Tintasiyasi.com -- Beberapa waktu yang lalu, negeri ini kembali memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Dalam kesempatan tersebut, Kementerian PPPA menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 kepada 360 kabupaten/kota yang terdiri atas 19 Kategori Utama, 76 Kategori Nindya, 130 Kategori Madya, dan 135 Kategori Pratama.
Selain itu terdapat pula Penghargaan Provinsi Layak Anak (Provila) yang diberikan kepada 14 provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk menggerakkan kabupaten/kota di wilayahnya dalam mewujudkan kota layak anak.
Diantara penerima penghargaan tersebut terdapat 11 kabupaten/kota yang berhasil meraih peningkatan dari predikat Kategori Nindya menjadi Kategori Utama, yakni Kabupaten Bantul, Kota Balikpapan, Kota Sawahlunto, Kabupaten Tulungagung, Kota Semarang, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Selatan, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Madiun, dan Kabupaten Sragen (Antaranews.com 23/7/2023).
Tentu kita mengapresiasi atas segala komitmen dan keseriusan para gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya yang telah berupaya menghadirkan wilayahnya supaya aman bagi anak-anak. Namun, tentu kita tak boleh mencukupkan diri hanya pada pencapaian penerimaan penghargaan dan selebrasi semata. Karena di lapangan ternyata masih banyak hal buruk yang mengintai anak-anak kita.
Tingginya angka stunting, maraknya tawuran, bullying yang makin tak masuk akal, pergaulan bebas yang tak menghiraukan batasan-batasan moral, kekerasan seksual yang justru dilakukan oleh orang-orang terdekat, terlantarnya anak-anak karena keluarga yang mengalami perceraian dan terkuburnya cita-cita karena tak mampu menjangkau pendidikan yang mahal.
Sebagai contoh, Kepolisian Resor (Polres) Bantul, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta telah menangkap sebanyak 104 pelaku kejahatan jalanan yang beraksi di wilayah hukum kabupaten ini selama 2022 sejak Januari hingga pertengahan April (Republika.co.id, 18/4/2022).
Masih di wilayah yang sama, Kasus kekerasan terhadap anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pun masih cukup tinggi. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) setempat mencatat selama 2021 tercatat ada 94 kasus KDRT dan 126 kasus kekerasan anak.
Sementara selama 2022 ada 78 kasus KDRT dan 144 kasus kekerasan terhadap anak. “Mayoritas kasus kekerasan fisik dan psikis,” kata Kepala DP3APPKB Bantul, Ninik Istitarini, di sela-sela peresmian gedung Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di Jalan Wahidin Sudirohusodo, Bantul, Jumat (27/1/2023) (Harianjogja.com 27/1/2023).
Tak hanya kasus kejahatan jalanan dan kasus kekerasan pada anak yang masih cukup tinggi, pada kasus stunting pun meskipun Wakil Bupati Bantul Joko Purnomo menyatakan bahwa kasus stunting pada triwulan pertama tahun 2023 ini telah mengalami penurunan, namun angka 2800-an kasus stunting (6% dari 47.000 balita) tentu bukan jumlah yang sedikit (Jogja.tribunnews.com 10/6/2023).
Itu semua masih menjadi PR besar kita bersama. Lantas apa yang harus kita lakukan agar generasi negeri ini merasa aman dan terpenuhi hak-haknya secara sempurna?
Jawabannya adalah dengan menjadikan Islam sebagai pedoman dalam melahirkan seluruh kebijakan. Mengapa? Sebab semua problem yang menimpa generasi saat ini hanyalah persoalan cabang dari persoalan utama yakni diterapkannya sistem kapitalisme-sekulerisme di negeri ini.
Akibat penerapan sistem inilah lahir kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, keamanan, hukum, dan politik pemerintahan. Jadi inilah pangkal dari semua permasalahan yang menimpa generasi saat ini.
Karena paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan generasi tak mengenal halal haram dalam melakukan perbuatan sehingga mereka dengan mudah melakukan kekerasan, pelecehan, perundungan, serta tawuran.
Tak hanya itu, karena sekulerisme ini juga lahirlah paham liberalisme (kebebasan) yang menjadikan generasi gaul bebas tak pakai batasan, alhasil banyak kasus hamil diluar pernikahan juga aborsi yang semakin hari jumlahnya semakin mengerikan.
Di sektor ekonomi pun sekulerisme menjadikan setiap kebijakan yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dibuka lebar bagi korporasi untuk melakukan eksploitasi besar-besaran. Sehingga hasil kekayaan alamnya tak bisa dinikmati oleh rakyat dan kemiskinan menjadi problem yang sulit untuk diselesaikan. Pada akhirnya stunting dan sulitnya akses pendidikan harus anak-anak rasakan.
Sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam tidak memisahkan agama dengan kehidupan. Semua lini kehidupan, Islam punya aturan. Aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia yang bila diterapkan secara keseluruhan akan menghadirkan rahmat untuk semesta alam.
Dalam Islam, anak dipandang sebagai sebuah amanah yang wajib dijaga dan mendapatkan perlindungan. Dengan paradigma seperti ini maka penguasa dalam sistem Islam akan benar-benar menjaga amanah dan berusaha maksimal dalam memberikan perlindungan. Kebijakan-kebijakannya pun akan selaras dengan paradigma tadi, sebab Islam yang dijadikan landasan.
Sebagai contoh negara akan turun tangan secara langsung dalam menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyatnya, sehingga lahirlah generasi yang unggul. Dengan generasi unggul inilah nantinya mampu melahirkan keluarga-keluarga yang paham akan tugas dan kewajibannya. Keluarga akan memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak-anaknya. Sehingga tak ada generasi yang kekurangan kasih sayang dari keluarganya.
Selain pendidikan, negara pun akan menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi laki-laki sehingga mereka mampu memenuhi nafkah baik pangan, sandang dan papan keluarganya. Dengan begitu keluarga tersebut akan terhindar dari kemiskinan dan problem stunting pun akan dengan mudah diselesaikan.
Dalam sistem sanksi pun negara akan menerapkan sistem sanksi yang adil, tegas dan menjerakan sehingga problem kekerasan baik yang menimpa remaja ataupun yang dilakukan oleh remaja bisa dihentikan.
Dan yang tak kalah penting adalah negara akan membuat berbagai macam kebijakan yang mampu menyelaraskan semua langkah-langkah yang telah dilakukan. Tidak tumpang tindih dan saling bertentangan.
Ini semua akan terwujud bila kita semua mau menerapkan Islam secara keseluruhan dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab Islam bukan hanya sekedar agama ritual, tapi juga ideologi yang memiliki seperangkat aturan untuk memecahkan seluruh problem kehidupan. Sehingga penjagaan generasi tak lagi sebatas selebrasi. InsyaAllah.[]
Oleh: Nuril Izzati
(Sahabat Tintasiyasi)
0 Comments