Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Memberdayakan atau Mengeksploitasi Penyandang Difabel?

Tintasiyasi.com -- Angin segar bagi penyandang difabel, pasalnya baru-baru ini akan mendapatkan kemudahan layanan keuangan dari otoritas jasa keuangan (OJK). Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa keuangan, Edukasi dan perlindungan Konsumen Otoritas Jasa keuangan (OJK) Friderica Widyasari menilai para difabel layak mendapatkan kemudahan ini karena mereka menjadi pahlawan ekonomi Nusantara (Antara News.com 15 Agustus 2023).

Menurut Friderica, mereka itu bisa menjadi misalnya tukang foto keliling, berjualan di pasar dan berbagai profesi lain yang sangat luar biasa. Memang benar bahwa para penyandang difabel  membutuhkan kemudahan dan fasilitas untuk melakukan aktivitas ekonomi.

Mereka perlu dilatih kemandiriannya apalagi jika mereka adalah laki-laki yang berkewajiban menafkahi diri dan keluarganya. Namun jangan sampai mereka dijadikan eksploitasi ekonomi.

Negara wajib memenuhi kebutuhan semua rakyatnya baik yang memiliki kesempurnaan maupun yang kekurangan, difabel adalah orang yang memiliki kekurangan organ tubuh, seharusnya negara lebih memperhatikannya. Negara tidak boleh memandang para difabel sebagai beban ekonomi atau beban APBN.

Negara tidak boleh menjadikan penderita difabel sebagai penyangga ekonomi nasional, kehadiran mereka dalam UMKM adalah pilihan kerja yang terakhir karena dia harus bekerja  memenuhi nafkah, sementara tidak semua penyedia lapangan kerja bisa menerimanya. 

Ketika negara memberikan bantuan tidak boleh hanya sebatas memberikan pelatihan dan pinjaman modal, kemudian para difabel membuat usaha dan harus bersaing secara bebas dengan korporasi raksasa.

Dalam sistem kapitalisme hal ini terjadi, para difabel dilatih untuk memproduksi barang barang yang selanjutnya di jual, misalnya kerajinan tangan dan harus bersaing dengan produk sejenis buatan pabrik atau impor yang lebih murah dan pemasarannya lebih masif bagaimana dia bisa bersaing? Ini tidak manusiawi dan jelas masuk kategori eksploitasi.

Berbeda dengan Islam, Islam mewajibkan penguasa sebagai pengurus rakyatnya, penguasa bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat baik yang fisiknya sempurna maupun difabel. Penyandang difabel memiliki kedudukan yang sama dengan orang sempurna, Allah SWT berfirman: 

"Tidak ada halangan bagi tuna netra, tuna daksa, orang sakit dan kalian semua untuk makan bersama dari rumah kalian, rumah bapak kalian atau rumah ibu kalian," (QS An Nur: 61)

Negara wajib mewujudkan pemenuhan kesejahteraan bagi semua rakyat baik kebutuhan dasar pokok yaitu sandang, pangan dan papan maupun  kebutuhan dasar publik yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok maka akan dilihat, apakah penyandang difabel masih mampu bekerja atau tidak, memiliki keluarga atau tidak. 

Jika dia masih mampu bekerja seperti membuka usaha maka negara akan memberikan modal cuma-cuma dari Baitul Mal dan pendampingan, negara  tidak akan mengeksploitasi usaha mereka atas nama pembangunan ekonomi negara, sehingga mereka tidak merasa terbebani dengan pengembalian modal dan fokus pada pengembangan usaha mereka.

Jika para difabel memiliki kemampuan di bidang perkantoran, pertanian dan sebagainya, maka negara akan memfasilitasinya untuk memaksimalkan potensinya dan harus membuat mereka nyaman dan aman ketika bekerja. 

Negara juga mendorong masyarakat agar tidak memandang sebelah mata pada difabel. Dalam hal ini tentu akan mensuasanakan para difabel bersemangat dalam meraih kebaikan di kehidupan umum.

Namun jika mereka tidak bisa bekerja atau tidak wajib bekerja seperti perempuan, anak-anak dan orang tua serta masih memiliki keluarga yang bisa memberi nafkah, maka negara akan memastikan nafkah yang mereka peroleh. Maka, jika tidak ada keluarga yang mampu menafkahi maka negaralah yang akan memberikan santunan. Wallahu 'alam bish showab.[]

Oleh: Dewi Asiya
(Pemerhati Masalah Sosial)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments