upah atau gaji yang benar-benar akan mensejahterakan bagi si pekerja. Termasuk boleh bagi individu atau perusahaan untuk membuka lowongan pekerjaan. Tentunya di sini negara mengawasi lewat aparat berwenangnya terkait dengan sistem upah, cuti, hak, dan kewajiban bagi pekerja dan si pemberi kerja.
Dalam hal ini kejelasan kontrak pekerjaan harus diketahui kedua belah pihak (pekerja dan pemberi kerja). Dalam Islam disebut sebagai ijarah. Harus ada kejelasan ijarah dari awal mulai dari besaran upah, jam kerja, dan apa saja yang harus dikerjakan. Begitulah Islam melindungi kedua belah pihak agar semua bisa ikhlas dan rida serta mendapat berkah dari situ.
Upah, maka dinilai dari seberapa besar manfaat yang diberikan oleh pekerja kepada pihak yang memberi kerja. Jika sudah ditetapkan oleh keduanya, maka pihak pemberi kerja harus membayarkan sesuai dengan besaran tersebut tanpa adanya kata penundaan atau keterlambatan.
"Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upah kepadanya." (HR. ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas'ud).
Dari hadis di atas jelas memberikan gambaran kepada kita bahwa kejelasan upah ini sangat penting. Agar nantinya keberkahan itu bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, artinya tidak ada kezaliman di dalamnya. Berikut bagi pemberi kerja tidak boleh berlama-lama untuk memberikan upah dengan alasan apapun. Karena itu merupakan kewajiban yang harus ditunaikan.
Itulah sedikit gambaran bagaimana Islam dalam mengatur perihal pekerjaan ini. Tentunya masyarakat akan terjamin dari sisi pekerjaan serta pemenuhan kebutuhannya jika sistem yang ada adalah Islam. Bahkan tak hanya persoalan pekerjaan saja yang dapat diatasi dengan tuntas, masalah lain pun insyaAllah akan bisa teratasi sampai pada akarnya. Karena Islam sendiri berasal dari Sang Pencipta kita, sehingga segala aturan yang ada di dalamnya pasti akan membuat sejahtera dan damai pada manusia. Belum lagi jika Islam ditetapkan secara sempurna, maka keberkahan akan datang pada kita. Dan semua sejahtera dan terjaga ketika berada di bawah negara Islam. Termasuk juga para driver ojol ini. Tak ada lagi istilah nasib mengenaskan pada ojol. Wallahu a'lam. []
Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga
0 Comments