Tintasiyasi.com -- Kabel fiber optik yang awut-awutan di jalanan ibukota kembali memakan korban jiwa. Tak lama ini, pengemudi ojek online menjadi korban buruknya tata kelola jalanan dalam negeri.
Peristiwa tersebut berlangsung ketika pengemudi ojol mengendarai sepeda motor di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat pada Sabtu dini hari 29 Juli 2023. Korban terjatuh sebab berusaha menghindari kabel yang melintang. Alih-alih selamat, motor pengemudi justru terperosok ke kiri jalan dan masuk ke trotoar. Enam jam setelah penanganan dari rumah sakit, korban bernama Vadim meninggal dunia pukul 05.30 WIB.
Berdasarkan pantauan news.detik.com, di lokasi tersebut nampak saluran kabel udara yang menjuntai dari atas hingga hampir menyentuh aspal jalan. Tidak hanya di tiang listrik, kabel-kabel tersebut juga melilit di batang pohon yang rindang. Untaian kabel-kabel tersebut terlihat di sepanjang Jalan Brigjen Katamso dari arah Slipi ke Tanah Abang dan begitupun sebaliknya.
Bukan pertama kalinya, ternyata kasus demikian pernah terjadi pada Mahasiswa UB, Sultan Rifat, di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Kejadian ini menyebabkan kerusakan pada saluran makan dan pernapasannya. Keadaan mengharuskannya menjalani perawatan di rumah sakit selama enam bulan dengan dua kali masa kritis. Hingga saat ini, ia tidak dapat berbicara. Adapun untuk bernapas dan menelan mengharuskannya mengenakan alat bantu (tempo.co 7/8/2023).
Banyak Korban, Siapa Tanggung Jawab?
Kasus kecelakaan sebab terjerat jaringan utilitas yang semrawut telah memakan korban berulang kali. Rusaknya fungsi tubuh secara fatal hingga kehilangan nyawa menjadi imbas nyata kelalaian terhadap keamanan jalur transportasi.
Namun ironisnya, justru pihak-pihak terkait saling melempar tanggungjawab mengenai penataan kabel yang awut-awutan.
Seperti dalam kasus Sultan, pemerintah, perusahaan pemilik kabel fiber optik, hingga kontraktor lapangan dimintai tanggung jawab karena diduga telah abai atas pengelolaan kabel.
Namun PT Bali Towerindo membantah akan kelalaian perusahaan dalam penataan kabel serat optik. Mereka beranggapan bahwa kabel menjuntai diduga karena tersangkut kendaraan tinggi di atas 5,5 meter yang sedang melintas.
Adapun pada kasus Vidam, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memanggil perusahaan operator pemilik kabel fiber optik tersebut. Namun, GM Witel Jakarta Barat memastikan serta menegaskan bahwa kabel fiber optik penyebab kecelakaan itu bukanlah milik Telkom Akses maupun Telkom Group.
Saling lempar tanggung jawab yang terjadi menjadikan keluarga korban tak tau kemana mereka harus menuntut keadilan. Akhirnya, permintaan tanggungjawab oleh korban pun tak seutuhnya terpenuhi.
Lambannya negeri ini mengatasi berbagai problematika yang terjadi. Kasus-kasus serupa seringkali ditindaklanjuti setelah memakan korban. Padahal, kabel-kabel berantakan banyak ditemui di jalur lalulintas dalam negeri dan meresahkan banyak warga. Mestinya pemerintah segera mengatasinya sebelum terus menimbulkan kerugian.
Tidak dapat dipungkiri, selama pemerintah tidak bertindak tegas, insiden demikian akan terus memakan korban. Kejadian yang menimpa Vadim mungkin bukanlah yang terakhir kali. Peluang jatuhnya korban jiwa akan terus terjadi selama pembenahan tidak kunjung direalisasikan.
Negara Angkat Tangan
Abainya berbagai pihak terhadap keamanan jalur transportasi merupakan bukti nyata buruknya penerapan sistem Kapitalisme-Sekuler. Dengan aturan yang dibuat sesukanya, sistem ini menjadikan materi di atas segala-galanya.
Negara yang menerapkan sistem Kapitalis ini tidak lain hanyalah fasilitator kepentingan swasta. Berbagai proyek infrastruktur yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara, justru dipindahtangankan kepada pihak swasta. Orientasi swasta yang hanya meraup keuntungan, menjadikan keamanan bukanlah prioritas yang harus diutamakan.
Penyerahan tanggung jawab negara kepada swasta menjadikan negara tidak punya wewenang penuh hingga abai terhadap kontrol tata kelola proyek. Sehingga tak heran apabila banyak proyek dalam negeri yang pembangunannya berantakan, hingga tak jarang banyak memakan korban.
Beginilah pengelolaan proyek di sistem Kapitalisme-Sekuler. Kemaslahatan masyarakat bukan menjadi tujuan utama pembangunan, melainkan tujuan materi yang merupakan keuntungan para korporat.
Khilafah Untuk Umat
Lain halnya dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara atau yang disebut dengan Khilafah bergerak sebagai pelayan umat. Atas landasan hukum syara', negara menetapkan kebijakan yang sepenuhnya ditujukan untuk kemaslahatan ummat.
Seperti dalam tata kelola kabel, Khilafah akan mengerahkan upaya memastikan aliran kabel tidak mengganggu masyarakat. Apabila jaringan kabel mesti ditimbun dalam tanah agar tidak mengganggu jalanan, maka negara akan mengupayakannya sebaik mungkin demi kemaslahatan umat. Begitupun bila ada solusi lainnya, maka negara akan mempertimbangkannya berdasarkan aspek kemaslahatan. Tanpa melihat biaya dalam APBN, dengan sistem keuangan yang sesuai dengan syara', negara tetap mampu mewujudkan kebutuhan umat sebagai bentuk tanggung jawabnya.
Dengan demikian, Khilafah menjamin kebutuhan ummat, disamping tetap memperhatikan keamanan. Tanggung jawab akan dipegang seutuhnya oleh Khilafah dan tidak diserahkan kepada pihak swasta. Sehingga, negara dapat terus mengontrol serta mengawasi setiap pelaksanaan kebijakan yang dikerahkan untuk kemaslahatan rakyat. Wallahu a'alam.[]
Oleh: Khansa Nadzifah
(Aktivitas Muslimah)
0 Comments