TintaSiyasi.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data IPM Kabupaten Ponorogo pada tahun 2022 berada di angka 71,87. Ini masuk kategori tinggi dan menempati peringkat ke 21 se- Jawa Timur. Sungguh ini pekerjaan rumah yang berat, sebab bagaimana tidak rata-rata lama sekolah yang sekarang ini masih 7,77 tahun. Artinya, rata - rata penduduk berusia 25 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo hanya menempuh pendidikan setara hingga kelas 1 atau 2 SMP. (Ponorogo.go.id, 30 Juli 2023).
Dari data BPS itulah yang menjadikan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam salah satu kesempatan penyerahan santunan anak yatim bersama NU Care- LAZISNU menekankan bahwa pendidikan harus menjadi prioritas. Pihaknya berharap tidak ada lagi kasus anak putus sekolah dan harus bersamaan kualitas pendidikan di Ponorogo yang wajib meningkat. (Ponorogo.go.id, 30 Juli 2023).
Namun tidak dipungkiri, saat ini masyarakat menghadapi mahalnya biaya pendidikan terutama bagi masyarakat level ekonomi menengah ke bawah. Tingginya biaya pendidikan inilah yang menjadikan banyaknya anak putus sekolah di beberapa wilayah di negeri ini. Di samping itu, banyak juga dari peserta didik yang mau tidak mau harus bekerja membantu ekonomi keluarga guna memenuhi kebutuhan harian.
Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam pasal 31 UUD 1945, berpijak juga pada pasal ini seharusnya negara menyediakan sarana prasarana pendidikan yang murah dan bisa dijangkau oleh setiap warga negara, sehingga tidak ada satupun warga negara yang putus sekolah dengan alasan kebutuhan ekonomi. Namun apa boleh dikata, di negara yang menganut sistem kapitalisme sekuler seperti negeri ini menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar termasuk pendidikan harus melibatkan rakyat.
Perlahan tapi pasti Negera menyerahkan kepada swasta untuk menyediakan pendidikan berbayar mahal dengan kualitas yang tinggi seperti kondisi saat ini munculnya sekolah-sekolah swasta bagaikan cendawan di musim penghujan. Namun sudah tertebak arahnya, nantinya hanyalah rakyat kayalah yang bisa mendapatkannya.
Di sisi lain kurikulum yang berdasar kapitalisme sekuler menajdikan pemisahan agama dengan kehidupan. Pendidikan agama hanya diberikan dalam waktu 2 jam dalam 1 Minggu. Hal ini menjadikan anak tidak mendapatkan fondasi aqidah yang kuat, dampaknya output pendidikanpun sebatas hanya bisa memenuhi dunia kerja namun kosong dari keimanan dan ketakwaan.
Berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Di Negara yang menerapkan syariat Islam kaffah, menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok termasuk pendidikan adalah hak setiap warga negara dan tanggung jawab bagi negara untuk memenuhinya, karena menuntut ilmu adalah wajib sebagaiman hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim laki-laki dan Muslim perempuan." (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu negara dalam sistem Islam akan menyediakan sarana prasarana pendidikan yang murah bahkan gratis, rakyat tidak dipungut biaya sepeserpun. Sumber daya alam dalam Islam dikelola oleh negara dan hasil pengelolaanya dimasukkan dalam pos Baitul Mal yaitu pos pemenuhan kebutuhan rakyat termasuk pendidikan, maka rakyat dalam sistem negara Islam tidak dipungut biaya pendidikan sehingga semua rakyat bisa mendapatkan pendidikan setinggi tingginya.
Di sisi lain kurikulum pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam mampu mencetak generasi berkepribadian Islam yaitu generasi yang memiliki aqliyah islamiyah (pola pikir Islam) dan memiliki nafsiyah islamiyah (pola sikap Islam) yang menjadikan generasi mampu menyelesaikan persoalan kehidupan, mampu menghadapi tantangan zaman, siap menghadapi pertarungan global dari kerakusan kafir penjajah.
Oleh karena itu, jika yang diinginkan adalah IPM yang terus meningkat maka tidak ada cara lain kecuali harus menerapkan sistem pendidikan Islam dan ini hanya bisa diterapkan dalam negara yang menerapkan syariat Islam kaffah dalam istilah fikih disebut negara khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Asiya
Pemerhati Masalah Sosial
0 Comments