TintaSiyasi.com -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan rangkaian kunjungan kerja ke China yang berlangsung pada 27-28 Juli 2023.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyatakan bahwa, kunjungan kerja ini dilakukan untuk memenuhi undangan dari Presiden China, Xi Jinping yang mengundang secara langsung yang bertepatan dengan 10 tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia dengan China.
Dalam pertemuan tersebut akan dibahas tentang penguatan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan, mempertimbangkan tenaga lokal, dan ramah lingkungan (CNBC.com, 28/7/2023)
Pada kesempatan itu Presiden Jokowi pun menggelar serangkaian pertemuan bisnis bersama Kamar Dagang Indonesia yang ada di China beserta sejumlah pengusaha China.
Pemerintah menyatakan akan komitmennya untuk menjaga agar investasi tetap stabil dan berjalan dengan baik. Lebih lanjut, Presiden Jokowi mendorong adanya prioritas investasi dari pemerintah China di berbagai bidang. Terutama investasi yang berkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik, energi baru yang terbarukan, dan proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Sepulangnya kunjungan kerja tersebut, Presiden Jokowi membawa pulang komitmen investasi dari perusahaan Xinyi, China sebesar 11,5 miliar dollar AS. (kompas.id, 28/7/2023)
Dengan adanya penambahan investasi tersebut, maka secara otomatis jumlah utang Indonesia kepada China mengalami penambahan. Padahal hingga akhir Maret 2023 utang luar negeri Indonesia ke China telah mencapai 20,23 miliar dollar AS atau setara 301,62 triliun rupiah. Jumlah ini belum diakumulasikan dengan utang-utang dengan negara lainnya.
Tidak ada makan siang gratis. Demikianlah idiom yang tepat untuk menggambarkan bagaimana posisi kerjasama investasi (utang) yang berlangsung saat ini antara Indonesia dengan China. Para pengamat pun mulai beradu pendapat berkaitan dengan investasi China terhadap Indonesia. Hal ini, muncul dikarenakan prestasi China yang buruk pada proyek-proyek yang ada di Indonesia.
Paket proyek yang dikerjakan oleh China pada dasarnya tidak memiliki nilai tinggi bagi Indonesia. Dengan kata lain investasi China merupakan paket lengkap yang semuanya bermuara dari China. Mulai dari pembiayaan (utang), bahan baku, hingga tenaga kerja. Belum lagi perusahaan-perusahaan tambang milik China yang bermasalah dalam pengelolaan pertambangan.
Fakta di lapangan pun menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak punya kuasa jika berhadapan dengan China. Ketergantungan kepada China sangatlah besar. Hal ini tentunya akan berdampak pada ketidaktegasan pemerintah terhadap China.
Menurut Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), terdapat masalah serius terkait investasi China di Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian. Kedekatan hubungan Indonesia dengan China tetap tidak bisa terbebas dari masalah dan ancaman.
Lebih lanjut, Fikar menyatakan bahwa ada masalah investasi yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan jumlah utang luar negeri Indonesias dari China dan potensi perangkap utang. Sebagaimana yang terjadi di Srilangka maupun di Zimbabwe.
Untuk saat ini, Indonesia memang belum sampai terkena jeratan jebakan utang (debt trap) dari China. Namun, kata Fikar, sudah ada tanda-tanda kemungkinan terjerumus jebakan utang jika pemerintah tidak berhati-hati. (bisnis.com, 27/7/2023)
Pengaruh Investasi China terhadap Indonesia
Utang tetaplah utang, meskipun berkedok investasi. China sebagaimana negara penganut ekonomi kapitalis lainnya, tentu tidak mau rugi atas investasi yang telah digelontorkan ke Indonesia.
Indonesia yang notabene menggunakan sistem ekonomi kapitalis dalam mengatur perekonomiannya tidak bisa lepas dari yang namanya utang. Sebab dalam sistem ekonomi kapitalis, utang merupakan salah satu bagian dari pemasukan negara selain dari pajak dan pariwisata yang digunakan untuk memenuhi APBN dan pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Besarnya investasi China pun mempengaruhi kinerja para pembuat kebijakan di negeri ini. Masalah-masalah yang muncul akibat dari investasi-investasi China telah membuat penguasa di negeri ini tutup mata, tutup telinga. Mereka tidak menjadikan saran-saran dari ekonom sebagai pertimbangan ketat ketika akan menarik para investor dari China.
Adanya beragam investasi yang dilakukan pemerintah Indonesia bersama China, ternyata telah menurunkan pamor pemerintah. Hutang kian bertambah. Kemandirian hilang. Ketergantungan akan utang semakin membesar.
Lebih nyata lagi adanya investasi asing telah melahirkan penjajahan terselubung. Sebagaimana pemerintah Indonesia yang tidak berani buka suara berkaitan dengan kasus yang menyertakan China di dalamnya. Tutup mulut,diam, serta tidak memberikan komentar.
Semua ini menunjukkan bahwa investasi asing baik dari China maupun bukan, tidak akan membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki kekuatan dan kemandirian. Segala kebijakan harus sesuai dengan keinginan para investor. Jika tidak, maka investasi pun akan dicabut.
Islam Menyelamatkan Negeri
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, seharusnya pemerintah semakin menyadari bahwa persoalan perekonomian ini muncul disebabkan sistem negara yang tidak pro pada sistem keilahian, yaitu sistem Islam.
Sebab, hanya Islamlah yang memiliki kelengkapan aturan untuk mengatur manusia di semua sisi kehidupan. Mulai dari urusan individu, masyarakat, hingga kenegaraan.
Namun, yang terjadi adalah penerapan sistem kehidupan ala kapitalis-sekuler telah mengakar di negeri ini. Kerusakan sistemik pun tak terelakkan. Hampir disemua sisi kehidupan mengalami kegoncangan.
Akar masalah perekonomian di negeri ini adalah efek dari penerapan sistem kapitalis yang rusak. Sudah sistemnya rusak, ditambah pula dirusak oleh para pelaku kebijakan dengan tingginya tingakat korupsi di berbagai proyek di negeri ini. Setiap proyek, tidak pernah lepas dari adanya korupsi.
Dalam sistem ekonomi Islam, bukanlah sistem yang bisa berdiri sendiri. Akan tetapi sistem ini merupakan salah satu bagian dari sistem yang lebih besar. Sistem ekonomi Islam erat kaitannya dengan pengaturan sistem kehidupan Islam lainnya, baik dalam sistem politik, sosial, pendidikan, hukum, dan sebagainya.
Sistem ekonomi Islam saling mengikat dengan sistem kehidupan lainnya. Karenanya sebuah keniscayaan akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan, jika hanya menerapkan sistem ekonomi Islam tanpa diikuti sistem-sistem lainnya.
Sistem ekonomi Islam, tentunya hanya bisa diterapkan pada sebuah institusi negara yang menggunakan Islam sebagai landasan utama kenegaraannya. Dari situlah, maka sistem kehidupan lainnya harus menggunakan aturan Islam sebagai landasan pembentukan kebijakan dan aturan-aturan.
Apabila sebuah negara telah menggunakan Islam sebagai landasan utamanya, maka landasan Islam inilah yang akan mempengaruhi segala aktivitas politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, bahkan hingga urusan pengaturan kenegaraan dan hubungan antar negara pun menggunakan landasan Islam.
Apabila kepengurusan kehidupan ini sudah dikembalikan kepada sistem Islam, maka Allah akan mendatangkan kemanfaatan dan keberkahan di seluruh negeri.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ
“Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berakah dari langit dan bumi….” (Q. S Al- A'raf: 96)
Oleh: R. Nugrahani, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Comments