Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengupas Tuntas Kelangkaan LPG Melon


TintaSiyasi.com - LPG subsidi 3 kg (gas melon) kembali mengalami kelangkaan di sejumlah daerah. Ada beberapa penyebab yang menjadi faktor pemicu, di antaranya peningkatan konsumsi dan dugaan pendistribusian yang tidak tepat sasaran.

Nicke Widyawati selaku direktur Utama PT Pertamina Persero, menjelaskan bahwa kelangkaan ini terjadi karena adanya peningkatan konsumsi sebesar 2 persen. Yang mana hal ini merupakan dampak dari libur panjang beberapa waktu lalu. 

Selain itu, persentase penjualan LPG 3 kg subsidi terhadap total LPG 3 kg menunjukkan angka yang tinggi, yakni mencapai 96 persen. Ini mengindikasikan bahwa adanya pendistribusian subsidi yang tak tepat sasaran.

Fenomena ini juga memicu terjadinya “panic buying” di tengah masyarakat. Panic buying adalah kondisi dimana seseorang melakukan aktivitas belanja secara berlebihan dikarenakan rasa panik yang muncul dibenak masyarakat. Fenomena ini biasanya didasari oleh situasi yang dianggap genting/darurat, sehingga menciptakan rasa panik berlebihan dan pada akhirnya membuat mereka membeli barang dalam jumlah banyak meskipun sebenarnya tidak terlalu membutuhkannya.

Alhasil ada beberapa orang yang mendapatkan LPG subsidi dalam jumlah banyak, namun di sisi lain ada juga yang rela antri berjam-jam demi untuk mendapatkan satu tabung gas saja. Bahkan tak jarang ada yang kembali kerumah dengan tangan kosong. Padahal, ketersediaan LPG (sebagai salah satu kebutuhan pokok) merupakan tanggung jawab pemerintah. Kelangkaan ini adalah indikasi gagalnya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat. 

Di sisi lain, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang membuat rakyat makin nelangsa dengan meluncurkan LPG 3 kg nonsubsidi Bright dan diklaim lebih aman dari tabung gas melon. Adanya LPG non subsidi dalam waktu yang bersamaan jelas memberikan ‘pasar’ baru bagi para kapitalis (pengusaha/pemilik modal).

Mengeluarkan produk baru dengan kualitas gas yang sama dan berat yang sama di tengah kelangkaan gas LPG subsidi merupakan kebijakan yang keliru. Hal ini akan membuat pengadaan serta pendistribusian LPG subsidi 3 kg (gas melon) makin terbatas dan sulit. Pada akhirnya masyarakat mau tak mau dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi.

Kebijakan semacam ini juga dapat memicu munculnya pengusaha-pengusaha zalim yang rela melakukan tindak kejahatan demi memperoleh cuan. Dikhawatirkan akan muncul oknum penjual yang mengoplos gas dari tabung LPG melon (subsidi) ke dalam tabung gas LPG non subsidi (Bright). Pasalnya, harga gas LPG Bright memiliki selisih harga yang cukup jauh dibandingkan gas melon yakni sebesar Rp. 36.000.

Meski harganya cenderung lebih mahal, namun kualitas gas yang terdapat pada LPG subsidi 3 kg (gas melon) tidak memiliki perbedaan dengan yang ada pada Bright Gas 3 kg non subsidi. Hanya saja gas Bright diklaim lebih aman karena dilengkapi dengan Double Spindle Valve System (DSVS). Inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk beralih pada gas Bright, dan ini juga merupakan faktor utama terjadinya “permainan” pasar, dengan para kapitalis sebagai pemeran utamanya.

Islam menetapkan negara berkewajiban menyediakan kebutuhan pokok rakyat termasuk LPG. Sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan kebutuhan pokok untuk seluruh rakyat, dengan harga yang murah atau bahkan gratis dengan beberapa mekanisme berikut ini:

Pertama, Islam mengharuskan pengelolaan SDA langsung oleh negara. Seluruh SDA dalam jumlah besar yang berkaitan dengan air, api dan tanah tidak boleh dikuasai oleh pribadi, swasta apalagi asing. 

Kedua, tidak ada pembeda antara rakyat kaya dan miskin. Sebab jika berkaitan dengan kebutuhan pokok maka semua pasti membutuhkannya baik miskin maupun kaya.

Ketiga, negara akan memastikan pendistribusian kebutuhan pokok secara merata. Sebab, seorang kepala negara (khalifah) akan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan tidak mungkin membiarkan ada rakyat jatuh sakit atau bahkan meninggal karena kelaparan. Seorang khalifah sadar bahwa kelak ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT.

Terakhir, Daulah Islam melarang keras setiap orang untuk melakukan penimbunan barang dengan tujuan untuk dijual kembali, terlebih jika barang yang ditimbun adalah barang yang sedang langka, dan terindikasi akan menyulitkan khalayak ramai.

Demikianlah keparipurnaan sistem Islam dalam menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Seluruh perbuatan yang hendak dilakukan oleh setiap individu selalu terikat dengan syariat Allah, yang diharapakn hanyalah keridhaan dari Allah saja dan hal ini hanya dapat terjadi ketika negara menggunakan sistem Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. []


Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments