Tintasiyasi.com -- Pinjol kembali menelan korban, sekaligus mencoreng dunia pendididkan. Terjerat pinjaman online (pinjol), seorang mahasiswa Universitas Indonesia, berinisial AAB (23) tega menghabisi nyawa juniornya. Pelaku ingin menguasai harta korban, Muhammad Naufal Zidan (19) untuk melunasi utang pinjolnya. Pelaku merasa putus asa, setelah menempuh berbagai cara untuk membayar pinjolnya, namun nihil (Detiknews.com, 6/8/2023).
Pinjaman online kerap membutakan naluri manusia, tragedi ini bukan kali pertama. Sebelumnya ada sederet kasus hilangnya nyawa karena terjerat pinjol. Seorang ibu di Semarang tega menghabisi nyawa putrinya hingga berbagai kasus bunuh diri karena terjerat pinjol, seperti di Kembangan Jakarta Barat, Depok, Wonogiri, Gunung Kidul, Malang dan Jakarta Selatan (Kumparan.com, 22/5/2022).
Pinjol dipakai karena mudah. Syaratnya ringan, hanya KTP, slip gaji dan tanpa agunan, uang cair dalam waktu singkat. Masyarakat memakai pinjol untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan ada yang karena gaya hidup.
Pinjol Solusi Pintas
Meski pinjol dikeluhkan masyarakat menimbulkan keresahan dan mengancam data pribadi, pinjol tumbuh pesat. Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyaluran pinjol di Indonesia tembus Rp 51,46 triliun pada Mei 2023 (CNNIndonesia.com, 5/7/2023).
Penerapan sistem kapitalisme menciptakan kemiskinan struktural. Modal dikuasai segelintir oligarki, pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi distribusi, pemerataan diabaikan. Negara hanya berperan sebagai regulator, bukan periayah rakyat. Negara abai memenuhi kebutuhan pokok rakyat, baik pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Rakyat dipaksa berjibaku memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Himpitan hidup menjadikan masyarakat menjadikan pinjol sebagai solusi.
Sistem sekuler menyebabkan orientasi hidup hanya mengejar materi. Pendidikan pun berorientasi pada angka-angka, alpa membentuk kepribadian siswa, maka muncul individu egois dan raja tega. Kebahagiaan diukur dari materi dan kesenagan fisik semata. OJK menyebut masyarakat menggunakan pinjol untuk kebutuhan konsumtif, seperti membeli HP baru, jalan-jalan, membeli pakaian bahkan untuk membeli tiket konser (CNNIndonesia.com, 5/7/2023).
Riba Haram
Pinjol adalah pinjaman uang dari pihak pemberi kepada peminjam secara online. Plafon berkisar Rp 500.000 hingga Rp 10 juta, dengan masa 3 hingga 6 bulan. Peminjam membayar biaya administrasi sekitar 30 persen dari nilai pinjaman. Bunga pinjol berlisensi OJK, maksimal 0,8 persen per hari. Sementara yang ilegal mencapai 4 persen per hari. Jika terlambat membayar cicilan dikenakan denda maksimal 100 persen dari jumlah pokok.
Pinjol, baik legal maupun ilegal mengandung riba, yakni tambahan yang dipersyaratkan dalam akad. Ribanya meliputi biaya administrasi, denda, dan bunga. Padahal Allah SWT mengharamkan riba.
ÙˆَاَØَÙ„َّ اللّٰÙ‡ُ الۡبَÙŠۡعَ ÙˆَØَرَّÙ…َ الرِّبٰÙˆ
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).
Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik riba (Al Baqarah: 278) dan mengancam akan memerangi orang-orang yang tidak menuruti perintah-Nya untuk meninggalkan riba (QS Al Baqarah: 279). Selain riba, pinjol membawa mudharat besar. Penagihan pinjaman yang kasar, menyebabkan peminjam depresi, bahkan berakhir dengan bunuh diri.
Sistem Islam Menentramkan
Islam turun sebagai rahmat, memberi solusi bagi setiap permasalahan manusia, termasuk pinjol yang meresahkan. Pinjol ribawi senantiasa tumbuh subur dalam sistem ekonomi kapitalis. Utang ribawi menjerat individu, swasta bahkan negara yang bergantung pada lembaga internasional seperti IMF dan world bank.
Untuk menghapus riba, maka harus mengganti sistem kapitalis dan menerapkan Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Khalifah akan melarang praktik riba dan melarang lembaga ribawi, seperti pinjol, leasing, perbankan. Bagi individu atau swasta yang berhutang ribawi, maka ia hanya berkewajiban mengembalikan pokoknya. Negara khilafah ketika ia tegak di negara yang terlanjur berhutang riba, maka yang dibayar pokoknya saja dan menghapus ribanya.
Negara akan menganjurkan sesama muslim untuk saling tolong-menolong. Ketika memberikan pinjaman kepada saudaranya, semata karena menolong bukan mengambil manfaat (riba). Untuk menagih pinjaman, harus mengedepankan akhlakul karimah, sehingga tidak ada teror dan intimidasi.
Islam menegaskan, penguasa (khalifah) adalah pelayan umat. Dia bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya berupa pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Seorang penguasa harus memastikan rakyatnya tidak mengalami kesulitan hidup. Negara membuka kesempatan seluas-luasnya agar lelaki bisa mencari nafkah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Bagi yang tidak mampu, seperti fakir dan miskin maka ada layanan pos zakat dari baitul mal. Bagi yang kesulitan pendanaan dalam berusaha maka negara akan membantu pinjaman tanpa bunga, bahkan pemberian berupa santunan dan hibah.
Penguasa juga akan menyelengarakan pendidikan berbasis akidah islamiyah, sehingga terbentuk individu yang berkepribadian Islam. Individu yang melaksanakan setiap aktifitasnya berdasarkan ketaatan kepada Allah. Standar kebahagiaan adalah menggapai ridha Allah bukan kepuasan materi. Dari sistem ini muncul individu-individu yang tawadhu, qanaah yang jauh dari sifat hura-hura semata mengejar gaya hidup dan kesenangan duniawi. Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Ida Nurchayati
(Sahabat Tinta Siyasi).
0 Comments