Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Miris, Kelaparan di Tengah Berlimpahnya SDA


TintaSiyasi.com - Bencana kekeringan dan kelaparan kembali melanda daerah Papua tengah, akibatnya sampai enam warga meninggal dunia.

Melansir dari regional.kompas.com (30/07/2023), bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah mengakibatkan sebanyak enam warganya meninggal dunia. Satu diantara mereka adalah anak-anak.

Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kementerian Sosial, Adrianus Alla menyampaikan data sementara dari Kementerian Sosial (Kemensos), sekitar 7.500 jiwa terdampak kekeringan. Kemensos sendiri segera menyiapkan tempat penyimpanan bahan makanan.

Bencana kekeringan sampai menelan korban jiwa di Papua bukanlah yang pertama kalinya, kejadian berulang ini nyatanya belum ditangani secara tuntas oleh pemerintah. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi persoalan ini lebih kepada aspek kuratif. Misalnya, dengan menetapkan status darurat dan menyiapkan bantuan untuk dibagikan ke masyarakat yang terdampak (detik.com, 24/07/2023). 

Belum lagi penyaluran bantuan itu tidak berjalan lancar karena ancaman kelompok kriminal bersenjata (KKB) sehingga pihak maskapai tak mau ambil resiko untuk terbang ke Distrik Agandugume. 

Tak hanya itu, pemerintah seringkali menjadikan cuaca sebagai alasan. Memang terjadi fenomena iklim El Nino yang memicu kemarau menjadi lebih kering dan berkepanjangan sebagaimana penuturan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahkan fenomena ini akan terus aktif sampai akhir tahun 2023. 

Sungguh ironi, di mana kelaparan yang berujung kematian ini terjadi di wilayah Papua yang terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah. PT Freeport beroperasi di Papua sejak tahun 1967, sekitar 56 tahun. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa cadangan emas terbesar ada di tanah Papua yakni sebanyak 52% dari total cadangan bijih emas nasional, (databoks.katadata.co.id). Papua juga memiliki cadangan perak sebanyak 1,76 juta ton dan masih banyak cadangan lainnya seperti besi, batu bara, dan sebagainya.

Kasus ini menggambarkan betapa tingginya ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya kaya, apalagi Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun. Pemilihan pengaturan kehidupan bermasyarakat yakni sistem ekonomi dan sistem politik yang tidak tepat adalah penyebabnya.

Negara mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi, di mana negara tidak boleh ikut campur dalam hal kepemilikan. Tugas negara hanya sebagai regulator atau pembuatan kebijakan yang melancarkan korporasi menguasai SDA. Privatisasi SDA membuat kondisi warga Papua semakin terpuruk, kesenjangan makin terlihat antara rakyat dengan para kapitalis. Disamping itu sistem demokrasi semakin mudah mengendalikan kebijakan.

Persoalan yang melanda Papua ini sejatinya bisa berakhir dengan beralih ke paradigma Islam. Penerapan aturan Islam secara sempurna dalam khilafah akan menjamin kesejahteraan rakyat. Dalam khilafah, sumber daya alam dengan deposit yang terus mengalir dikategorikan dalam kepemilikan umum yang menjadi kewajiban negara untuk mengelola dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, pengelolaan ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang, air, dan api.” (HR.A bu Dawud dan Ibnu Majah).

Dengan sistem ekonomi dan politik khilafah, hasil pengelolaan sumber daya alam akan di distribusikan kepada seluruh rakyat untuk memenuhi kebutuhannya baik secara langsung seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Sedangkan pemenuhan tidak langsung adalah kebutuhan sandang, pangan, dan papan, di mana khilafah akan mewujudkan ketahanan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan. Demikianlah kesejahteraan rakyat akan terwujud dalam naungan khilafah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments