Dilansir dari Republika.id. Kepala Bidang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor, Adang Mulyana, mengatakan angka penyakit diare yang melanda warga Kabupaten Bogor masih fluktuatif. Namun, tren kasusnya cenderung meningkat.
“Kemungkinan sih karena kemarau, sehingga mungkin sebagian sudah mulai kekurangan air bersih. Di satu sisi juga ada faktor higienitas sanitasi yang belum optimal,” kata Adang, Sabtu (12/8/2023
Diare menjadi satu penyakit yang sedang merebak akibat krisis air bersih. Selain berdampak pada kesehatan, krisis air bersih juga berdampak pada lingkungan. Kekeringan melanda menyebabkan kesulitan bahan pangan.
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki cadangan air banyak. Namun, kekayaan itu tidak membuat warga indonesia menjadi makmur dan aman dari krisis air. Buktinya 30 juta orang di Indonesia masih kesulitan untuk mencari sumber air bersih. Dan sekitar 70 juta dari 264 orang tidak memiliki sanitasi yang baik. Ini tidak mencerminkan terhadap julukan Indonesia sebagai negara maritim.
Pelayanan sanitasi di Indonesia terpantau belum cukup dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Dapat dikatakan buruk. Karena, terbukti banyak daerah yang masih terkena krisis air bersih.
Dampak dari buruknya sanitasi ini, selain krisis air juga pada kesehatan masyarakat. Langkanya air bersih membuat penyakit mudah bersarang dalam tubuh. Diare, mutaber dan penyakit lainnya. Sehingga, menimbulkan masalah yang beruntun.
Dalam Sistem Kapitalisme, ini wajar terjadi karena perencanaan yang prematur membuat tidak ada jaminan kesejahteraan. Pembangunan infrastruktur yang sembrono tanpa aba-aba juga kepentingan membuat sanitasi air tidak tercipta. Selain itu, privatisasi sumber air juga menjadi masalah yang sangat serius.
Privatisasi atau pengambilan sumber daya oleh sebagian orang untuk dikelola pribadi atau dijadikan komoditas gampang terjadi dalam kapitalisme. Sumber daya alam yang seharusnya milik masyarakat bersama justru dicaplok dan dinikmati sebagian orang. Salah satunya sumber daya air. Meskipun, pemerintah telah mengeluarkan peraturan larangan privatisasi atau swastanisasi dalam undang-undang. Namun, tetap tidak ada jaminan.
Nyatanya, banyak para pemegang kuasa justru memanfaatkan kursi jabatan untuk melakukan privatisasi. Danau pribadi, pantai pribadi, perusahaan air kemasan sudah menjadi hal wajar saat ini.
Sistem tidak ada peraturan tegas untuk melarang hal tersebut. Padahal, asalnya kata mereka masyarakat adalah utama. Namun, hak dasar tidak mereka pedulikan justru diabaikan. Sistem hanya mengilegalkan perusahaan yang memang tidak membawa keuntungan atau laba. Jadi, selama masih ada laba yang dapat diambil akan rtap dilanjutkan hal tersebut meski masyarakat menjerit.
Berbeda dengan sistem Islam uang memiliki peraturan yang komprehensif yang dapat memuaskan masyarakat baik lahir maupun batin. Krisis air tidak akan terjadi karena sebab kelalaian dalam sanitasi air. Islam menjamin kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang layak dengan tatanan aturan sahih.
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api".(HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadist ini menunjukkan larangan adanya privatisasi dan swastanisasi dalam hak kepemilikan umum yaitu tanah, air, dan api. Sehingga dalam Islam tidak akan terjadi hal tersebut karena memang diharamkan alias ada peraturan jelas. Pun terjadi kekeringan maka, Islam akan memberikan solusi tuntas dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Jaminan kesehatan pun akan terus diberikan kepada masyarakat tanpa biaya. Karena memang itu adalah hak rakyat. Solusi Islam ini tidak dapat diterapkan pada sistem batik yang terus menggerus potensi sumber daya alam maupun manusia. Juga pada sistem yang berdasarkan pemikiran yang batil. Sehingga dibutuhkan satu institusi atau negara yang secara menyeluruh menerapkan Islam. Dan berdasarkan pemikiran Islam murni. Tidak lain dan tidak bukan yaitu daulah Islam kafah.
Wallahu Alam bis Shawwab
Oleh: Hilwa Imadiar
Aktivis Muslimah
0 Comments