TintaSiyasi.com - LPG 3 kg subsidi beberapa waktu ini mengalami kelangkaan di berbagai daerah. Kelangkaan yang terjadi memicu kenaikan harga yang hampir tidak realistis di pasar. Gas LPG yang biasanya dijual dengan harga Rp.17.000,00 pertabung 3kg, naik menjadi Rp. 25.000,00 pertabungnya. Kelangkaan gas LPG diklaim oleh pemerintah sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi LPG di kalangan masyarakat. Hal ini (menurut pemerintah) mengindikasikan ada ketidaktepatan sasaran terhadap penerima gas LPG bersubsidi, sehingga pemerintah berusaha mengatur regulasinya dengan ketat.
Di tengah langkanya gas LPG pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg non subsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi. Sedangkan selisih harga jualnya sangat besar. Dimana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya. Sementara gas melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000.
Tak ayal lagi, masyarakat kecil terus menerus menjadi korban dari ketidakcakapan pemerintah dalam mengatur ketersediaan gas LPG di tengah masyarakat. Langkanya LPG bukan hanya menyusahkan masyarakat kecil, bahkan telah memunculkan tindakan kriminalitas yaitu pengoplosan gas LPG. Muncullah oknum-oknum jahat di tengah masyarakat yang memanfaatkan kericuhan gas LPG untuk kemudian dioplos agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Miris memang, padahal secara fakta ketersediaan energi dan migas di Indonesia begitu melimpah. Sayangnya hampir sebagian besar tambang SDA di Indonesia telah sejak lama dikuasai asing. Pemerintah selalu berdalih bahwa Indonesia tak mampu untuk mengelolanya sendiri, sehingga harus diserahkan kepada swasta ataupun asing. Maka tak heran, meskipun daerah tersebut memiliki SDA yang melimpah, akan tetapi angka kemiskinan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan hasil tambang yang dikeruk tidaklah menjadi hak milik bagi rakyat Indonesia tapi masuk kedalam kantong-kantong korporasi asing yang telah bercokol di negara kita.
Sesungguhnya pangkal dari kerusakan yang diciptakan oleh kapitalisme global adalah terjadinya ketidakmerataan kekayaan akibat dari kebebasan individu dan swasta dalam menguasai dan mengelola kekayaan baik berupa aset pribadi hingga aset negara. Negara dalam sistem kapitalisme berperan hanya sebagai regulator dari korporat dengan mengeluarkan UU serta kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kepentingan swasta dan asing. Padahal sejatinya negara bertanggung jawab untuk mengurusi urusan rakyatnya dan menjamin setiap kebutuhan rakyatnya telah terpenuhi dengan baik.
Islam membangun sistem ekonomi berdiri atas 3 asas yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia. Kepemilikan dalam Islam juga dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama kepemilikan individu, kedua kepemilikan negara, dan ketiga adalah kepemilikan umat. Pengelolaan kepemilikan pun diatur sedemikian hingga untuk tetap mematuhi ketentuan syariat. Distribusi kekayaan senantiasan dimonitoring oleh pemerintah dan dengan mekanisme penetapan zakat, akan menjamin rakyat miskin sesuai 8 asnaf terpenuhi kebutuhannya. Melalui baitul maal negara juga menyediakan berbagai bantuan yang dibutuhkan oleh rakyatnya yang membutuhkan. Tidak peduli dia Muslim atau non-Muslim, asalkan dia tercatat sebagai warga Daulah Islam maka dia akan mendapatkan segala haknya sebagai rakyat sebagaimana kaum Muslim.
Kembali lagi, bahwa migas adalah termasuk bagian dari kepemilikan umum, Islam menetapkan bahwa kepemilikan umum haram untuk dimiliki oleh individu atau swasta. Negara diberikan wewenang untuk mengelolanya, akan tetapi hasilnya diberikan kepada umat.
Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad:
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), air, dan api (energi).”
Seharusnya kewajiban pemerintah adalah menyediakan gas LPG bersubsidi bukan hanya dibatasi untuk warga miskin, akan tetapi seluruh masyarakat baik miskin maupun kaya, pria maupun wanita, anak-anak maupun orang tua berhak mendapatkannya karena pada dasarnya, kepemilikan terhadap 3 hal tersebut harus dikembalikan kepada umat.
Karut marut pengelolaan ekonomi dalam sistem kapitalisme adalah buah dari keserakahan manusia. Kapitalisme menjamin adanya kebebasan dalam hal berpemilikan, apapun boleh dimiliki. Tak peduli halal ataupun haram, tak peduli akan menjatuhkan korban ataupun tidak. Seiring berjalannya waktu akan menjadikan manusia terus haus akan kekayaan dan segala kepuasan dunia. Sudah saatnya kita kembali menerapkan sistem Islam kaffah yang telah terbikti menempatkan manusia di posisi paling mulia di sepanjang peradaban manusia. Dengan Islam kaffah, rahmat akan turun menaungi manusia dan semesta alam. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Maziyahtul Hikmah, S.Si.
Aktivis Muslimah
0 Comments