Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LPG Subsidi Langka, Bukti Gagalnya Penguasa


TintaSiyasi.com - Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 KG yang disubsidi pemerintah kini sulit dicari. Terutama di beberapa daerah seperti Medan, Banyuwangi, Lumajang, Malang, Bali juga beberapa daerah lainnya. Kelangkaan ini telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Dampak dari kelangkaan elpiji membuat rakyat terpaksa mencari kayu bakar. Sisanya mau tak mau harus merogoh kantong lebih dalam demi membeli lauk matang.

Jokowi menyebut kelangkaan ini karena permintaan elpiji yang melonjak di lapangan. “LPG itu, terutama yang bersubsidi, ini memang diperebutkan di lapangan. Dan itu hanya untuk yang kurang mampu. Itu yang harus digarisbawahi,” ucap Jokowi, pada akhir Juli 2023 lalu.

Diperebutkan di lapangan? Dalam pernyataan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, pengikatan konsumsi LPG pada bulan Juli 2023 hanya sebesar 2%. Nicke pun menjadikan alasan libur panjang pada bulan Juli sebagai penyebab kelangkaan elpiji. Pihak lain bahkan menyebut hari besar Idul Adha juga Galungan di Bali menjadi penyebab langkanya elpiji. Tentu alasan ini tak masuk akal.


Gagalnya Penguasa

Kisruh kelangkaan LPG ini menjadi indikator gagalnya penguasa dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Bagaimana tidak, tahun 2007 dengan alasan agar masyarakat tidak menyalahgunakan subsidi minyak tanah dilakukan konversi ke gas. Sekarang setelah masyarakat terbiasa menggunakan elpiji, pemerintah malah mengaku kejebolan dengan anggaran dana subsidi yang membengkak.

Lantas sebenarnya yang menjadi masalah adalah subsidi yang dicap beban bagi negara. Pemerintah menganggap subsidi bagi rakyat memberatkan biaya APBN. Padahal, sebagian besar pemasukan APBN berasal dari pajak. Siapa yang membayar pajak? Rakyat. Tetapi mengapa untuk mendapatkan LPJ saja begitu sulit?


Penguasa Kapitalis 

Kehidupan rakyat saat ini begitu terhimpit. Sudahlah biaya kebutuhan harian yang kian melonjak. Telur naik, tarif listrik naik, bensin naik, kini ditambah elpiji langka. Kalaupun ada, harus mengantri lama, dengan harga yang berbeda. 

Rakyat apatis hanya bisa 'sabar menerima' sambil mengelus dada. Tetapi, rakyat haruslah cerdas memahami keadaan yang terjadi di negeri ini. Ada apa? Mengapa penguasa yang semestinya menyediakan kebutuhan pokok rakyatnya malah merasa keberatan dengan subsidi? Apakah bagi penguasa kapitalis, rakyat miskin hanyalah dianggap beban? 

Tentu! Dalam persepsi kapitalis subsidi membebani negara adalah pandangan khas baginya. Padahal yang benar-benar membebani APBN bukanlah menyediakan subsidi bagi rakyat melainkan pembayaran utang negara beserta bunganya. Di sistem ini, penguasa hanya berfungsi sebagai regulator. Rakyat dipaksa mandiri dalam memenuhi berbagai kebutuhan pokoknya. Penguasa dan rakyat bagaikan penjual dan pembeli. Negara tak mau rugi.


Penguasa Islam

Berbeda dengan penguasa di sistem Islam yang terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. Penguasa di sistem Islam tak pernah menganggap subsidi untuk rakyat sebagai beban bagi negara. Akan tetapi, hal ini dianggap sebagai amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.

Dalam negara Islam ketersediaan kebutuhan pokok seperti energi akan terjamin. Kebutuhan untuk memasak, penerangan, transportasi dan lain sebagainya akan diatur oleh negara. Daulah Islam akan mengelola SDA yang ada guna menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyat dengan harga yang murah bahkan gratis. 

Kesungguhan para penguasa Islam dalam meriayah rakyatnya membuat kita yang hidup di tengah cengkeraman kapitalisme begitu merindukan kehadiran sosok pemimpin Islam. Semoga Allah segera menurunkan pertolongan-Nya dengan hadirnya kembali pemimpin bagi umat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah. Aamiin allahumma aamiin. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Diana Septiani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments