Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Iuran BPJS Akan Naik, Apa Jaminan Negara?


TintaSiyasi.com - Wacana akan naiknya iuran BPJS pada Juli 2025 mendatang membuat situasi terasa panas. Pasalnya, wacana ini tengah menuai pro dan kontra pada berbagai pihak. Pada satu sisi terdapat pihak yang menganggap kenaikan iuran BPJS adalah suatu keharusan, sedang di sisi lain terdapat pihak yang menolak anggapan tersebut.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memperkirakan iuran BPJS Kesehatan berpoptensi naik pada Juli 2025, menyusul perubahan tarif standar layanan kesehatan Persatuan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023. Kebijakan ini diambil karena manurut perhitungan aktuari, BPJS akan mengalami defisit anggaran sebesar Rp11 triliun pada Agustus sampai September 2025. Namun, aggota DJSN, Muttaqien, menegaskan potensi kenaikan tarif iuran itu belum mempertimbangkan rencana kebijakan implementasi single tarif iuran atau kelas rawat inap standar (KRIS) yang menghapus sistem kelas 1, 1, 3 BPJS Kesehatan. (CNBC Indonesia, 20-7-2023).

Merespon hal ini, Anggota BPJS Wacth Timboel Siregar, menyatakan bahwa mulai 2024, iuran BPJS harus dinaikkan dan nilainya harus dihitung secara aktuaris berdasarkan kenaikan pembiayaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Bahkan Timboel menganggap, kenaikan seharusnya terjadi pada 2022, pasalnya kenaikan iuran terakhir kali terjadi pada 2020, meskipun faktanya kenaikan belum terjdi saat ini. Menurutnya, hal ini berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, bahwa besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali. Ia mengatakn Presiden Jokowi pernah menyebut iuran BPJS akan naik setelah pemilu 2024. Ia juga menganggap sensitivitas kenaikan iuran BPJS sama dengan kenaikan harga BBM yang berpotensi dikritik masyarakat. (CNN Indonesi, 22-7-2023).

Berbeda dengan Timboel, Kelompok Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mengkhawatirkan adanya kenaikan iuran BPJS. Oleh karena itu, KSPI menolak rencana penghapusan kelas rawat inap menjadi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Presiden KSPI, Said Iqbal, menduga program KRIS ini diluncurkan hanya sebagai bentuk komersialisasi. Ia menilai program ini dibuat sebagai instrument pelaksanaan money program yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru disahkan beberapa waktu lalu oleh DPR RI. Ia juga menuturkan, akan lebih baik jika pemerintah memperbaiki pelayanan BPJS daripada meluncurkan program KRIS. (Liputan6.com, Jakarta, 23-7-2023).

Wacana kenaikan iuran BPJS muncul karena adanya ancaman defisit terkait penyesuaian tarif. Hal ini tentu memperjelas adanya kapitalisasi layanan kesehatan dan abainya Negara atas rakyatnya sendiri. Kapitalisasi kesehatan adalah suatu keniscayaan dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis sebagaimana di negeri ini. sebab, sistem ekonomi kapitalisme menjadikan kesehatan salah satu objek komersialisasi. Wajar saja jika pihak swasta-pun terlibat di dalamnya, yaitu BPJS.

Sesungguhnya keberadaan swasta adalah keniscayaan dalam good governance, yaitu syarat utama negara mendapatkan program bantuan dari World Bank, Interntional Monetery Fund (IMF), dan Amerika Serikat sebagai lembaga pembiayaan internasional. Keterlibatan swasta dalam pengelolaan negeri inilah yang mengantarkan keterlibatan dalam pembuatan kebijakan publik secara legal termasuk dalam bidang kesehatan. Terlebih lagi dalam sistem demokrasi, peran swasta, yakni para pengusaha sangatlah penting dalam mengantarkan para penguasa ke puncak kekuasaannya. Oleh karena itu, wajar jika kepentingan penguasa dan pengusaha saling berkaitan dalam kebijakan publik ditengah masyarakat. Sementara itu, sangat dipahami bahwa tujuan pihak swasta hanyalah mencari keuntungan.

Inilah bukti bahwa negara dalam kapitalisme hanya bertindak sebagai fasilitator bukan penanggung jawab penuh setiap urusan rakyat. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya meski harus membayar mahal untuk mengaksesnya.

Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam. dalam sistem Islam, kesehatan merupakan salah satu jaminan yang wajib dipenuhi negara, di mana pemberian pelayanan kesehatan tersebut diberikan tanpa adanya unsur diskriminasi, yakni tidak membedakan kaya atau miskin, Muslim atau non-Muslim, maupun penduduk kota atau desa. Semua warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan dengan kualitas yang sama. Negara tidak akan menjual layanan kesehatan pada rakyat karena negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan layanan kesehatan bagi semua warga negara. Sebagaimana hadis riwayat Al-Bukhari, Rasulullah SAW, bersabda, “Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”

Negara juga tidak akan menyerahkan pengelolaan kesehatan pada pihak swasta. Sebab dalam Islam, kesehatan bukanlah sektor bisnis, melainkan kesehatan adalah kebutuhan dan jaminan negara kepada rakyatnya. Oleh karena itu, negara Islam akan membangun sistem yang terintegrasi dan kukuh sebagai ketahanan negara dalam bidang kesehatan, sehingga sistem kesehatan akan optimal dan maksmial karena didukung oleh sistem keuangan Islam yang luar biasa. Negara Islam memiliki sumber pemasukan keuangan yang beragam yang mempu menjamin layanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyatnya. Pembiayaan seluruh pelayanan kesehatan dalam negara Islam tidak akan membebani publik, rumah sakit, dan insan sedikitpun, karena pembiayaan kesehatan tersebut diambil dari Baitul Maal negara Islam yang jumlahnya sangat besar, sebab diatur oleh sistem ekonomi Islam.

Jika saja negara saat ini mampu memberikan pembiayaan kesehatan sebagaimana Islam, tentu kesehatan rakyat akan terjamin. Sungguh, hanya sistem kesehatan Islam yang mampu memberi pelayanan jaminan gratis dan berkualitas bagi rakyatnya. []


Oleh: Sabila Herianti
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments